Banyak hal yang bisa penulis deskripsikan terkait Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D. (selanjutnya: Prof. Kyai Yudian), karena tokoh nasional dan bahkan internasional ini telah memberikan kontribusinya yang sangat berarti untuk bangsa Indonesia, baik dalam bidang pendidikan maupun bidang-bidang lainnya. Kiprahnya sebagai seorang ilmuan/peneliti, pemikir, birokrat dan kyai sudah banyak dikenal oleh orang banyak. Tulisan singkat ini tentunya tidak dapat memuat semua aspek tersebut. Di sini penulis hanya fokus mendeskripsikan kontribusinya sebagai seorang kyai. Tulisan ini didasarkan pada observasi dan interaksi langsung dengan beliau, serta wawancara dengan beberapa informan yang relevan, khususnya murid-muridnya.
Yudian Wahyudi (lahir pada 17 April 1960), yang saat ini diberi amanah sebagai Kepala Badan Pembinaan Idelogi Pancasila (BPIP), adalah seorang kyai yang memiliki ide-ide cemerlang dalam pengembangan pendidikan di pondok pesantren. Secara prinsipil, beliau memiliki ghirah dan antusiasme yang sangat tinggi untuk menciptakan generasi muda yang tidak hanya memiliki keilmuan keislaman, tetapi juga menguasai sains dan teknologi.
Pada tahun 2006 beliau mendirikan Pondok Pesantren Nawesea di Sekarsuli dan diresmikan oleh K.H. Abdurrohman Wahid (Gus Dur). Banyak orang bertanya-tanya saat itu tentang arti nama pesantren tersebut. Beliau menjelaskan bahwa Nawesea itu merupakan kependekan dari North America (Amerika Utara), Western Europe (Eropa Barat) and South-East Asia (Asia Tenggara). Selain itu, Nawesea diambil dari kata dalam bahasa Arab, yakni nawashi (orang-orang cerdas). Dengan nama ini, beliau berharap agar alumni pondok pesantren ini menjadi orang-orang cerdas dan dapat melanjutkan studi atau bekerja di negara-negara tersebut, tanpa melupakan pengabdiannya kepada bangsa dan negara tercinta, Indonesia.
Karena itu, pondok pesantren ini awalnya mendidik lulusan-lulusan S1 dari berbagai bidang keilmuan. Mereka dididik Bahasa Inggris dan Bahasa Arab secara aktif dan intensif. Demikian juga, mereka dilatih bagaimana melakukan penelitian dan menulis artikel akademik dalam bahasa asing secara baik. Prof. Kyai Yudian, yang merupakan alumnus dari PP Tremas (1973-1978) dan PP Al-Munawwir Krapyak (1978-1979), bersama teman-temanya, termasuk saya, sangat aktif membimbing mahasantri atau santi pascasarjana tersebut.
Dalam waktu kira-kira empat tahun, hasil pendidikan dan bimbingannya di pesantren ini mulai terlihat. Hampir semua alumninya mendapatkan beasiswa untuk studi di berbagai perguruan tinggi di luar negeri. Widya Priyahita (saat ini: Rektor UNU Yogyakarta dan anak menantunya), misalnya, berhasil mendapatkan beasiswa dari Russian Government Scholarship dan RANEPA Scholarship untuk menempuh program S2 (2015-2018) dalam bidang Global Public Policy di Russian Presidential Academy, Moscow, Rusia. Kun Akabir (saat ini bekerja di Belanda) melanjutkan S2 (2010-2011) dalam bidang Islamic Studies di Leiden University, Belanda. Ariza Fuadi (saat ini: dosen di UNDIP) berhasil melanjutkan dan menyelesaikan studi S3 (2019-2023) dalam bidang International Development di Nagoya University, Jepang, dengan beasiswa LPDP. Moeso Andrianto (saat ini: peneliti di BRIN) menempuh program S3 (2019-2023) dalam bidang Mechanical Engineering di National Central University, Taiwan, dengan beasiswa dari negara tersebut. Nur Hidayatulloh (saat ini: dosen di Unsri) mendapatkan beasiswa LPDP untuk menempuh program S3 dalam bidang Hukum Pidana Internasional di Maastrich University, Belanda.
Mereka adalah sebagian alumni PP Nawesea yang dahulu mendapatkan pendidikan dan bimbingan serta inspirasi dari Prof. Kyai Yudian, sehingga mereka dapat melanjutkan studi di luar negeri dan mendapatkan beasiswa. Beliau adalah seorang kyai yang bertekad dan berusaha untuk memajukan santri-santrinya dan tekadnya itu telah dan sedang menjadi kenyataan.
