Dua ulama besar Hasan Al Basri dan Ibnu Sirin pernah terjadi saling sentimen. Keduanya menujukkan rasa tidak suka satu sama lain. Hasan al Basri dikenal sebagai ulama sufi yang mumpuni, sedangkan Ibnu Sirin sebagai seorang ulama ahli hikmah dan penafsir mimpi yang top. Konon katanya keduanya sempat tidak saling menyapa.” Jangan sebut nama orang yang berlagak sombong itu di hadapanku,” kata Hasan Basri jika ada orang yang menyebut nama Ibnu Sirin di hadapannya.
Dikisahkan suatu hari Hasan Al Basri bermimpi. Apa yang ada di alam mimpinya itu dirasa sangat aneh. Ia seolah-olah bertelanjang di sebuah kandang binatang sambil membuat tongkat. Disaat bangun Hasan Basri menjadi bingung. Ia tercenung. Isyarat apa gerangan dari mimpi yang dialaminya itu.
Tiba-tiba dirinya teringat Ibnu Sirin, temannya yang tidak disukainya itu. Hasan Basri sangat tahu kalau Ibnu Sirin adalah penafsir mimpi yang jempolan. Ingin rasanya bertemu dengan Ibnu Sirin dan mempertanyakan mimpinya itu. Namun gengsi dan malu. Kemudian Hasan Basri mencari akal, ditemuilah teman dekatnya dan disuruh menanyakan kepada Ibnu Sirin perihal mimpinya itu. “ Coba temui Ibnu Sirin dan silahkan ceritakan seakan-akan kamu sendiri yang mengalaminya,” ujar Hasan Basri.
Teman dekatnya langsung tancap gas menemui Ibnu Sirin. Setelah sampai dan bertemu, ia menceritakan apa yang dialami dalam mimpi seperti perintah Hasan Basri . Namun apa yang didengarnya dari Ibnu Sirin, membuat dirinya kaget. “ Bilang pada orang yang mengalami mimpi itu, jangan menanyakan kepada orang yang berjalan dengan lagak sombong. Kalau berani suruh datang sendiri kemari,” semprot Ibnu Sirin. Tentu saja teman Hasan Al Basri kaget, ternyata Ibnu Sirin tahu bahawa bukan dirinya yang mengalami mimpi tersebut.
Maka baliklah orang tersebut menemui Hasan Basri. Tentu saja sufi besar itu menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan Ibnu Sirin. Hasan Basri merasa tertantang dengan ucapan Ibnu Sirin. Setelah berfikir masak-masak akhirnya Hasan Basri menemui Ibnu Sirin. Ia tak peduli lagi dengan gengsi dan rasa malunya. Maka beranjaklah Hasan Basri dan temannya ke rumah Ibnu Sirin.
Ibnu Sirin sangat gembira melihat Hasan Basri datang ke rumahnya. Disambutlah dengan baik tamunya itu. Mereka saling berjabat tangan, namun kemudian mengambil posisi duduk yang berjauhan. Suasana tidaklah cair bahkan cenderung tegang. “ Sudahlah tidak usah basa-basi, langsung saja aku sangat bingung dengan mimpiku itu. Bagaimana tafsirannya,” ucap Hasan Basri.
Sekejap kemudian Ibnu Sirin menyahut,” Jangan bingung dengan mimpi itu. Telanjang dalam mimpimu adalah ketelanjangan dunia. Maksudnya engkau sama sekali tidak tergantung pada dunia karena engkau memang seorang zuhud. Adapun kandang binantang adalah lambang dunia fana ini. Engkau sudah melihat dengan jelas keadaan yang sesungguhnya. Sedangkan tongkat yang engkau buat melambangkan hikmah yang engkau katakan dan mendatangkan manfaat bagi banyak orang,”ucap Ibnu Sirin menjelaskan. Mendengar hal tersebut, Hasan Basri terkesima dan kagum. Kemudian ia berkata,” Tetapi bagaimana engkau tahu kalau aku yang mengalami mimpi itu.”
Ibnu Sirin pun menjawab dengan santai pertanyaan Hasan Basri,” Ketika temenamu itu menceritakan mimpi tersebut padaku, aku berfikir. Menurutku hanya engkau yang pantas mengalami mimpi itu.”