Dikenal dengan panggilan akrab Gus Sholah, beliau adalah salah satu dari ulama kenamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang dikenal sebagai sosok yang serba bisa. Tidak saja dikenal sebagai seorang ulama, beliau juga dikenal sebagai sosok politikus serta Intelektual. Lahir pada hari Jum’at 11 September 1942 di Jombong, merupakan anak dari KH. Wahid Hasyim, beliau adalah saudara dari tokoh Presiden ke 4 Republik Indonesia yaitu KH. Abdurrahman Wahid.
Sosok Gus Sholah meneruskan nama besar keluarga yang juga dikenal sebagai keluarga pahlawan, dimulai dari sang kakek yaitu pahlawan nasional sekaligus pendiri ormas Islam terbesar didunia yaitu Nahdatul Ulama. Akan tetapi, sosok Gus Sholah tidak mengambil keuntungan dari nama besar keluarga, kontribusi pemikiran beliau adalah hal penting yang turut mengharumkan Namanya, pemikiran beliau tersebar diberbagai surat kabar nasional.
Tidak jarang pemikiran itu, bertentangan dengan saudaranya sendiri yaitu Gus Dur. Dalam salah satu surat kabar Gus Sholah dan Gus Dur ‘berdebat’ dengan saudaranya mengenai pemikiran sang ayah, yaitu KH. Abdul Wahid Hasyim.
Dalam salah satu tulisan berjudul “KH. A. Wahid Hasyim, Pancasila dan Islam” adalah tulisan yang menanggapi tulisan saudaranya yaitu Gus Dur yang berjudul “KH. A. Wahid Hasyim, NU dan Islam” pada tahun 1998 di Media Indonesia. Perbedaan pandangan atas sang ayah ini, menurut Gus Dur dalam tulisannya, bahwa sang ayah dalam perumusan Pancasila, merupakan dasar Negara atas Hukum Islam. Gus Dur menganggap bahwa sang ayah dengan sikapnya merupakan sosok yang Liberal, dinamis dan berdampak penting bagi perjuangan organidsdi saat itu.
Sedangkan Gus Sholah memiliki pandangan yang berbeda menanggapi tulisan Gus Dur. Menurut Gus Sholah sikap sang ayah yang menyetujui penghapusan tujuh kata Piagam Jakarta, bukanlah sikap yang mutlak dan bukan pula menunjukkan bahwa sang ayah adalah sosok yang Liberal ataupun Sekuler. Gus Sholah menganggap bahwa Pancasila dalam sila pertama telah menunjukkan bahwa negara Indonesia bukanlah negara Sekuler. Perdebatan kedua saudara ini kemudian dibukukan yang berjudul “KH. A. Wahid Hasyim dalam Pandangan Dua Puteranya” terbit pada tahun 2015.
Gus Sholah tidak saja aktif menulis, beliau juga dikenal sebagai sosok politikus. Dan tak jarang sebagai politikus beliau juga bersebarangan dengan sang kakak yaitu Gus Dur. Dalam kancah perpolitikan nasional, kedua saudara ini memiliki perbedaan terutama dalam alat perjuangan, Gus Dur pernah menyayangkan adiknya itu yang tercatat sebagai pendiri Partai Kebangkitan Umat (PKU), sedangkan Gus Dur sendiri telah lebih dulu mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Walau memiliki sederet perbedaan pandangan, bukan berarti terjadi perpecahan diinternal keluarga, dalam tradisi Islam perbedaan pandangan adalah hal yang biasa saja dan tidak bias dipertentangkan.
Karir politik Gus Sholah, terakhir sebelum memutuskan untuk kembali mengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, adalah mencalonkan diri bersama Wiranto sebagai calon wakil presiden dan calon presiden pada Pilpres 2004, kemudian kembali berkonsen untuk mengurus Pondok Pesantren.
Gus Sholah merupakan sosok yang sederhana, ulama kebanggan bangsa Indonesia ini, memiliki banyak hal yaitu Ulama, Intelektual sekaligus dikenal sebagai Politikus bersatu dalam sosok yang disapa Gus Sholah. Tulisan terakhirnya di Harian Kompas yang berjudul “Refleksi 94 Tahun NU” adalah pendapat terakhir beliau mengenai ormas Islam terbesar didunia yaitu NU, yang sebentar lagi akan mengadakan Konbes dan Mukhtamar yang akan dilaksanakan di Lampung itu.
Sebagai salah satu tokoh pentin, Gus Sholah dalam tulisannya memberikan berbagai pendapatnya atas organisasi Nahdlatul Ulama yang telah berumur 94 tahun, baik dalam hal pandangan keagamaan serta sikap politik. Tulisan terakhir ini merupakan pandangan Gus Sholah serta evaluasi terhadap organisasi Islam ke depan yang bisa dibawa ke Konbes atau Mukhtamar yang akan datang.
Kini, sosok yang sederhana itu telah pergi meninggalkan kita semua, tepat pada tanggal 2 Februari 2020, pukul 21.00 Wib menghembuskan nafas terakhirnya. Kepergian beliau memang meninggalkan luka dan kesedihan bagi keluarga juga bagi bangsa Indonesia, apa yang telah dilakukan dan diperjuangkan oleh beliau akan terus dikenang dan diteruskan oleh generasi selanjutnya. Selamat jalan Bapak Bangsa! Al-Fatihah…