Haid adalah perkara yang telah Allah tetapkan bagi perempuan. Saat haid, mereka dilarang melaksanakan beberapa ibadah, dua diantaranya adalah shalat dan puasa. Namun ketentuan puasa dan shalat berbeda, perempuan yang haid diwajibkan mengqadha puasa Ramadhan yang ditinggalkannya, sedangkan shalat tidak perlu diqadha.
Perbedaan ketentuan ini mungkin saja membuat kita bertanya-tanya, mengapa shalatnya perempuan yang haid tidak perlu diqadha?
Pertanyaan ini sendiri sebetulnya pernah diajukan oleh seorang perempuan kepada Aisyah RA. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah:
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْهَا: أَتَقْضِي الْحَائِضُ الصَّلَاةَ؟ قَالَتْ لَهَا عَائِشَةُ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قَدْ كُنَّا نَحِيضُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ نَطْهُرُ، وَلَمْ يَأْمُرْنَا بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Dari Aisyah Ra, bahwasanya seorang perempuan bertanya kepadanya “Apakah orang yang haid menggadha shalat? Aisyah pun berkata “Apakah engkau haruriyah (khawarij)? “Kami haid pada masa Nabi Saw kemudian bersuci, beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqadha shalat” (HR Ibnu Majah)
Aisyah bertanya “Apakah engkau haruriyah” dikarenakan orang-orang haruriyah adalah cikal bakal terbentuknya kaum Khawarij. Haruriyah sendiri merupakan orang yang dinisbatkan kepada Harura, sebuah tempat di pinggir kota Kufah. Menurut sekte Khawarij, perempuan yang haid wajib mengqadha shalat yang ditinggalkannya selama haid.
Mengenai perihal qadha shalat perempuan yang haid, Prof. Quraish Shihab mengatakan bahwa dalam Islam ada ibadah yang dapat diketahui penjelasannya, namun ada pula ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sejak semula, tanpa diberi penjelasan mengapa seperti ini dan seperti itu.
Misalnya shalat shubuh ditetapkan dua rakaat, shalat dzuhur empat rakaat dll. Begitu pula dengan kewajiban qadha puasa. Aisyah RA juga tidak menjelaskan mengapa perempuan yang haid tidak perlu mengqadha shalat, ia hanya mengatakan bahwa di masa Nabi, beliau tidak pernah memerintahkan para perempuan yang haid untuk mengqadha shalat.
Meskipun demikian, sesungguhnya ada hikmah luar biasa dari ketetapan ini, sebagaimana yang dikatakan Prof. Quraish Shihab. Shalat dilaksanakan lima kali dalam sehari. Jika seorang perempuan haid selama tujuh hari, berarti ia harus mengqadha shalat sebanyak 35 kali. Lalu bagaimana jika ia haid selama 14 hari? Maka kewajiban mengqadhanya menjadi dua kali lipat. Apalagi perempuan biasanya mengalami haid setiap bulan. Betapa beratnya kewajiban qadha shalat yang harus ditunaikannya.
Berbeda dengan puasa Ramadhan, puasa Ramadhan hanya diwajibkan sebulan dari 12 bulan. Jika pada bulan itu perempuan mengalami haid selama tujuh hari, maka ia wajib mengqadha tujuh puasa dalam tempo satu tahun. Jangka waktu yang cukup lama untuk mengganti tujuh puasa Ramadhan yang ditinggalkannya.
Selain itu, dalam shalat ada ketentuan yang membutuhkan konsentrasi dan kekhusyukan, misalnya ketika shalat kita tidak boleh berjalan-jalan, sedangkan ketika berpuasa kita boleh berjalan-jalan. Saat shalat kita tidak boleh tertawa, sedangkan ketika saat berpuasa kita boleh tertawa. Sehingga mengqadha puasa akan terasa lebih mudah dibanding mengqadha shalat.
Argumen yang disampaikan Prof. Quraish Shihab ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan al-Mawardi dalam kitab al-Haawi al-Kabiir.
وَالْفَرْقُ بَيْنَ الصَّلَاةِ فِي الْقَضَاءِ وَالصَّوْمِ فِي وُجُوبِ الْقَضَاءِ لُحَوْقُ الْمَشَقَّةِ فِي قضائها للصلاة دون الصيام فزادت المشقة فِي قَضَائِهَا وَقَلِيلَةُ الصِّيَامِ وَعَدَمُ الْمَشَقَّةِ فِي قَضَائِهِ.
“Perbedaan antara qadha shalat dan kewajiban qadha puasa bagi perempuan haid adalah adanya masyaqqah untuk mengqadha shalat (setelah bersuci). Berbeda dengan puasa, (Jika perempuan haid) wajib mengqadha shalat yang ditinggalkan maka akan bertambah masyaqqahnya. Dan sedikitnya puasa dan tidak ada masyaqqah dalam mengqadhanya”
Sesungguhnya agama tak pernah memberatkan, melainkan selalu memudahkan pemeluknya. Rasulullah SAW bersabda
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al Ghadwah (berangkat di awal pagi) dan ar-ruhah (berangkat setelah zhuhur) dan sesuatu dari ad-duljah (berangkat di waktu malam) (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam bisshawab