Sidang sengketa hasil Pemilu memang sudah usai, tetapi polemik di media sosial belum kunjung usai dan terus berkembang. Bila sebelumnya polemik yang berkembang tentang kecurangan Pilpres 2019, pasca putusan tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) langsung menjadi sorotan dan polemik di media sosial.
Oleh karena itu, pro dan kontra mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini memang tidak dapat terhindarkan. Pihak yang pro tentu mengapresiasi putusan MK yang dianggap jujur, adil, dan profesional. Sebaliknya pihak yang kontra menyatakan MK tidak netral, berpihak pada paslon 01, tidak adil, mengabaikan fakta persidangan dan lain sebagainya.
Untuk itu, agar tidak menjadi fitnah dan polemik berkepanjangan di medsos, lantas bagaimana sebaiknya kita menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut? Bagaimana sikap kita yang baik dan tepat yang sesuai dengan tuntunan agama?.
Menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK), ada banyak hadis yang bisa kita jadikan pijakan untuk menyikapi polemik tersebut. Diantaranya ialah hadis shahih riwayat Imam al-Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah, Rasulullah Saw bersabda sebagai berikut;
القضاة ثلاثة قاضيان في النار وقاض في الجنة رجل قضى بغير الحق فعلم ذلك فذاك في النار وقاض لا يعلم فأهلك حقوق الناس فهو في النار وقاض قضى بالحق فذلك في الجنة
“Hakim itu ada tiga macam. Dua masuk neraka, satunya lagi masuk surga. Pertama, hakim yang tidak benar memberi putusan dan ia mengetahuinya. Ia di neraka. Kedua, hakim yang memberi keputusan karena kebodohannya sehingga ia menciderai hak-hak keadilan orang. Ia juga di neraka. Ketiga, hakim yang memberi putusan dengan benar. Itulah hakim yang akan masuk surga.”
Lantas bagaimanakah putusan Mahkamah Konstitusi (MK)? Sudah tepat atau malah sebaliknya?
Hakim bukan sekedar jabatan, lebih dari itu hakim memiliki pertanggungjawaban yang sangat berat. Para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tentu tidak sembarangan memberikan putusan. Mereka disumpah di hadapan para saksi dan kitab suci. Tentu yang paling utama adalah, atas nama Tuhan mereka bersaksi. Mereka ditunjuk karena punya kredibilitas dan integritas. Punya kapabilitas dan tidak asal-asalan.
Untuk itu mereka tidak akan main-main, asal-asalan dan sembarangan mengambil keputusan. Pertanggungjawaban mereka sangat berat. Mereka sadar dan menyadari dengan baik akan hal itu. Karena itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyatakan, “Kami hanya takut pada Allah SWT. Kami akan mempertanggungjawabkan putusan ini kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa”.
Pertanggungjawaban hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di dunia sudah selesai. Namun pertanggungjawaban mereka di mahkamah Tuhan belumlah usai. Kelak di akhirat mereka akan menerima pengadilan dan putusan Tuhan atas putusannya di dunia.
Sebagaimana kita juga akan disidang dan diadili di mahkamahNya. Maka jika para hakim tidak secara adil dan tidak berdasar pada kebenaran dalam memberikan putusan, nerakalah tempat mereka, sebagaimana disabdakan Rasul utusanNya. Namun, bila memberikan putusan dengan cara yang tepat dan benar, mengacu pada asas kejujuran dan keadilan, surgalah tempat mereka.
Rasulullah Saw juga menyatakan bahwa seorang hakim yang berijtihad, dan hasil ijtihadnya benar, ia mendapat dua pahala. Bila ijtihadnya salah, ia mendapat satu pahala. Maka, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan segala daya upaya, pengetahuan dan kemampuannya, mereka berusaha memutuskan secara tepat dan benar. Bila putusannya tepat, mereka mendapat dua pahala. Bila putusan mereka salah, mereka tetap mendapat satu pahala. Tentu ganjaran dan pahala berdasar pada asas keimanan mereka.
Palu Mahkamah Konstitusi (MK) sudah diketuk. Putusan MK sah, mengikat dan berlaku secara hukum. Suka atau tidak, puas atau tidak, putusan itu harus diterima. Serahkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu pada pengadilan Tuhan. Karena di situlah pengadilan yang sesungguhnya. Allah Maha Melihat dan Maha Kuasa. Bila hakim MK adil dan ditetapkan secara benar, Allah bersama mereka. Sebaliknya, sedikit saja putusan mereka ada unsur mendzalimi, dalam hadis hasan, Rasulullah Saw mengingatkan:
إن الله مع القاضي مالم يجر فإذا جار تخلى عنه ولزمه الشيطان
“Allah bersama hakim (qadhi) selagi ia tidak berlaku dzalim (jahat). Bila ia dzalim, Allah tinggalkan dia dan setan akan mendekatinya.” (HR. Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Untuk itu, mari kita sikapi putusan tersebut dengan sikap dewasa, arif dan bijak. Bapak Probowo-Sandiaga secara bijak juga negarawan menerima dan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sikap ksatria ini sangat luar biasa, patut kita contoh dan kita jadikan teladan.
Saatnya kita kembali bersatu dan merajut kebersamaan. Damai dan bersatu demi negeri yang kita cintai ini. Indonesia yang begitu besar ini, menjadi sangat kecil bila perbedaan berdampak pada konflik. Indonesia kita ini akan besar dan jaya bila perbedaan itu kita jadikan kekuatan untuk menguatkan persatuan dan kebersamaan.
Wallahu a’lam bisshawab
Artikel ini sebelumnya dimuat di Majalahnabawi.com