Sejak tahun 2011 yang saat itu Prof. Kyai Yudian yang memiliki keilmuan yang mendalam dalam bidang tafsir Al-Qur’an dan Ushul Al-Fiqh ini, mulai diamanahi jabatan sebagai Deputi Bidang Keagamaan di Menkokesra (2011-2014), beliau berpikir bahwa, meskipun pendidikan untuk mahasantri telah menunjukkan hasilnya, perhatian beliau beralih ke pendidikan anak-anak dan remaja. Yang menjadi pertimbangan saat itu adalah bahwa mendidik dan membangun generasi penerus bangsa harus dimulai sejak anak-anak. Karena itu, beliau mendirikan Taman Kanak-kanak (TK) pada tahun 2010, Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2010 dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sunan Averroes pada tahun 2011 di Pesantren Nawesea tersebut.
Pada tahun 2024 didirikan juga Sekolah Menengah Atas (SMA) Pancasila. Metode pembelajaran dan pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah ini adalah, selain pengajaran di kelas di pagi hari dan siang hari, juga metode tikrar, yakni mengulang-ulang apa yang sudah diajarkan, khususnya mata pelajaran Matematika, IPA serta Bahasa Inggris, di malam hari. Pengajian ilmu keagamaan, seperti mengaji Al-Qur’an, kitab-kitab kuning dan Bahasa Arab, diberikan kepada para santri. Selain itu, para santri dibiasakan untuk menjadi imam shalat secara bergantian, sehingga mereka terlatih sejak dini untuk hal ini.
Bahkan, penulis beberapa kali melihat Prof. Kyai Yudian kerso menjadi makmum kepada imam yang notabene-nya masih santri itu. Jumlah santri yang bersekolah di PP Nawesea memang tidak sebanyak santri yang ada di pesantren-pesantren lain di Yogyakarta, tetapi mereka relatif memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi. Sebagian besar dari mereka mendapatkan beasiswa dari beliau sendiri selama tiga tahun. Hal ini dilakukannya dengan penuh keikhlasan dan demi kemajuan/kesuksesan mereka.
Dengan metode pengajaran dan pendidikan tersebut, beberapa prestasi pun diraih oleh para santri Nawesea. Misalnya, pada tahun 2024 SDIT Sunan Averroes menempati ranking ke 11 terbaik pada Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD) dari 23 SD di Kecamatan Berbah. Di tahun yang sama salah seorang santri mendapat nilai tertinggi, yakni 91,5, pada ASPD di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal yang perlu dibanggakan juga adalah bahwa lulusan SMP Sunan Averroes sebagian diterima di sekolah-sekolah favorit, seperti SMAN 1 Yogyakarta, SMAN 3 Yogyakarta dan MAN Insan Cendikia. Dari data-data ini, dapat terlihat bahwa Prof. Kyai Yudian, bersama para ustadz/guru, telah berhasil dalam mendidik generasi muda cerdas dan shalih. Keberhasilan ini tentunya akan terus dipertahankan dan ditingkatkan di masa-masa yang akan datang.
Hal yang perlu dicatat juga adalah bahwa Prof. Kyai Yudian medirikan Tarekat Sunan Anbiya dan Majlis Ayat Kursi, di mana dzikir-dzikir yang dibaca, selain berupa ayat-ayat suci Al-Qur’an, juga kalimat-kalimat yang beliau gubah sendiri, yang semuanya itu dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan Asma-Nya dan doa-doa untuk mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat. Majlis Ayat Kursi sampai saat ini masih dilakukan secara berjamaah dan rutin oleh para santri dan masyarakat umum. Penulis bahkan sesekali melihat atau mendengar bahwa beberapa orang dari kalangan pejabat, militer, akademisi dan masyarakat umum meminta ijazah dari beliau.
Berdasarkan data-data tersebut, penulis menegaskan bahwa Prof. Kyai Yudian adalah kyai yang memiliki dedikasi yang sangat tinggi untuk memajukan generasi muda melalui pendidikan pesantren dan memiliki kreasi-kreasi positif tertentu dalam meningkatkan spiritualitas generasi muda dengan harapan bahwa mereka pada saatnya akan menjadi manusia yang berilmu, beradab dan siap untuk mengabdi kepada bangsa dan negara. Beliau adalah kyai yang cemerlang.