Maraknya berita hoax dan fitnah yang disebar di media sosial (medsos) membuat mental bangsa menjadi rusak. Identitas bangsa yang berbudi luhur menjadi luntur. Citra Indonesia sebagai bangsa santun, anjlog secara beruntun. Masyarakat sebagai objek sasaran dibuat bingung untuk mencari kebenaran.
Suasana seperti ini diperparah dengan hadirnya sekelompok masyarakat yang selalu hadir sebagai tukang fitnah. Bukan fitnah biasa, tapi fitnah dengan isu-isu komoditas keagamaan. Gambar-gambar editan, meme provokatif dan adu domba masyarakat bertubi-tubi dilancarkan demi mengejar simpati masyarakat, tanpa berfikir bahwa itu memudarkan persatuan bangsa.
Malu rasanya, negeri dengan bendera merah putih yang berkibar dengan ragam perbedaan dibuat gaduh. Indonesia yang sudah guyub rukun digegerkan dengan “pemaksaan kehendak” yang dikemas fitnah lewat media sosial. Ini sudah kelewat batas dan melanggar nilai luhur Pancasila yang agung.
Memang, bahwa masyarakat Indonesia sedang memasuki sebuah era perkembangan digital yang sangat luar biasa. Medsos menjadi alternatif publikasi ide gagasan individual dan koorporasi. Media maistreamterkadang kalah cepat dibanding medsos. Yang menjadi masalah adalah: apakah medsos menghadirkan informasi yang benar dan edukatif, atau justeru menebar fitnah, hoax dan merusak persatuan bangsa?
Problem inilah yang perlu diluruskan. Gadget yang selalu ada dalam genggaman dengan koneksi internet sangat cepat mencari dan menerima informasi apapun. Sekali saja broadcast informasi lewat medsos akan diakses ribuan penerima. Belum lagi ketika penerima informasi meneruskan ke group lainnya, maka informasi itu bisa diterima jutaan orang. Ini menegaskan bahwa medsos bukan media biasa. Namun memiliki daya jelajah yang hebat.
Apalagi jika merujuk hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), bahwa sepanjang 2016 separuh penduduk Indonesia, 132,7 juta penduduk telah terhubung dengan internet. Ada kenaikan 51,8 persen pengguna internet di Indonesia dibandingkan tahun 2014 (hanya 88 juta). Pengguna ponsel di Indonesia juga masuk lima besar dunia setelah China, Amerika, Brazil dan Jepang. Dan rata-rata pengguna ponsel memakai 31 aplikasi dengan 24 persennya untuk aplikasi media sosial.
Menghadapi suasana yang demikian, maka dibutuhkan pola penyadaran dengan pendidikan digital literacy (melek digital). Dengan pola itu, ada pendekatan unsur pendidikan dengan pendewasaan pengguna medsos agar tetap memegang teguh empat nilai kemanusiaan: kebenaran, kesopanan, kemanfaatan dan kesatuan. Jika itu dipegang dengan baik, maka media sosial selalu hadir sebagai sebuah inspirasi kehidupan menuju Indonesia yang beradab.
Yang dimaksudkan dengan prinsip kebenaran dalam bermedia sosial adalah selalu menghadirkan fakta dalam setiap posting informasi. Fakta inilah yang akan berbicara menjadi nilai kebenaran, bukan informasi yang sengaja dibuat-buat sebagai fakta palsu. Nilai kebenaran dalam media sosial memang sangat dibutuhkan. Menjunjung tinggi kebenaran dalam bermedsos sama dengan menunjukkan harga diri pengguna medsos.
Sebab selama ini, kebenaran yang dihadirkan sudah melahirkan banyak opini dari berbagai perspektif. Sehingga fakta yang benar pun akan direspon sebaliknya. Maka disinilah yang menjadi berbahaya, jika pengguna medsos itu menghadirkan kebohongan. Ketika informasi yang disebarkan bohong, sama halnya turut serta menyebarkan kebohongan secara berjamaah.
Nilai kesopanan juga tidak kalah penting. Bangsa Indonesia memiliki identitas bangsa Timur yang dikenal ramah dan santun. Maka medsos yang dimiliki juga perlu menunjukkan identitas dengan prinsip kesopanan. Perilaku sopan dalam bermedsos akan menarik simpati banyak pihak. Kehadiran medsos yang peduli kesopanan juga akan melahirkan generasi yang berakhlak mulia.
