McDonalds dan Edukasi Isu Halal di Indonesia

McDonalds dan Edukasi Isu Halal di Indonesia

McDonalds dan Edukasi Isu Halal di Indonesia

“Dengan dicabutnya sertifikat Halal oleh Amerika sendiri, maka McDonald menjadi tidak halal lagi. AMERIKA TELAH MENCABUT SERTIFIKAT HALAL TERHADAP PRODUK2 MC DONALD,” begitu pesan yang beredar di grup-grup Whatsapp. Status kehalalan McDonald sedang viral di grup-grup Whatsapp masyarakat Indonesia beberapa hari ini.

Bahkan, ayah saya sendiri mengirim pesan ini ke grup keluarga. Saya, sebagai mahasiswa Kajian Industri dan Bisnis Halal, langsung tertarik membaca dan mengkaji chat yang dipenuhi dengan huruf kapital tersebut.

Pesan ini menyampaikan bahwa Dewan Yudisial Muslim (Muslim Judicial Council/MJC) dan IQSA mencaput sertifikasi McDonald, KFC, Domino’s dan Pizza Hut. Selanjutnya, dikatakan bahwa terdapat bahan dari daging babi yang disebut “LM10” dalam mayonais McDonald, tanpa penjelasan tentang produk-produk merk lain yang telah disebutkan sebelumnya.

Mari kita kenali dulu siapa MJC dan IQSA. MJC adalah sebuah dewan yudisial yang fungsi utamanya berhubungan dengan bimbingan keagamaan, fatwa, dakwah, sertifikasi halal, dan perkembangan sosial (terutama konseling pernikahan) di Afrika Selatan.

Sementara itu, IQSA yang nama organisasinya dicatut dalam pesan berantai tersebut, setelah saya telusuri, tampaknya mengalami salah ketik (typo) dan seharusnya merujuk kepada ICSA (Islamic Council of South Africa/Dewan Islam Afrika Selatan).

ICSA merupakan organisasi nirlaba yang menaungi komunitas Islam di Afrika Selatan, termasuk melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk yang beredar di negara tersebut.

Pada dasarnya, peran MJC dan ICSA mirip seperti MUI di Indonesia. Memang ada organisasi bernama IQSA (Institute of Quarrying Southern Africa/Institut Penggalian Afrika Selatan) di Afrika Selatan namun organisasi ini berfokus pada industri penggalian yang tentunya tidak ada hubungan dengan urusan kehalalan suatu produk dan tidak memiliki kepentingan apapun dengan merk-merk makanan yang disebutkan dalam pesan berantai tersebut.

Saya juga menelusuri berita yang berhubungan dengan pesan ini di Google dan menemukan bahwa ternyata isu ini sudah pernah naik ke dunia maya pada tahun 2013 di Malaysia. Pesan ini viral di Facebook dan email-email berantai dengan pesan yang sama namun menggunakan Bahasa Inggris. Bahkan, pada tahun 2021, pesan ini telah viral di Indonesia dan MUI melalui website mereka, halalmui.org, telah melakukan klarifikasi pada 13 Agustus 2021.

Terulangnya kasus ini menurut saya bisa menjadi pertanda bahwa mungkin perlu dilakukan pendekatan baru untuk memberikan kepastian kepada masyarakat tentang halalnya produk-produk tersebut.

Klarifikasi-klarifikasi dari kasus sebelumnya yang saya baca hanya mengutip nomor-nomor sertifikat halal dari produk yang menjadi isu, tanpa menjelaskan apa itu LM10 serta tes-tes yang dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada kandungan haram dalam sebuah produk.

Viralnya isu yang sama pada tahun ini bisa menjadi sebuah kesempatan pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan edukasi dan klarifikasi dengan pendekatan yang berbeda.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) merupakan lembaga sertifikasi halal di bawah Kementerian Agama yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi halal pada setiap produk yang beredar di Indonesia. Sejak BPJPH dibentuk pada 2017, program utama BPJPH adalah memastikan bahwa setiap produk yang beredar di Indonesia, sesuai kategori produk yang dijelaskan dalam PP No. 39 Tahun 2021, harus memiliki sertifikat halal.

Salah satu kendala yang dihadapi BPJPH dalam pelaksanaan program ini adalah masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dan pelaku usaha di Indonesia tentang sertifikasi halal di Indonesia. Menurut saya, kembali munculnya isu kehalalan McDonald ini dapat menjadi peluang untuk BPJPH.

Isu ini bisa menjadi bahan edukasi masyarakat jika dapat dieksekusi dengan baik, terutama dengan tingginya pencarian masyarakat tentang isu kehalalan McDonald’s di internet saat ini. Salah satu hal yang dapat dilakukan BPJPH adalah dengan melakukan tes ulang terhadap mayonais McDonald’s dan merekam proses pengujian tersebut, hasil rekaman dan pengujian kemudian dibagikan kepada masyarakat.

Kondisi di atas bisa memberikan beberapa dampak. Pertama, masyarakat menjadi paham bahwa negara kita telah memiliki teknologi yang dapat mendeteksi kandungan-kandungan haram dalam produk-produk makanan. Kedua, masyarakat menjadi tahu tentang proses yang diperlukan untuk memastikan kehalalan sebuah produk.

Ketiga, tindakan ini bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh BPJPH dan pihak-pihak yang terlibat dalam sertifikasi halal. McDonald’s sendiri sebenarnya telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH pada 17 Maret 2020 sehingga munculnya keraguan masyarakat terhadap status kehalalan McDonalds’ juga bisa berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap keputusan BPJPH.

Saya percaya, pada dasarnya, setiap pesan viral yang beredar di grup keluarga merupakan pesan-pesan menarik yang bisa kita kaji dan pelajari isinya. Bahkan, saya baru tahu MJC dan ICSA dari pesan berantai ini. Lembaga-lembaga yang berwenang terhadap isu kehalalan di Indonesia juga bisa belajar dari pesan ini.

Pesan berantai ini sudah viral setidaknya 3 kali di Malaysia dan Indonesia (pada 2013, 2021, dan 2023) dan ditangani dengan cara yang sama, yaitu mengeluarkan klarifikasi tertulis serta mencantumkan nomor sertifikat halal. Masih ada pertanyaan-pertanyaan yang terpendam di benak masyarakat yang mungkin tidak terjawab seperti, “Kenapa tidak dilakukan tes ulang?” atau “Bagaimana jika setelah dapat sertifikat halal ternyata ada yang nakal?” atau “Bagaimana sih pengawasan kehalalan produk sampai bisa terjadi isu seperti ini?”.

Berulangnya masalah yang sama mungkin bisa jadi pertanda bahwa perlu solusi yang berbeda. Salah satu alternatifnya adalah mengubah cara klarifikasi dengan cara yang lebih imajinatif, interaktif dan edukatif. Ayo Saring Sebelum Sharing!!!