Tepat pada hari ini, 14 tahun silam (19 Desember 2003), KH. Abdurrahman Wahid mengunjungi Gaza, Palestina. Jarang yang mengetahui kunjungan Gus Dur ini di kota kecil yang menjadi sentra pelawanan pejuang Palestina tersebut.
Di kota kelahiran mujtahid Imam Syafi’i ini, Gus Dur bersama beberapa anggota kongres AS dan para penggerak lintas agama di dunia serta para wartawan berdialog dengan anggota parlemen dan pemuka Palestina. Saat itu, Gus Dur juga diminta berpidato.
Orasi Gus Dur pada mulanya disampaikan menggunakan bahasa Inggris, namun karena banyak pemuda Arab yang meminta agar Gus Dur mengulangi pidatonya dengan bahasa Arab, maka beliaupun menyampaikannya dengan fasih sembari bernostalgia di masa muda saat kuliah di al-Azhar berikukt kesannya saat tinggal di Arab.
Selanjutnya, Gus Dur menyampaikan harapannya terkait bangsa Palestina, yaitu kemerdekaan bagi berdirinya sebuah Negara Palestina dan keadilan bagi seluruh rakyatnya.
Kunjungan bersejarah untuk meredakan konflik Palestina dan Israel ini dilakukan Gus Dur atas inisiatif pribadi. Posisi Gus Dur ini memang unik. Beliau menjadi anggota Shimon Peres Foundation, sekaligus memiliki akses terhadap elit negara-negara Arab, termasuk Palestina. Menurutnya, langkah memerdekakan Palestina bisa dilakukan dengan cara membawa mereka duduk di dalam perundingan sekaligus menentukan konsesi politik di pihak Palestina.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Gus Dur dari Jerussalem, tertanggal 20 Desember 2003, beliau selain mengkritik Israel, juga mengkritik Palestina. Khususnya terkait dengan perpecahan internal di kalangan pejuang.
“Palestina tidak memiliki kepemimpinan yang tangguh dan para pemimpin mereka saling bertengkar dalam perbedaan strategi dan garis perjuangan. Inilah yang harus mereka koreksi untuk diperbaiki dalam waktu dekat ini. Bagaimanapun juga, harus ada strategi perjuangan bagi sebuah bangsa, agar supaya segala macam energi dan kemampuan yang dimiliki bangsa itu dapat tersalur keluar menjadi alat perjuangan yang ampuh menghadapi lawan. Menurut penulis, strategi itu adalah perundingan yang lama dan berkepanjangan dengan pihak Israel, untuk memperjuangkan kemerdekaan sebagai negara dan keadilan.” tulis Gus Dur dalam sebuah artikel berjudul “Arti Sebuah Kunjungan”.
Apa yang dilakukan oleh Gus Dur adalah sebuah langkah berani yang strategis, karena beliau melibatkan diri dalam sebuah wadah pertarungan dua bangsa yang tidak akur selama lebih dari 60 tahun tersebut. Gus Dur mendorong dan mendukung perjuangan rakyat Palestina secara terbuka dengan mengupayakannya di jantung Gaza, kota kecil yang menjadi sentra perlawanan para pejuang, khususnya Hamas dan faksi Jihad Islam. Sebuah langkah kontradiktif nan efektif di tengah fitnah kejam di dalam negeri sendiri bahwa Gus Dur adalah antek Zionis.
Gus Dur tak peduli fitnah murahan ini. Sebab, baginya, membantu mewujudkan kemerdekaan Palestina itu lebih penting daripada sekadar menanggapi caci maki dan fitnah dari dalam negeri.
Wallahu A’lam bisshawab.
*) Abdul Malik Haramain, anggota DPR PKB