Hubungan sosial merupakan suatu pembentuk dasar bagi kehidupan bermasyarakat. Hubungan sosial dapat diartikan dengan singkat sebagai bentuk hubungan seseorang dengan orang lain diluar dirinya sendiri, dan termasuk hubungan seorang anak dengan orangtuanya. Tapi, bagaimana jika seorang anak memiliki keyakinan yang berbeda dengan orangtuanya?
Allah SWT berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (Q.S. Luqman :14)
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Luqman:15)
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sebagai seorang anak diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtua selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT. Jika seorang anak memiliki perbedaan keyakinan dengan kedua orangtuanya maka sepanjang bakti tersebut berhubungan dengan perintah keduniaan, maka diperbolehkan. Semisal contoh orangtua membutuhkan bantuan anaknya untuk menjemput mereka di suatu tempat, maka tunaikanlah karena hal tersebut, karena merupakan suatu hal yang sifatnya keduniaan.
Walau berbeda keyakinan, bakti seorang anak dalam hal keduniaan masih berlaku, bukan berarti dengan adanya perbedaan keyakinan tersebut membuat hubungan anak dan orangtuanya otomatis putus, tidak sama sekali.
Jika perintah atau larangan orangtua berkaitan dengan ibadah kepada Allah SWT maka barulah hal tersebut menjadi hal yang berbeda yaitu tidak bisa disamakan dan dipaksakan, berikanlah toleransi.
Contoh, salah seorang sahabat nabi yang memilki perbadaan keyakinan dengan ibundanya. Suatu ketika ibunda sahabat nabi tersebut memaksa putranya yang telah beriman untuk kembali ke agama sebelumnya dengan dalih akan mogok makan jika anak tersebut tidak kembali, maka sikap yang ditunjukkan sahabat nabi tersebut adalah tetap berbakti dengan memberikan pengertian sebaik-baiknya dan melayani ibundanya dengan sebaik-baiknya, bukan dengan berpisah atau meninggalkan ibundanya apalagi dengan memberikan kata-kata yang kasar yang dapat menyakiti hatinya. Sungguh Islam sangat menjunjung tinggi berbuat baik dan malayani orangtua sebaik-baiknya.
Memiliki orang tua yang berbeda agama bukan berarti harus putus hubungan silaturahmi. Dalam hadis sahih riwayat Muttafaq Alaih dari Asma RA. berkata, “Aku datang ke ibu saat dia kafir pada masa Rasulullah. Aku lalu bertanya pada Nabi, “Aku datang pada ibuku karena dia rindu, apakah boleh aku silaturrahim?” Nabi menjawab: ‘Iya, tetaplah berhubungan dengan ibumu.’’
Hadis ini selaras dengan firman Allah dalam QS Luqman:15 yang tertera di atas. Makna eksplisit dari ayat ini adalah dua prinsip terkait hubungan seorang muslim dengan orangtua non-muslim, yaitu: pertama, wajibnya berbakti kepada orangtua walaupun ia non-muslim; kedua, haram taat pada orangtua dalam masalah dosa.
Dari sudut pandang fiqih, maksud ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah adalah: “… wajib berbakti pada kedua orang tua walaupun dia fasiq (pendosa) atau kafir. Dan wajib taat pada mereka di selain perkara maksiat pada Allah. Apabila mereka kafir, maka perlakukan mereka dengan baik di dunia dan jangan mentaati mereka dalam soal kekufuran dan kemaksiatan.”
Perbedaan agama antara anak dan orang tua hendaknya tidak menjadi penghalang untuk silaturahmi dan berbakti pada mereka selagi hal itu tidak berlawanan dengan syariat Islam.
Berbakti atau berbuat baik pada orangtua bisa meliputi: membantu mereka apabila diperlukan, menjaga tali silaturahmi, dan menaati perintah selain maksiat. Yang tak kalah penting adalah menunjukkan sikap dan akhlak yang sebaik mungkin agar orang tua menjadi terkesan dan tertarik mengikuti langkah anaknya menjadi muslim yang menginspirasi.
Wallahu A’lam.