Apa yang kaurasakan usai membaca sebuah buku yang begitu berkesan? Bagi saya, kesan begitu selesai membaca buku dengan ketebalan 113 yang ditulis oleh Ibu Nyai Dra. Hj. Badriyah Fayumi, Lc., M.A., ini benar-benar sesuai judulnya; mencerahkan dan membuka pikiran sebagai pembaca.
Banyak mengungkap fakta-fakta baru dalam melihat peran perempuan dari berbagai masa—mulai sebelum Islam, masa Nabi, pasca Nabi, bahkan di Indonesia sebelum merdeka hingga masa kini—, telah berkontribusi besar dalam membangun peradaban.
Penulis yang merupakan A’wan PBNU ini, pada pengantar buku mengilustrasikan, “ibarat burung yang hanya bisa terbang sempurna jika dua sayapnya mengepak, peradaban manusia pun demikian.” Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah Swt., untuk bersama-sama berkontribusi pada peradaban sehingga dunia bergerak maju secara serasi. Namun menurutnya, sangat disayangkan tidak banyak catatan yang memberikan perhatian khusus terhadap perempuan dalam sejarah.
Di dalam buku ini, penulis yang juga merupakan Ketua Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), menuliskan data-data dan fakta-fakta berdasarkan referensi dari Al Qur’an, hadist, dan berbagai literatur menunjukkan tentang bagaimana peran perempuan dari setiap masa dalam membangun peradaban manusia, terbukti sangat strategis yang patut diketahui.
Misalnya, sejumlah perempuan yang secara langsung diceritakan di dalam Al Qur’an, seperti kisah Maryam, Ratu Balqis dari Saba, dan Asiyah istri Fir’an. Bahwasanya kisah-kisah mereka patut dijadikan inspirasi sebagai spirit hidup bagi setiap muslim dan muslimah, dan menunjukkan jika perempuan memiliki posisi pelaku peradaban yang sekaligus mampu mematahkan mitos dan stereotipe, serta diskrimininasi gender yang kerap terjadi terhadap perempuan dari masa ke masa.
Maryam ibunda Isa as., adalah simbol kesetaraan perempuan dan laki-laki di hadapan Allah Swt. Maryam adalah perempuan salihah yang dipilih Allah untuk memupus mitos tentang ekslusivitas laki-laki dalam menempati singgasana tersuci dalam agama (mihrab).
Adapun Ratu Balqis adalah simbol kepemimpinan politik perempuan yang berhasil menyejahterakan rakyatnya dan menjadikan keselamatan rakyat lebih penting daripada tampuk kekuasaannya. Sedangkan Asiyah adalah perempuan hebat dalam Al Qur’an yang menunjukkan di tengah kuatnya kekuasaan dan kekejaman Fir’aun, sebagai perempuan ia tetap mampu independen, sebagai istri ia tidak terbius oleh kemewahan duniawi istana dan kebesaran suaminya sebagai raja. Dengan kecerdasan dan kelembutan, ia mampu menyelamatkan Musa. Dengan teguh ia mempertahankan keimanannya hingga ajal menjemput.
Pembahasan buku ini terbagi dalam lima bagian.
Pada bagian satu, membahas tentang perempuan-perempuan mulia yang ada di dalam Al Qur’an itu. Lalu dilanjutkan perempuan pada masa Rasulullah Muhammad Saw., yang disebutkan menjadi puncak kontribusi perempuan dalam membangun peradaban Islam. Mengungkap bagaimana sosok Khadijah sebagai pebisnis sukses yang memiliki jaringan internasional dan sangat dihormati.
Di sisi lain juga menjadi istri yang selalu hidup di hati Rasulullah Saw., karena keluhuran pribadi dan besarnya peran serta pengorbanannya saat mendampingi Rasulullah.
Pada bagian dua, secara lebih spesifik membahas berbagai role model perempuan pada masa Rasulullah Saw., yang bisa dijadikan keteladanan perempuan hingga saat ini di era modern. Menggambarkan bagaimana sosok Aisya ra., sebagai istri yang cerdas, aktif dan mempesona. Yang menjadi referensi para sahabat karena penguasaannya dalam hadist dan fiqih.
Ia pun tercatat menjadi salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist sebagai rujukan bagi seluruh umat Islam. Dari Aisyah-lah umat muslim mendapatkan gambaran bagaimana kehidupan Rasulullah sehari-hari. Bahkan juga menunjukkan sebagai sahabat perempuan yang melek politik yang terjadi pada masa itu.
Lalu menggambarkan sosok Hafshah binti Umar ra., sebagai penghafal Al Qur’an yang jasanya sangat besar dalam penulisan mushaf. Lantas sejumlah perempuan di keluarga Rasulullah lain seperti Zainab binti Jahsy ra., Ummu Salamah ra., Fatimah, Ruqayyah, serta Ummu Kulsum, yang banyak memberikan keteladanan sebagai seorang perempuan di tengah berbagai ujian. Semua terangkung dalam sub bahasan perempuan-perempuan penggerak perubahan, perempuan independen, perempuan tangguh, perempuan single parent, dan agar perempuan tak menjadi rentan.
Pada bagian ini digambarkan bahwa sosok Khadijah dan Fatimah sebagi sosok perempuan independen dalam ruang yang berbeda.
Jika Khadijah sebagai perempuan independen dalam kapasitas sebagai istri dan perempuan yang mapan, matang, dan sukses dalam profesinya sebagai pebisnis. Adapun Fatihah adalah simbol perempuan independen dalam kapasitas sebagai istri yang mendedikasikan diri sebagai ibu rumah tangga. Kekuatan iman dan cintanya mengantarkan Hasan dan Husain sebagai mahkota keturunan Nabi. Urusan rumah tangganya dilakoni sendiri.
