Kalau tak ditanya, Mbak Yenny sebetulnya jarang omong politik praktis dengan kami-kami di Wahid Foundation. Beberapa kali ia mengatakan kepada kami. “Secara pribadi kita semua di sini tentu saja berhak memiliki pilihan politik masing-masing. Kalian tahu saya juga punya pilihan politik dan dekat dengan kehidupan politik. Tapi kita tak boleh menyeret-nyeret dan mengatasnamakan Wahid Foundation dalam politik praktis. Sayang. Kita harus berjuang agar Wahid berada di jalur sebagaimana dicita-citakan para pendirinya,” katanya dengan mimik serius.
Menjelang penetapan capres-cawapres, Mbak Yenny juga tak banyak omong langsung soal hiruk-pikuk itu. Belakangan saya baru tahu ia mendukung Pak Mahfud MD sebagai cawapres Pak Jokowi. Itu pun saya baca dari pernyataan-pernyataannya di media. Pilihannya itu bisa dipahami. Bagaimanapun Pak Mahfud ini “orang dalam” yang berjuang bersama Gus Dur. Pria kelahiran Madura itu juga pernah menjadi salah seorang Pembina di Wahid Foundation.
Lalu, kita semua tahu pada akhirnya Pak Mahfud benar-benar “terlempar” sebagai orang yang bakal mendampingi Jokowi dalam laga pemilu tahun depan. Ia terlempar di menit-menit penghabisan. Banyak orang kecewa. Mbak Yenny? Tentu saja. Coba perhatikan pernyataannya di Mata Najwa dalam episode Drama Orang Kedua. Ia betul-betul berawai, kecewa.
Saya sendiri ketar-ketir menunggu-nunggu jawaban Mbak Yenny ketika Najwa bertanya tentang KH Maruf Amin. Dari gestur tubuhnya, saya tahu ia tengah kecewa. Dalam situasi begitu, beruntung sekali ia masih bisa keluar dengan “selamat”. “Kyai NU, ulama besar, ahli fiqih, punya kemampuan orator yang baik. Beliau juga mengabdi lama di NU. Jadi kami hormati,” jawab Mbak Yenny. Meski demikian ia juga tetap melempar kritik tentang fatwa-fatwa MUI di bawah kepemimpinan KH Maruf yang dinilai bertentangan dengan semangat kebhinekaan dan toleransi.
Di antara barisan orang-orang yang kecewa terhadap keputusan Pak Jokowi itu adalah sejumlah tokoh Madura yang sudah kesemsem dengan Pak Mahfud. Jika kekecewaan semacam itu tak bisa dibereskan, sangat mungkin suara Jokowi-KH Maruf terkendala di Pulau Garam ini seperti pilpres 2014. Salah seorang yang kecewa adalah Haji Muhammad Rawi, Ketua Ikatan Keluarga Madura (IKAMA). Juragan besi tua terbesar di Jabodetabek ini nongol di pertemuan Jokowi dengan Ibu Shinta Nuriyah di Ciganjur, Jumat (7/9). Pendekatan kepada Haji Rawi bukannya tak ada. Sebelumnya ada tim Jokowi-KH Maruf yang mendekati. Tokoh Madura ini belum bersedia. Ia baru berkenan saat keluarga Gus Dur memintanya bertemu dengan Pak Jokowi.
“Memang banyak tokoh Madura yang terang-terangan kecewa atas keputusan terhadap Pak Mahfud ini. Termasuk di dalamnya Ikatan Keluarga Madura (IKAMA). Jadi, kita berinisiatif mempertemukan mereka dengan Pak Jokowi. Katakanlah ini rekonsiliasi setelah putusan tersebut,” kata Mbak Yenny.
Pertemuan itu lancar jaya. Pak Jokowi merespons langsung aspirasi warga agar tarif jembatan Suramadu turun dan arus barang-jasa lancar dan dampaknya bisa mendorong investasi di Pulau Madura. Dalam pertemuan, IKAMA memang menyampaikan harapan agar Pak Jokowi menurunkan tarif tol Suramadu.
Sayangnya, saya tak bisa ikut dalam rombongan pertemuan antara keluarga Ciganjur dan Pak Jokowi Jumat kemarin. Padahal, saya sudah punya rencana untuk bertanya hal ini pada Pak Jokowi: “Bagaimana perkembangan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak beragama dan kekerasan terhadap kelompok minoritas?”
Kalimulya, Depok
Alamsyah M Djafar