Bagaimana Melihat dengan Jernih Kontroversi Kepala BPIP Tentang Agama dan Pancasila?

Bagaimana Melihat dengan Jernih Kontroversi Kepala BPIP Tentang Agama dan Pancasila?

Kontroversi Prof. Yudian tentang agama dan pancasila memantik perdebatan lawas tentang relasi keduanya

Bagaimana Melihat dengan Jernih Kontroversi Kepala BPIP Tentang Agama dan Pancasila?

Hubungan antara agama dan Pancasila kembali menuai kontroversi setelah viral pernyataan kepala BPIP Profesor Yudian Wahyudi dalam wawancara oleh Detik.com, “Agama menjadi musuh besar Pancasila”.

Tentu saja pemenggalan kalimat yang dilakukan oleh media tersebut kurang tepat dan sangat berpengaruh terhadap pemikiran masyarakat luas. Orang-orang yang salah paham dengan pemenggalan kalimat tersebut tentu cenderung mudah tersulut emosinya.

Jika kita kaji mendalam terkait sejarah lahirnya gagasan Pancasila, Agama merupakan aspek paling dasar dalam kajian Soekarno. Pancasila tak akan lahir tanpa pendalaman yang ‘radikal’ tentang syariat agama, utamanya agama Islam. Penemuan 5 gagasan dasar ideologi bangsa melalui perenungan Soekarno di tempat pengasingannya di kepulauan Ende, Nusa Tenggara Timur ini tak jauh dari peran serta para tokoh agama.

Sebagaimana diceritakan dalam buku berjudul Bung Karno, Sang Singa Podium” karya Rhien Soemohadiwidjojo, selama berada di tempat pengasingannya, Soekarno memang dekat dan banyak belajar melalui para pemuka agama. Dalam buku tersebut, diceritakan pula bagaimana proses perenungan nilai-nilai yang disebutnya “Mutiara Ende” (Pancasila) di bawah pohon Sukun yang rindang.

Para pencetus poin-poin dasar Pancasila yang lain seperti Mohammad Yamin, Dr. Soepomo, dan Moh. Hatta merupakan tokoh-tokoh kebangsaan yang tentu juga dari kalangan beragama. Para tokoh dibalik penghapusan kalimat pertama dalam Piagam Jakarta yang berbunyi “Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bahi para pemeluknya” juga merupakan kaum agamawan seperti KH. Abdul Wahid Hasyim.

Sejak pencetusan Pancasila sebagai dasar negara, hubungan antara Pancasila dan Agama nampak harmonis dan saling melengkapi. Agama menjadi penyeimbang dalam kehidupan sehari-hari. Mereka berjalan beriringan dan seirama.

Meski keduanya nampak harmonis, ternyata keberadaan Pancasila kini mendapat kecaman dan penolakan dari kelompok yang gencar mempertentangkan eksistensi Pancasila. Mereka sering membenturkan antara Pancasila dengan agama yang dianutnya. Mereka menilai bahwa Pancasila merupakan produk manusia, bukan hukum Allah, sehingga haram hukumnya tunduk pada hukum toghut.

Pernyataan tersebut sering muncul dari para simpatisan Isalmic State (ISIS), Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Anshorut Daulah (JAD) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan para kelompok yang memiliki afiliasi jaringan teroris internasional, yang jelas tujuan mereka ialah untuk menegakkan “Daulah Islamiyah” seraya menghapus sistem demokrasi dan ideologi Pancasila yang dianggapnya ‘toghut’.

Selain karena tantangan adanya ideologi lain, perubahan zaman yang kian pesat membuat keberadaan Pancasila makin banyak dilupakan oleh bangsa Indonesia sendiri. Kecenderungan bersikap mayoritarianisme di zaman modern ini membuat orang sering mengabaikan fungsi Pancasila sebagai asas pemersatu bangsa serta penghapus sekat-sekat paradigma mayoritas-minoritas yang kerap menghantui bangsa Indonesia.

Jika kita kaji kalimat kepala BPIP yang dipenggal dari konteks utuhnya dan kemudian viral tersebut, tak lebih maknanya untuk sebuah kritikan kepada kaum-kaum yang beragama secara tekstualis dan kerap mempertentangkan eksistensi Pancasila.

Selama ini, seperti telah tertulis di atas, agama dan Pancasila merupakan nada yang seirama dan selama ini terus berjalan beriringan. Agama menguatkan Pancasila, begitu pula peran Pancasila menguatkan eksistensi ajaran daripada suatu agama. Tidak ada pertentangan antara keduanya.

Sebagaimana sebuah kutipan kalimat yang penulis sadur dari tulisan Gus Dur dalam kata pengantar buku NU dan Pancasila karya Einar Martahan Sitompul yang bunyinya, “Hakekatnya orang berasas Pancasila karena kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedang orang berakidah Islam adalah sebagai tindakan nyata mengkongkretkan Pancasila dalam salah satu bidang kehidupan bangsa, yaitu kehidupan beragama.

Hubungan antara agama dengan pancasila adalah hubungan yang saling mengisi satu sama lain,” kiranya begitulah harmonisasi hubungan antara Agama dan Pancasila yang senada dan seirama. Keduanya merupakan fondasi negara dan harus terus dipertahankan oleh bangsa ini.