Majelis Taklim Suzuki Carry ala Ibu-ibu dan Urusan Belajar Agama

Majelis Taklim Suzuki Carry ala Ibu-ibu dan Urusan Belajar Agama

Majelis Taklim Suzuki Carry ala Ibu-ibu dan Urusan Belajar Agama
Ilustrasi: Alwy (Islamidotco)

“Tuntutlah ilmu hingga ke Cina” ujar seorang guru, namun dijawab seorang orang tua, “Tidak bisa pak, karena tidak masuk zonasi.”

Percakapan sarkasme ini saya jumpai di TikTok beberapa hari lalu. Setelah saya dalami, rupanya ungkapan tersebut menyambut masa masuk sekolah kemarin. Saya termasuk orang yang mendukung kebijakan sekolah berdasarkan zonasi. Mengapa?

Bagi saya, sekolah terlalu jauh dari tempat tinggal seorang itu memiliki dampak yang terbilang besar, mulai dari ongkos antar-jemput, psikologi sosial, keamanan, hingga urusan ketimpangan standar sekolah. Jarak bisa menjadi pertimbangan masyarakat dalam urusan belajar. Bagaimana dengan belajar agama?

Beberapa waktu lalu, saya mendapati sebuah majelis taklim didatangi para ibu-ibu dengan menyewa kenderaan, yakni Suzuki Carry. Sebagian besar daerah di Kalimantan Selatan, Suzuki Carry dijadikan transportasi umum, baik yang berbentuk angkot dan pick up. Bahkan, transportasi yang sama juga digunakan para santri/ santriwati untuk ke pesantren mereka.

Mobil tersebut biasanya parkir dan menunggu para ibu dan perempuan hingga selesai di sekitar majelis taklim dan pesantren tersebut. Bahkan, ibu-ibu dan para perempuan biasanya menyewa untuk antar jemput mereka. Mereka biasanya berkelompok karena satu pengajian atau majelis taklim di tempat tinggal mereka.

Para supir Suzuki Carry yang disewa oleh ibu-ibu dan para perempuan biasanya berkumpul di sebuah warung minum, sembari menunggu pengajian atau majelis taklim pelanggan mereka selesai.

Mereka pun terdengar senang sekali mobil mereka dipakai atau disewa untuk keperluan keberangkatan ke majelis taklim atau pengajian. Selain mendapatkan uang, mereka juga berharap berkah dari uang dan berangkat ke sana.

Mengapa Suzuki Carry yang digunakan? Transportasi pedesaan dan perkotaan yang bisa menembus sesak dan sempitnya jalan di desa dan perkotaan adalah Suzuki Carry. Selain itu, mobil tersebut juga memang dipakai sebagai angkutan umum yang bisa menjangkau banyak wilayah. Seorang teman pernah cerita bahwa pengajian ulama terkenal di Martapura juga dijejali Suzuki Carry tersebut.

***

Alexander Knysh, akademisi, pernah menulis artikel berjulul The Tariqa on a Landcruiser: The Resurgence of Sufism in Yemen, di mana Habib Umar bin Hafidz disebutkan memakai mobil Landcruiser dalam berdakwah dan mengembangkan sufisme di Yaman, terutama Hadhramaut.

Perjalanan tersebut bisa menempuh ratusan hingga ribuan kilometer untuk mendatangi makam suci dan mengadakan pengajian tasawuf di wilayah yang didatangi.

Habib Umar, menurut Knysh, pun melakukan perjalanan tersebut berkali-kali sehingga beliau disebut sebagai ulama atau sufi besar di Yaman. Landcruiser pun dipakai karena dianggap bisa menaklukkan medan atau lanskap Yaman, di mana sebagian besar padang pasir dan gunung-gunung batu. Perkembangan sufisme di Yaman turut dipengaruhi mobil sekelas Landcruiser.

Sufisme, dalam laporan Kynsh, diasosiasikan dengan jaringan informal kelompok-kelompok murid yang berkumpul di sekitar seorang guru sufi yang terkenal, yang dapat tinggal di daerah pedesaan/ suku terpencil atau di pusat kota. Inilah gambaran bagaimana wajah sufisme di Yaman kontemporer.

Untuk itu, relasi langsung dan tanpa perantara antara syekh dan murid telah menjadi andalan utama dari ajaran tasawuf di Yaman hingga saat ini. Menariknya, hubungan ini tidak dapat diformalkan atau hirarkis seperti yang terjadi dalam sebagian besar dunia tarekat, terutama di Mesir, Maghribi, Anatolia, dan anak benua India.

***

Alat transportasi adalah medium yang turut mempengaruhi mobilisasi, persebaran, hingga dinamika kehidupan manusia. Penjajahan, misalnya, sangat dipengaruhi perkembangan alat transportasi, apalagi persebaran ajaran agama. Dahulu para ulama bisa mendatangi tanah suci dan berbagai wilayah untuk menuntut ilmu agama di pusat peradaban Islam juga dipengaruhi alat transportasi.

Mobil mungkin hanyalah alat. Namun, belajar agama di masyarakat Banjar turut dipengaruhi ketersediaan alat transportasi sekelas Suzuki Carry. Sebagaimana cerita Habib Umar yang memakai Landcruiser untuk membantu perjalanan beliau keliling Yaman dalam mengembangan sufisme, khususnya tarekat Alawiyah.

Relasi guru-murid yang dihadirkan lewat mobil Suzuki Carry di berbagai pengajian atau majelis taklim para perempuan di tanah Banjar ini cukup identik dengan gambaran sufisme di Yaman. Walaupun, pengajian atau majelis taklim tersebut tidak identik dengan kelompok tarekat tertentu, namun relasi guru-murid yang dibangun sangatlah cair dan bisa dipengaruhi kemampuan ekonomi mereka masing-masing.

Bagi ibu-ibu dan para perempuan yang berangkat dengan Suzuki Carry, mereka menghadirkan relasi guru-murid lewat kehadiran dan keterlibatan di sebuah majelis taklim. Walaupun, mereka juga seringkali terbatas dengan kondisi keuangan atau alam, seperti banjir atau jalan rusak. Kedekatan dengan ulama yang mereka bangun sangat terbantu dengan eksistensi Suzuki Carry yang sekaligus trasportasi umum mereka.

Menariknya, relasi ini tentu berbeda dengan apa yang selama ini digambarkan pada model lain pada transmisi pengetahuan agama. Pengajian atau majelis taklim yang mereka datangi pun biasanya tidak mewajibkan pembacaan atau mereka memiliki kemampuan untuk membacanya kitab tertentu. Bahkan, relasi mereka seperti denyut, bisa lemah dan kuat tergantung dinamika kehidupan sehari-hari ibu-ibu dan para perempuan tersebut.

Fatahallahu alaina futuh al-arifin