Membaca Al-Quran adalah salah satu ibadah yang sangat mulia dalam Islam, dan cara kita melaksanakannya juga memiliki implikasi spiritual dan sosial. Dalam pelaksanaannya, seringkali timbul pertanyaan mengenai apakah lebih baik membaca Al-Quran dengan suara keras atau pelan. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita bahas konteks dan panduan dari Imam an-Nawawi mengenai cara terbaik dalam membaca Al-Quran.
Kadang-kadang, membaca Al-Quran dengan suara keras diperlukan untuk beberapa alasan. Misalnya, mengeraskan suara saat membaca Al-Quran di tempat umum atau dalam kelompok bisa menjadi cara untuk menunjukkan bahwa kita sedang menjalankan ibadah. Ini juga membantu agar bacaan kita lebih jelas dan bisa diikuti oleh orang lain di sekitar kita. Selain itu, suara yang keras bisa meningkatkan konsentrasi dan semangat dalam beribadah serta membangunkan orang-orang yang mungkin sedang tidur atau lalai.
Namun, ada pula situasi di mana memelankan suara lebih disarankan. Ini terutama berlaku jika kita berada di lingkungan di mana mengeraskan suara bisa mengganggu orang lain, seperti saat mereka sedang shalat atau tidur. Selain itu, memelankan suara bisa menjadi pilihan yang lebih baik jika kita khawatir akan terjebak dalam riya’ (pamer) atau ingin menjaga kekhusyukan pribadi.
Pandangan Imam an-Nawawi tentang Mengeraskan Suara dalam Membaca Al-Quran
Imam an-Nawawi dalam karyanya, al-Adzkar an-Nawawi, membahas keutamaan antara mengeraskan suara (jahr) dan memelankan suara (sirr) dalam membaca Al-Quran. Menurut Imam an-Nawawi, keduanya memiliki kelebihan masing-masing, dan pilihan terbaik tergantung pada situasi serta niat pembaca. Namun yang terbaik adalah mengeraskan suara jika tidak dikhawatirkan terjerumus pada perbuatan riya.
ودليل فضيلة الجَهْر، أن العمل فيه أكبر، لأنه يتعدى نفعه إلى غيره، ولأنه يُوقظ قلب القارئ، ويجمع همَّه إلى الفكر، ويصرف سمعه إليه، ولأنه يطردُ النومَ ويزيد في النشاط، ويُوقظ غيره من نائم وغافل، ويُنشِّطه، فمتى حضره شئ من هذه النيّات فالجهرُ أفضل.
Dalil dari keutamaan mengeraskan suara adalah bahwa amal tersebut lebih besar, karena manfaatnya meluas ke orang lain. Mengeraskan suara juga membangunkan hati pembaca, memusatkan perhatian dan pikirannya, serta menghilangkan rasa kantuk dan meningkatkan semangat. Selain itu, ia juga dapat membangunkan orang lain yang tidur atau lalai dan menyemangati mereka. Jadi, jika seseorang memiliki niat-niat ini, maka mengeraskan suara lebih baik. Para ulama berkata: Menggabungkan keduanya adalah bahwa memelankan suara lebih jauh dari riya’, sehingga lebih baik bagi mereka yang takut akan hal itu.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang lebih baik saat membaca Al-Quran, mengeraskan atau memelankan, bisa disimpulkan menjadi dua:
- Mengeraskan Suara (Jahr): Mengeraskan suara saat membaca Al-Quran memiliki banyak manfaat. Ini dapat membantu membangkitkan semangat dan konsentrasi pembaca, serta membangunkan orang lain yang mungkin sedang tidur atau lalai. Mengeraskan suara juga dapat memperjelas bacaan sehingga lebih mudah dipahami oleh orang lain di sekitar kita. Namun, penting untuk memastikan bahwa suara yang dikeraskan tidak mengganggu orang yang sedang shalat atau tidur.
- Memelankan Suara (Sirr): Memelankan suara lebih disarankan jika ada kekhawatiran mengenai riya’ atau jika kita berada di lingkungan yang sensitif. Membaca dengan pelan dapat menjaga kerendahan hati dan kekhusyukan pribadi tanpa mengganggu orang lain.
Dalam menentukan apakah lebih baik mengeraskan suara atau memelankan suara saat membaca Al-Quran, penting untuk mempertimbangkan konteks dan niat kita. Mengeraskan suara mungkin lebih bermanfaat dalam situasi di mana kita ingin memperjelas bacaan, membangkitkan semangat, atau mengingatkan orang lain tentang ibadah. Namun, memelankan suara bisa menjadi pilihan yang lebih bijaksana jika kita khawatir tentang riya’ atau berada di lingkungan yang membutuhkan ketenangan. (AN)
Wallahu a’lam.