Menghadirkan informasi di medsos juga perlu didorong dengan nilai kemanfaatan. Sebelum memposting di medsos, perlu memikirkan apakah postingan itu bermanfaat apa tidak. Nilai kemanfaatan ini penting untuk didalami. Sebab sebagian pengguna medsos masih menganggap bahwa postingan itu hak pribadi, tidak terkait dengan orang lain. Cara berfikir semacam ini berarti belum mencerna asas kemanfaatan.
Aspek penting dalam bermedsos satunya lagi adalah tentang nilai kesatuan. Pada titik inilah bangsa Indonesia perlu serius melihat fungsi medsos dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai, medsos yang sedemikian bebas menjadi alat pemecah belah bangsa. Oleh sebab itu, pengguna medsos hendaknya mulai sadar dalam melihat nilai kesatuan bermedsos.
Diakui banyak pihak bahwa medsos memiliki peran dalam membentuk opini publik. Dengan mengawal pendidikan melek digital, akan ada wawasan baru bagi para pengguna medsos, baik sebagai produsen informasi ataupun pembaca dan penikmat informasi. Dua sisi itu yang perlu ditata dan diamankan: menyelamatkan pengguna medsos.
Akhlak Pancasila
Setelah pengguna medsos sadar dengan perannya, maka masih perlu dibekali sebuah wawasan jurnalisme. Sebab sadar atau tidak, bahwa pengguna medsos itu sama dengan “jurnalis”. Ketika mereka sebagai “jurnalis” dengan tanpa bekal ilmu jurnalistik, maka akan terjadi banyak kesalahan-kesalahan, termasuk salah menyebar berita bohong dan merusak tatanan berbangsa dan bernegara.
Belum lagi maraknya akun medsos abal-abal yang sengaja dibuat untuk menebar hoax dan membuat gaduh bangsa Indonesia. Wawasan jurnalistik itu menjadi salah satu bekal bermedsos dengan empat nilai kemanusiaan yang telah dijelaskan. Jika jurnalis media maistream sangat terikat erat dengan profesi dan kode etik jurnalistik, maka “jurnalis medsos” harusnya terikat etika hobi dan etika sosial.
Bahwa pengguna medsos hadir ke ruang publik itu tidak untuk dirinya sendiri, namun juga terbaca oleh masyarakat. Sehingga perannya sangat membutuhkan etika hobi, yakni hobi bermedsos itu tetap menjaga kebenaran, kesopanan, kemanfaatan dan kesatuan. Sedangkan etika sosial itu terkait dengan akhlak berpancasila sebagai bangsa Indonesia.
Pengguna medsos di Indonesia perlu bekal Pancasila sebagai landasan bermedsos. Kenapa? Kesadaran berpancasila ini akan mampu mendorong empat nilai kemanusiaan: kebenaran, kesopanan, kemanfaatan dan kesatuan. Termasuk mampu melahirkan “jurnalis medsos” yang menjunjung tinggi etika sosial.
Dapat kita lihat bersama, akun medsos yang menyebar hoax, ditengarai dioperasikan oleh kelompok radikalis dan teroris. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sedang dalam ujian berdemokrasi. Demokrasi dengan melawan kelompok radikal dengan menggunakan medsos sangat membutuhkan akhlak Pancasila. Sebab dengan akhlak Pancasila dalam bermedsos akan mampu melahirkan medsos yang ramah dan penuh cita rasa Indonesia.
Jika memosting tentang agama—misalnya—maka akhlak Pancasila tetap dijadikan pijakan: tetap menegaskan aturan agama dengan melihat keanekaragaman agama yang ada. Dalam mengawal keadilan juga tetap berprinsip kemanusiaan. Semangat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa tidak kalah penting dalam bermedsos. Termasuk mengedepankan musyawarah (diskusi) jika merespon postingan medsos. Dan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia juga tidak kalah pentingnya untuk diperjuangkan lewat medsos.
Mengawal era globalisasi dengan kemajuan digital di Indonesia sangat butuh peran semua pihak. Pemerintah harus tegas tentang kebijakan-kebijakan pro rakyat dan transparansi informasi menjadi modal utama. Rakyat juga harus mulai berperan serta dalam memberikan masukan Pemerintah, termasuk lewat media sosial. Media maistream juga tetap hadir sebagai fungsinya melakukan kontrol sosial. Semua pihak jika tetapo memiliki komitmen sama membangun NKRI, maka keutuhan Indonesia akan terjaga.*