Pernahkah kita mendengar kejadian imam masjid menangis saat mengimami shalat? Dalam beberapa video terlihat seorang imam masjid di luar negeri menangis terisak-isak saat mengimami shalat. Ketika imam tersebut menangis, sebagian jamaah bahkan secara masal ikut menangis.
Melihat kejadian itu, kita sebagai orang awam berfikir sekilas bahwa shalat yang dilakukan sampai keluar tetesan air mata adalah tangisan ketaqwaan kepada Allah SWT, atau hal itu merupakan kekhusyuan dan kenikmatan shalat karena di dalam hati mereka mengandung kemurnian untuk merasakan Dzat yang maha kuasa Allah SWT. Lalu, benarkah demikian?
Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Membuka Tirai Kegaiban, kenikmatan shalat tidak hanya terletak dalam sebuah tangisan. Jalal kemudian menceritakan kisah seorang pemuda yang bertanya pada guru tarekatnya.
“Mengapa saya tidak bisa menangis saat shalat?” tanya pemuda tersebut.
“Tetapi mengapa saya bisa menangis saat melihat penderitaan orang lain? Mengapa tidak ada tangisan yang saya rasakan ketika shalat seperti tangisan yang saya rasakan ketika melihat penderitaan orang lain?” pemuda tersebut memberondong gurunya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.
Pemuda tersebut ingin sekali merasakan nikmat di waktu shalat karena dalam sudut pandangnya orang yang menangis saat shalat merasakan kenikmatan yang luar biasa, dan bisa lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Guru tarekatnya pun menjawab, “Kamu lebih baik menangis melihat penderitaan orang lain dari pada menangis saat shalat.”
“Wahai guru, saya pernah menyaksikan rombongan jamaah haji. Ketika jamaah tersebut shalat di Masjidil haram, mereka menangis terisak-isak saat shalat tetapi setelah selesai shalat dan keluar dari masjid, mereka tertawa seperti tidak ada bekas tangisan saat shalat,” tutur pemuda tersebut.
Memang tidak ada yang melarang untuk menangis saat shalat. Nabi sendiri mengajarkan kita untuk menangis. Beliau bersabda, “Kalau kamu tidak dapat menangis, maka berusahalah agar kamu bisa menangis.”
Aisyah pernah bercerita bahwa saat tengah malam, Rasulullah SAW bangun dari tidurnya. Rasul menemuinya dan mengatakan, “Hai Aisyah, izinkanlah aku beribadah kepada Allah SWT.”
“Ya Rasulullah aku senang engkau dekat denganku, tetapi aku lebih senang jika engkau beribadah kepada Tuhanmu,” jawab Aisyah. Lalu Rasulullah mengambil Gharibah (wadah air) satu-satunya yang merupakan perkakas rumah tangga di rumahnya- untuk berwudhu dan melakukan shalat.
Aisyah menyebutkan bahwa ketika beliau memasuki surah yang dibacanya, Rasulullah menangis terisak-isak. Begitu pula ketika sujud. Janggutnya basah dengan air mata yang berlinang. Usai shalat, ketika Bilal memberitahukan bahwa sesaat lagi akan memasuki waktu subuh, Rasulullah makin terisak-isak menangis.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa tangisan Rasulullah saat shalat bukan karena hanya dibuat-buat saja, melainkan karena menghayati bacaan Al-Quran yang dibacanya. Tentunya, menghayati bacaan Al-Quran bisa dilakukan jika mengetahui maknanya, bukan?
Kita bias saja menangis secara tulus tanpa rekayasa saat shalat, tepatnya saat melakukan shalat tengah malam sendirian lalu membaca istighfar sebanyak- banyaknya dan meminta ampun kepada Allah SWT. Dengan catatan, hanya berduaan saja dengan Allah SWT dan mencurahkan segala isi hati kita hanya kepada Allah SWT.
Kalau kita menangis dalam keadaan ramai, boleh jadi penyebab tangisan tersebut hanyalah sugesti kelompok, karena kita mendengar orang lain terisak-isak, kita jadi ikut-ikutan menangis.
Wallahu a’lam.