Tak terasa, satu tahun sudah kita ditinggal oleh salah satu sosok panutan bangsa, yakni Presiden ketiga, Baharuddin Jusuf Habibie. Ya. Tepat satu tahun yang lalu (11 September 2019) beliau menghembuskan nafas terakhir, menyusul kepergian kekasih abadinya, Ainun. BJ Habibie memang dikenal bukan hanya karena kejeniusannya, tetapi juga kesetiannya terhadap sang istri.
Sepeninggal Ainun pada 2010, Pak Habibie banyak menuliskan puisi sebagai bukti kecintaanya pada almarhum istrinya. Bahkan keromantisan kisah cinta BJ Habibie diangkat dalam layar lebar yang kemudian menginspirasi banyak pasangan. Film Habibie dan Ainun (2012) ini sukses menggaet lebih dari 4.5 juta penonton.
Banyak pihak merasa kehilangan atas kepergiannya. Kabar sore menjelang malam itu tentu mengejutkan, salah satunya bagi Prof. Quraish Shihab yang beberapa jam sebelum wafatnya sempat menjenguk beliau di RSPAD Gatot Subroto.
Dalam buku Cahaya, Cinta dan Canda yang memuat biografi Prof. Quraish Shihab, BJ Habibie mengaku telah bersahabat lama dengan guru besar tafsir al-Quran ini. Lebih dari itu, bahkan Pak Habibie telah menganggap Prof. Quraish Shihab sebagai adik.
Hal ini diamini Prof. Quraish Shihab dalam acara Mata Najwa Spesial Selamat Jalan Presiden Habibie. Pada episode itu Prof. Quraish juga mengungkapkan, bahwa banyak jasa Habibie yang tak bisa ia lupakan, terutama pengangkatannya sebagai Duta Besar Mesir saat Pak Habibie menjabat pada tahun 1999.
Berkat amanah tersebut, Prof. Quraish berhasil menyelesaikan karya monumentalnya, Tafsir Al-Mishbah. Ucapan terimakasihnya kepada Habibie, bahkan disebutkannya secara khusus dalam penutup Tafsir Al-Mishbah.
Memang, menulis tafsir al-Qur’an secara utuh merupakan cita-cita besar yang dipendam puluhan tahun oleh Prof. Quraish, dan belum juga kesampaian. Bagi beliau, untuk mewujudkannya butuh konsentrasi penuh. Bahkan beliau menyebut perlu untuk “mengasingkan diri” atau bahkan dipenjara bila perlu. Seperti halnya Buya Hamka. Namun, kesibukan dan berbagai tugas yang diembannya selalu saja menghadang.
Bahkan, ada satu surat yang isinya cukup menggugah dan membulatkan tekad Prof. Quraish dalam menulis tafsir Al-Mishbah. “Kami menunggu karya ilmiah pak Quraish yang lebih serius”. Begitu isi sepucuk surat yang terselip di antara tumpukan surat para penggemar yang tak diketahui namanya.
Hingga akhirnya kesempatan “diasingkan” itu datang juga. Bukan diasingkan atau dipenjara, seperti halnya Buya Hamka, melainkan ditugaskan oleh Presiden BJ Habibie menjadi Duta Besar Mesir, Somalia, dan Jibouti. Dengan ini, beliau berkesempatan mengakses ke berbagai perpustakaan di negeri Piramid tersebut, mengakses berbagai kitab-kitab klasik.
Bagi Prof. Quraish Shihab, ditugaskan menjadi Dubes merupakan suatu keberkahan. Semula beliau enggan mengambil kesempatan tersebut. Namun Mesir merupakan negara tempat almamater Prof. Quraish menimba ilmu, di Universitas Al-Azhar, di samping Mesir memiliki iklim ilmiah yang cukup baik. Atas pertimbangan tersebut, Prof. Quraish akhirnya menerima amanah tersebut. Dengan amanah tersebut, menjadikan beliau mampu berkonsentrasi penuh dalam menulis tafsir yang merupakan cita-citanya sejak lama.
Prof. Quraish Shihab memulai menulis al-Mishbah pada hari Jum’at, 18 Juni 1999. Hingga akhir jabatannya sebagai Dubes pada 2002, MQS berhasil menuntaskan 14 Jilid Tafsir al-Mishbah. Sepulangnya ke Indonesia, beliau menyelesaikan penulisan jilid terakhir, jilid ke-15.
Padahal, semula Prof. Quraish Shihab tak bermaksud menulis sebanyak itu. Bahkan beliau hanya merencanakan akan menulis hanya tiga jilid saja. Namun, keterikatan hati dan kecintannya pada al-Quran dapat menjadikannya menulis hingga lima belas jilid. Tentu atas wasilah dari jasa Presiden BJ Habibie.
“Pada mulanya penulis hanya bermaksud menulis (kitab tafsir) secara sederhana, tetapi kenikmatan rohani yang terasa ketika bersama al-Quran mengantar penulis mengkaji, membaca dan menulis sehingga tanpa terasa karya ini mencapai lima belas jilid.” Ungkap Prof. Quraish dalam penutup Tafsirnya. Alhamdulillah, tepat pada Jumat, 5 September 2003 / 8 Rajab 1423 H di Jakarta, penulisan tafsir tersebut tuntas.
Akhirul kalam, kalau bukan berkat jasa Presiden BJ Habibie, bisa jadi kita tidak akan pernah mendapatkan pancaran ilmu dari Tafsir Al-Mishbah karya Prof. Quraish Shihab.
Wallahu a’lam bisshawab.