Pada bab ini juga mengungkap rahasia di balik ketangguhan para perempuan yang berkontribusi dalam sejarah peradaban Islam dengan berbagai tantangan dalam kehidupannya, selalu memegang prinsip tak pernah terlepas dari agama, bertumpu dengan iman yang kuat, dan ilmu sebagai sumber ketangguhan. Mereka juga menyertai dalam setiap perjuangannya dengan keiklasan dan kesabaran.
Selain itu, bab ini ada pembahasan khusus yang menunjukkan bahwa, Rasulullah hatinya sangat dekat dan begitu tinggi menjunjung para perempuan single parent. Di mana di masyarakat modern masih kerap mendapatkan stereotip negatif dan disebut ‘janda’ dengan label negatif tertentu. Padahal bagi banyak perempuan, adakalanya mereka menjadi orang tua tunggal (OTT), sesungguhnya bukan pilihan, melainkan nasib dan keadaan yang memaksakan demikian.
Pada bagian tiga, poin utama pembahasan buku ini menyangkut perempuan di Indonesia yang memiliki andil dan peran sebagai penentu dalam terwujudnya visi besar menjadi pusat peradaban Islam dunia. Dengan berbagai argumen yang sangat logis karena Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Baca juga: Catatan Amirul Hajj, Ulama Perempuan Badriyah Fayumi: Haji Ramah Lansia dan Perjalanan Haji 1444 H
Perempuan Indonesia telah mencetak banyak prestasi dan memiliki reputasi sebagai kampium, pimpinan, penggerak, inspirator, pakar, dan praktisi di berbagai bidang. Di antara perempuan Indonesia pernah menjadi presiden, banyak yang menjadi gubernur, walikota, hingga ketua RT. Di legislatif pusat dan daerah, lembaga yudikatif, aparat penegak hukum, selalu ada perempuan, meski jumlah dan persentasenya masih perlu ditingkatkan. Namun itu semua pada dasarnya sekaligus menjadi cerminan dari capaian muslimah juga, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim.
Badriyah Fayumi juga menyebut bahwa, menjadi muslimah di Indonesi merupakan hal yang wajib disyukuri. Karena hidup di negara berpenduduk muslim mayoritas terbesar di dunia. Konstitusi di Indonesia tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Di tengah banyak muslimah menjadi minoritas di negara lain, untuk sekadar berjilbab harus melakukan perjuangan berat, dan sangat membatasi aktivitas perempuan. Di negara ini, sebagai perempuan bisa menjadi apa saja, dan sebagai muslimah, tidak ada aturan yang menghambat, dalam berkarier tetap bisa menggunakan hijab sesuai syariat.
Pada bagian empat, secara garis besar pembahasan lebih kepada topik kecantikan perempuan dalam empat dimensi. Ini bisa dikatakan perspektif baru yang merupakan pemikiran otentik dari Ibu Nyai Dra. Hj. Badriyah Fayumi, Lc., M.A., yang belum dibahas pada buku-buku lain tentang perempuan, muslimah atau kecantikan. Disebutkan bahwa, kecantikan muslimah adalah kecantikan empat dimensi, yaitu dimensi lahiriah-ilahiah, dimensi batiniah-ilahiah, dimensi lahiriah-insaniah, dan dimensi batiniah-insaniah. Yang pertama dan kedua terkait hablumminallah (hubungan dengan Allah), sementara yang ketiga dan keempat adalah terkait hablumminannas (hubungan dengan manusia).
Pada sub bab, juga dibahas secara khusus bagaimana transformasi spiritual Kartini, sosok pahlawan nasional perempuan yang selalu identik dengan emansipasi wanita. Disebutkan bahwa, “dengan caranya yang cerdas dan santun, Kartini telah menjadi bagian penting upaya penafsiran Al Qur’an yang pertama di Indonesia.”
Penulis mengungkap kisah Kartini belajar agama dengan Kiai Soleh Darat. Bagaimana berbagai dialog Kartini dengan Sang Guru ketika belajar agama dan menyambut hidayah, di tengah banyak hambatan baik dari keluarga maupun pemerintah Belanda, sangat menyentuh dan inspiratif.
Adapun bagian lima, merupakan bagian pembahasan inti yang dijadikan sebagai judul, yaitu pembahasan bagaimana dalam Islam memang memerintahkan berhijab untuk menutup aurat, namun tidak lantas juga menjadi penutup, sekat, dan penghalang bagi aktivitas sosial sebagai perempuan. Justru dalam Islam diperintahkan agar senantiasa membuka pikiran, agar menjadi muslimah yang cerdas, visioner, kreatif, dan berdaya. Selayaknya figur-figur para muslimah yang turut andil dalam membangun peradaban Islam, baik yang dikisahkan di dalam Al Qur’an, maupun pada masa Rasulullah Muhammad Saw., yang menjadi puncak kontribusi perempuan dalam peradaban Islam.
Buku ini meski jumlah halamannya tidak tebal, namun pembahasannya sangat berbobot, kalimatnya padat dengan data, argumennya sangat kuat, dan banyak menyajikan perspektif baru tentang peran seorang perempuan. Berhasil bisa membuka pikiran siapa saja yang membacanya. Bagus dibaca tidak hanya bagi muslimah, tapi para laki-laki pun patut membacanya.
Identitas Buku
Judul : Tutup Auratmu, Buka Pikiranmu: Sketsa Muslimah Fondasi Peradanan
Penulis : Badriyah Fayumi
Tahun Terbit: 2024
Penerbit: Afkaruna
Tebal : xviii-113 hlm