
Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar memiliki perhatian yang sangat besar terhadap isu lingkungan. Apalagi belakangan krisis lingkungan terjadi di mana-mana dan mengancam kehidupan manusia. Beliau juga kerap mendiskusikan isu ini agar menjadi skala prioritas dalam kajian Islam. Dalam salah satu diskusi, ia menyebut bahwa sudah sepantasnya hifdzul bi’ah (melestarikan lingkungan) masuk dalam kategori kaidah universal dalam Islam, bersanding dengan hifdzul aqal (menjaga akal), hifdzul nafs (menjaga jiwa), dan seterusnya.
Alasan mengapa hifdzul bi’ah ini perlu didorong menjadi bagian penting dalam beragama karena daya rusaknya sangatlah besar. “Bahaya merusak lingkungan itu lebih besar daripada mengorbankan nyawa satu orang,” Tegas Prof. Nasaruddin Umar. Apabila lingkungan dan alam rusak, yang menjadi korban tidak hanya satu orang, tetapi juga satu kampung, bahkan satu negara bisa hancur.
Maka dari itu, sejak diberi amanat oleh Pemerintah untuk memimpin Masjid Istiqlal, Prof. Nasaruddin Umar memulai gerakan menjaga lingkungan ini dari masjid. Atas upayanya itu, Istiqlal pernah mendapat sebagai Green Mosque atau masjid ramah lingkungan pertama di dunia.
“Alhamdulillah, kami pernah mendapatkan beberapa penghargaan internasional yang diberikan untuk rumah ibadah ramah lingkungan,” Ungkap Prof. Nasaruddin Umar.
Selama memimpin Istiqlal, Prof. Nasaruddin melakukan renovasi besar-besaran agar masjid Istiqlal ramah lingkungan. Salah satunya dengan mengubah sistem listrik yang boros dan mengganti semua lampunya dengan lampu LED, sehingga dapat menghemat energi sampai 81 persen. Istiqlal juga menggunakan panel surya untuk menyimpan energi. Selain itu, berdasarkan hasil riset dari dua laboratorium: China dan Eropa, sirkulasi udara masjid Istiqlal dinilai bagus, sehingga dianggap satu-satunya ruang publik yang bebsar dari virus Covid-19 di Jakarta.
Masjid Istiqlal juga bekerja sama dengan Korea Selatan untuk menjernihkan air sungai sekitar Istiqlal. Konsep awalnya menjernihkan hulu sungai dan hilirnya digunakan untuk ikan hias. Sayangnya, program ini tidak berjalan sempurna, karena ada pergantian Menteri. Kendati demikian, kata Prof. Nasaruddin Umar, sekalipun adanya pergantian Menteri, kami tetap melanjutkan pemeliharaannya.
Perlu diketahui, Istiqlal juga menggunakan sekitar 75 juta liter air setiap tahun untuk berwudu. Namun, air tersebut tidak terbuang begitu saja, air ditampung dalam satu sistem bak air, penampungan di bawah tanah dan didaur ulang, sehingga bisa digunakan kembali, bahkan untuk diminum. Penelitian dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa air hasil daur ulang ini lebih jernih dan memiliki pH yang lebih baik dibandingkan air mineral yang dijual di toko.
“Selain itu, kami juga mengelola sampah dengan baik. Semua sampah di Istiqlal diolah, dengan plastik yang diproses menjadi produk yang dijual, sementara sisa sampah lainnya digunakan untuk pupuk. Sebelumnya, area sekitar Istiqlal penuh dengan kendaraan dan sampah, namun kini kami telah membangun dua lantai parkir bawah tanah yang dapat menampung hingga 1.000 kendaraan, mengurangi polusi dan kemacetan di sekitar Istiqlal,” Tambah Prof. Nasaruddin Umar.
Terakhir, Prof. Nasaruddin Umar mengingatkan supaya kita perlu memperbaiki lingkungan dan mempromosikan kesadaran terhadap pentingnya menjaga alam, seperti yang diajarkan dalam Al-Qur’an bahwa manusia memiliki peran sebagai khalifah di bumi, dan untuk itu kita harus menjaga alam.