Soehartoisme adalah paham yang tidak bisa lagi diremehkan. Kekuatannya semakin membesar seiring dengan dinamika politik elektoral. Setelah diberi ruang yang sangat luas di era SBY, para Soehartois sekarang merapat ke kubu Prabowo-Sandi.
Inti dari kekuatan Soehartois telah berubah. Dulu mereka adalah orang-orang abangan. Namun sejak awal 1990-an pendukung utamanya adalah kaum Islam politik yang dalam 30 tahun terakhir berhasil menancapkan pengaruhnya di kalangan Muhajirin urban.
Agenda politik kaum Soehartois adalah NKRI bersyariah. Mereka kurang tertarik dengan gagasan negara Islam. Mereka juga setengah hati dengan ide khilafah.
Fokus dari NKRI bersyariah adalah moralitas publik. Mereka melihat masyarakat Indonesia berada dalam ancaman PKI, liberal, Syiah, Ahmadiyah, Islam Nusantara, dan LGBT. Pokoknya bagi mereka semua hal itu harus dienyahkan.
Prabowo sendiri akan tetap mempertahankan Pancasila dalam bingkai NKRI, tetapi tafsir terhadap keduanya akan dibiarkan terbuka. Bagi kaum Soehartois, ini adalah peluang. Shalat berjamaah yang mencampurkan laki-laki dan perempuan bukan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana setelah 17 April besok mereka bisa merebut kekuasaan.