Kemajuan teknologi benar-benar menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, sangat membantu keseharian. Di sisi lain, sangat membahayakan. Salah satu bahayanya adalah semakin mudahnya penyebaran berita bohong alias hoaks. Bagaimana kita bisa menghindarinya?
Berita bohong atau lebih sering disebut hoaks, bukanlah hal yang asing di kehidupan kita. Bahkan, bisa dibilang, hoaks sudah seperti tetangga. Bagaimana bisa? Karena begitu dekatnya dan kita pun mudah menjumpainya. Di mana-mana ada, dan sulit bagi kita untuk membedakannya dengan pemberitaan yang sebenarnya.
Banyak dampak yang timbul. Perselisihan yang jadi semakin sering muncul hanya salah satunya. Kita tidak boleh membiarkannya begitu saja, karena hal itu dapat mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia. Sungguh ironi, ketika negeri ini dipecah belah oleh bangsanya sendiri. Walau dilakukan dengan tanpa sadar, tapi alasan itu tidak mengurangi dampaknya yang begitu besar.
Lantas, bagaimana cara agar rantai penyebaran hoaks ini terputus? Apakah dengan mengusut akarnya, yaitu media? Bisa saja. Tapi tentu saja akan ada banyak waktu yang terbuang sia-sia. Lagipula, kita tidak bisa memperkirakan lahirnya media-media baru yang sama buruknya.
Media memang memiliki andil besar dalam penciptaannya. Namun, masyarakat yang memegang kunci distribusinya. Ya, masing-masing dari kita punya peran dan tanggung jawab untuk memutus rantai penyebaran berita hoaks. Media pun tidak akan ada jika tidak ada pengguna dan penikmatnya. Dan sayangnya, banyak dari masyarakat kita yang lebih menyukai pemberitaan yang sedang hangat menjadi perbincangan. Berita yang berisi kebenaran pun tertutup dengan pemberitaan yang kontroversial dan belum tentu benar.
Lantas, apa yang seharusnya kita lakukan sebagai penikmat media yang juga bertanggungjawab atas penyebaran berita hoaks?
Langkah pertama dan paling sederhana adalah membudayakan literasi. Kita dapat mulai menyadari pentingnya hal ini dari diri sendiri, yaitu dengan mengetahui definisi literasi. Literasi bukan hanya dengan membaca, tetapi juga memahami suatu berita. Dengan mengerti isinya, kita bisa tahu: apakah baik untuk membagi tahu, atau masih harus lebih mencari tahu?
Selanjutnya, saling awasi penyebaran informasi. Terus pantau orang-orang terdekat kita. Jangan sampai mereka menjadi pelaku penyebaran informasi palsu. Ingatkan untuk selalu mengecek kebenaran.
Saling edukasi juga menjadi penting. Jika kita mendengar atau mendapatkan suatu pemberitaan, sebaiknya kita pastikan dahulu sumbernya. Kalau sumbernya saja meragukan, maka beritahukan bahwa berita itu perlu dikaji ulang.
Budayakan ragu dan singkirkan rasa malu! Jangan terlalu mudah percaya dengan yang namanya ‘katanya’. Hindari membagikan pemberitaan yang terlalu subjektif, dan jangan malu untuk menjadi interogatif. Kita bisa bertanya kepada pembagi berita tentang sumber informasinya, atau kita cek sendiri kebenarannya.
Kontrol hati dan emosi. Biasakan untuk menghindari pembahasan yang begitu kontroversial. Terlalu banyak yang berbicara, terlalu banyak pula perspektif yang ada di dalamnya. Hal itu dapat memengaruhi pemahaman dan memancing kita dalam merespon suatu pemberitaan. Mengkaji dari segala sisi memang sangat membantu kita dalam memilah informasi. Tetapi, terlalu banyak terlibat didalamnya juga sangat berpengaruh dalam penilaian kita apalagi jika kita tidak mampu berfikir kritis dan mengelola emosi saat membaca dan menerimanya.
Langkah terakhir dan juga yang paling penting adalah kontrol jari. Walau sangat sederhana, hal ini akan begitu besar dampaknya. Dengan mengontrol jari kita, kita sudah sedikit berjasa memutus salah satu mata rantai penyebaran berita bohong yang mungkin akan merajalela, Jika mendapatkan suatu pemberitaan yang meragukan, maka tidak perlu dibagikan lagi, agar penyebaran beritanya berhenti.
Kemajuan teknologi menjadi sebuah keuntungan yang sangat besar apabila kita manfaatkan dengan benar. Penyebaran berita sepenuhnya tergantung pada kita, pengguna media. Untuk itu, demi melawan hoaks, yuk bijak menggerakkan jari kita!
Tulisan ini adalah hasil karya dari peserta penerima beasiswa mentoring pada program Peaceful Digital Storytelling, pelatihan kampanye cerita baik dan positif bagi siswa SMA yang didukung oleh US Embassy dan Wahid Foundation.