Membincang Islam Indonesia di Denmark

Membincang Islam Indonesia di Denmark

Membincang Islam Indonesia di Denmark

Ektrimisme agama tidak hanya menjadi persoalan di sebuah negara, namun ia merupakan masalah global yang harus diselesaikan melalui kerja sama antar negara. Hal itu yang mendasari kerja sama antar pemerintah Denmark dan Wahid Foundation dalam menyelenggarakan Tur Dialog Lintas Agama ke Denmark pekan lalu.

Dalam sejumlah pertemuan selama kunjungan tersebut, pertanyaan yang kerap mengemuka adalah bagaimana cara menghentikan laju ektrimisme agama di dunia. Lebih spesifik, bagaimana Indonesia memainkan peran untuk menangkal isu terorisme?

Menjawab pertanyaan demikian, Direktur Utama Wahid Founation, Yenny Wahid mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang paling berhasil membendung laju ektrimisme agama di dunia, mengingat Indonesia sebagai negara salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia dengan variasi agama di dalamnya.

Keberhasilan tersebut tidak hanya mengangkat nama Indonesia sebagai negara damai, namun sekaligus membantah persepsi dunia tentang agama Islam, yang selalu diidentikkan dengan agama teror dan kebencian.

Yenny mengungkapkan, salah satu kunci keberhasilan Indonesia adalah kerja sama yang baik antara pemerintah dan kelompok agama dalam mengatasi masalah keagamaan termasuk ektrimisme agama.

“Kerja sama dengan komunitas agama atau masyarakat sipil dengan pemerintah adalah kunci mengatasi radikalisme agama di Indonesia,” kata Yenny Wahid di Jakarta, Rabu (29/3). Tanpa keterlibatan masyarakat sipil terutama melalui lembaga keagamaan, pemerintah akan kewalahan menghadapi gelombang ekstrimisme agama.

Islam model Indonesia atau dikenal luas dengan Islam Nusantara merupakan sebuah sistem ajaran keislaman yang moderat dan tidak ekstrim. Ajaran Islam ini sudah teruji sepanjang sejarah Indonesia, bahkan sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah negara.

Ungkapan serupa juga disampaikan oleh Ketua PBNU, KH Yahya Cholil Stafuq, yang juga ikut berkunjung ke Denmark. Lebih lagi, Islam Nusantara dengan konsep Islam berkemajuan dianggap dapat menjadi model gagasan Islam yang paling pas untuk merespon radikalisme dunia.

“Islam Nusantara ini perlu dijadikan percontohan untuk melawan radikalisme oleh masyarakat dunia,” ujar KH Yahya Cholil Stafuq. Islam seperti ini kata dia, juga dikenal dengan istilah islam rahmatan lil alamin, atau yang memberi rahmat terhadap semua golongan.

Di sisi yang lain, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Casper Klynge menganggap Indonesia merupakan mitra yang penting untuk memperkuat dan memperdalam hubungan kerjasama di berbagai aspek termasuk penanggulangan terorisme agama.

“Di dunia dimana agama, sayangnya, dijadikan alat untuk memicu konflik, Indonesia menjadi suara yang penting bagi keberagaman, toleransi beragama dan dialog lintas agama,” ujar Casper Klynge.

Sebelumnya, Kedutaan Besar Denmark di Indonesia bekerjasama dengan Wahid Foundation menyelenggarakan Tur Dialog Lintas Agama ke Denmark pada 20 hingga 24 Maret 2017 lalu. Tur ini bertujuan untuk memperkuat hubungan bilateral dan hubungan antar individu Indonesia dan Denmark, mempromosikan keberagaman, dialog lintas agama dan toleransi.

Yenny wahid dan Yahya Cholis Staquf merupakan duaa dari delegasi Indonesia yang berkunjung ke Denmark selain Prof. Dr. Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal), Dr. Frans Magnis Suseno (Pastor dan Direktur Sekolah Tinggi Filosofi Driyarkara, Dr. Abdul Mu’ti (Muhammadiyah), dan Sakdiyah Ma’ruf (stand-up komedian)

Selama di Denmark, tim mengunjungi kota Kopenhagen dan Aarhus. Kendati Denmark sedang berada di musim dingin, namun tak mengurangi niat tim untuk mengunjungi sejumlah stakeholder denmark baik pemerintah, akademisi di Aarhus University, Copenhagen University, kelompok Islam setempat, hingga siswa sekolah untuk mempromosikan Islam damai a la Nusantara.