Pada zaman tabi’in dahulu kala, ada seorang sahabat Nabi yang masih hidup dan sudah sangat sepuh. Perlu diketahui, tabi’in adalah istilah yang disematkan pada kaum muslimin yang hidup setelah sahabat Nabi dan tidak pernah bertemu dengan Rasulullah, sementara sahabat adalah orang yang hidup bersama Rasulullah. Suatu hari, ketika iqamah dilantunkan, sahabat Nabi yang sudah sepuh itu baru turun dari untanya dan akan ditambatkan pada sebatang pohoh, namun ndilalah, tiba-tiba Untanya lepas, dan dia mengejarnya dan menambatkannya kembali, hingga akhirnya telat untuk berjamaah dan akhirnya menjadi Makmum Masbuq (makmum yang terlambat).
Ketika selesai shalat, ada salah seorang Tabi`in yang kemudian berkata, “Lihatlah orang tua ini, dia begitu mencitai dunia, padahal dia hidup di zaman Nabi, namun lebih mendahulukan mengurusi unta daripada Takbiratul Ihram (Shalat)”.
Mendengar hardikan tersebut, sahabat yang sudah sepuh itu menangis tersedu, lantas sahabat sepuh tersebut berkata “Saya begini ini sewaktu zaman Nabi ya ndak apa-apa, Rasul tidak marah, malah sekarang saya dimarah oleh tabi’in”.
Beliau menangis karena saat zaman Rasul itu mudah, gampang, ada yang ngurusin unta, ada yang mengerjakan yang lainnya, makin kesini kok ya Islam makin repot. Lalu beliau menjelaskan, “Saya ini sudah tua, jika unta saya hilang, pulangnya saya bagaimana?”.
Kisah ini saya dapatkan dari ceramah Gus Baha yang kata beliau ada dalam kitab hadis Shahih Bukhari.
Dalam Al-Quran (Q.S. Al Baqarah 185), Allah berfirman, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tak menghendaki keseulitan bagimu”. Sebenarnya sudah sangat jelas, bahwa beragama, berislam adalah mudah, tidak usah diberat-beratkan, kadang saat ini banyak yang membuat berislam itu sulit.
Pernah pada suatu ketika, saat Imam Mu`adz menjadi imam shalat. Salah satu sahabat ada yang mufaroqoh, membatalkan shalatnya saat menjadi makmum, karena imam terlalu lama memimpin shalatnya, sementara dia hendak mengurusi untanya, lalu Mu`adz marah pada sahabat terebut dan mengatakan bahwa dia munafik.
Lalu sahabat tersebut wadul, menceritakan kejadian yang dialaminya pada Rasul, bagaimana sikap Rasul mendengar aduan tersebut? Rasul berbalik marah pada Mu`adz, “Wahai Mu`adz, kamu kalau jadi imam sholat jangan kelamaan, bisa merusak Islam, orang-orang bisa tidak senang sholat gara-gara kamu jika jadi imam shalatnya lama”.
Selama apakah shalat Mu`adz? Bayangkan saja, rakaat pertama beliau membaca surat Al-Baqarah, dan rakaat kedua aladah surat Al-Maidah.
Berislam, menjalankan syariat agama, tidak lantas membuat kesulitan-kesulitan bagi hidup kita, Nabi sering sekali mencontohkan bahwa Islam itu mudah, tidak berat. Suatu ketika Nabi menanyakan pada Aisyah di pagi hari, “Ada makanan yang bisa dimakan wahai Aisyah?”, “Tidak ada wahai Rasul”, Jawab Aisyah. “Baiklah, aku hendak berpuasa sunnah saja”, dawuh Rasul. Namun memasuki waktu agak siang, Rasul bertanya lagi pada Aisyah, “Adakah makanan untuk dimakan wahai Aisyah?”, “Ada ya Rasul.” Jawab Aisyah. ” Baiklah, jika begitu aku akan membatalkan puasaku”, Balas Rasul.
Banyak kisah saat zaman Rasul yang membuka mata kita, bahwa agama Islam tak kaku, bahkan semangatnya adalah semangat memudahkan bukan menyulitkan, namun kini, banyak kelompok-kelompok Islam yang malah membuat Islam terkesan kaku dan menakutkan, banyak yang kemudian berhijrah, dengan semangat hijrah yang Kaffah, yang sempurna, malah mempersulit dirinya sendiri dalam beragama, hingga ramai istilah “Mabuk Agama”, dalam terma Islam disebut dengan ghuluw, melampaui batas, sikap ghuluw antara lain, tanaththu’, sikap ekstrem, tasyaddud, memberat-beratkan diri, i`tida`, melampaui syariat yang sudah ditetapkan, dan takalluf, memaksa-maksakan diri.
Rasul juga sudah berpesan, jangan berlebih-lebihan dalam beragama, nanti mudah dikalahkan, mari beragama dengan mudah, dengan nyaman, tidak perlu berlebih-lebihan, memaksakan, menjadikan agama sebagai sesuatu yang berat dan menakutkan.