Loh, Katanya Dosa itu Tidak Ada?

Loh, Katanya Dosa itu Tidak Ada?

Dosa itu kata temanku tidak ada, tapi ya ada tulahnya. Wah…

Loh, Katanya Dosa itu Tidak Ada?

“Mam, aku masih ada pertanyaan tentang dosa…” kata Ahmad saat dijemput Imam.

“Wah, kamu kok selalu nanya yang naggak-nggak Mad,” seperti biasa Badu mulai menggelengkan kepalanya. Dia tahu si Ahmad ini suka bicara yang aneh-aneh.

“Ini serius Mam. Aku masih nggakterima soal hukuman dari dosa. Kan aku nggak minta dihidupin, kenapa nggak dikasih sifat baik saja dari dulu. Kenapa harus ada hukum hukuman. Benar, nggak Mam?” paksa Ahmad.

“Istighfar Mad, Istighfar…. Mbok ya percaya aja apa yang diajarkan, tentang hari akhir, akhirat, dosa, surga dan neraka. Kita dilarang mikir yang begituan terlampau jauh Mad”, Imam sok memberi nasehat, padahal batinnya juga bertanya serupa.

“Gimana kalau mampir dulu ke Pak Sarta,” ajak Badu

“Aku kapok sebenarnya ke sana, takut dikerjain lagi,” kesah Ahmad

Pak Sarta adalah orang yang oleh masyarakat sekitar dianggap orang yang berilmu dalam hal agama namun kadang-kadang punya perilaku yang aneh-aneh. Ahmad kemudian teringat pengalamannya dulu.

“Tapi aku punya ide biar nggak dikerjain, kita cari cara nanya yang lain, setuju naggak Mam,” Ahmad punya ide untuk memancing Pak Sarta agar pengalaman dulu tidak terulang lagi pada diri mereka berdua.

Sesampai di tempat Pak Sarta, seperti biasa pembeicaraan dimulai dengan ngalor ngidul tentang keramaian di alun-alun akhir-akhir ini. Sesaat Ahmad mengubah topik obrolan. “Pak, kalau saya ketemu Leni terus saya colek, dosa nggak ya?” Leni adalah salah satu gadis cantik di daerah itu.

“Nggak Mad,” jawab Pak Sarta kalem.

“Yang bener nih, Pak. Kalau dia amarah kan itu dosa Pak… lagian itu kan bukan muhrim,” paksa Ahmad.

“Nggak, Mad,” jawab Pak Sarta lagi, sambil menghirup kopinya. Dalam batin Ahmad mulai meragukan penjelasan Pak Sarta, kok rada seenaknya punya pendapat.

“Dosa itu sebenarnya nggak ada Mad,” Pak Sarta melanjutkan.

“Jadi saya boleh nyolek-nyolek siapa saja, Pak?” Ahmad menimpali seenaknya.

“Ya, boleh, kan nggaka da yang ngelarang Mad”.

“Ya, ada dong Pak, Tuhan” kata si Ahmad yakin.

“Lha, kamu emangnya pernah dilarang langsung Mad?”

“Lho, ini kan diajarkan orang Pak”

“Ooo….” Pak sarta tidak menimpali lebih jauh.

Sesampainya di lokasi konser, seperti yang diharapkan Ahmad, Leni memang ada di sana, duduk dekat Pak rujak. Ahmad punya ide konyol, karena lagi kesal soal ide Pak Sarta soal dosa. Saat didekat Leni, Ahmad langsung aja main colek, tanpa basabasi.

“Buk…! Tiba-tiba pacar Leni yag berprofesi sebagai kopral Marinir menghajar Ahmad habis-habisan. Untung bagi Ahmad kejaian ini di tengah keramaian. Semua orang melerai, dan ia dipapah dibawa pulang, setelah dijahit lukanya di puskesmas desa.

Esoknya, Imam menyempatkan menjenguk sobat yang sedang sial ini.

“Pak Sarta memang betul. Dosa itu memang tidak ada, Mam,” dengan mulut penyok, suara nggak jelas, Ahmad masih maksa ngobrol. Imam geli, melihat sobatnya yang babak belur tapi masih ngotot bicara soal dosa.

“Kamu, kok nggak kapok yang Ahmad. Udahlah, yang penting jalanin aja, lihat aja semua nanti kan jadi jelas…”

“Aku serius, nih Mam. Dosa itu kan tidak ada. Kita merdeka sebenarnya melakukan apa saja yang kita suka dan apa saja yang kita pikir. Aku baru mengerti, selama ini terlampu dipengaruhi oleh istilah-istilah yang tidak dimengerti” Ahmad mulai berkisah panjang lebar.

“Buktinya kamu babak belur Mad. Kamu melakukan dosa, ya nggak”

“Nggak Mam, bukan, ini bukan soal dosa, ini akibat soal mencolek, Mam.”

“Wah, kalau gitu, kalau nyolek, terus yang dicolek nggak marah, jadi boleh doong, he, he….”

“Memang boleh, siapa yang larang?” tegas Ahmad

“Waduuh Mad, kamu sesat…” geleng kepala Imam berulang-ulang.

“Mam, kalau kamu nyolek, yang dicolek nggak marah, tetapi pasti ada ‘buahnya’ , ya nggak Mam?”

“Jadi sekali lagi ini bukan masalah dosa, Mam. Ini kembali soal bibit sama buah. Ya kamu bebas-bebas aja nanam bibit, kan yang makan buah kamu juga kok. Karena itu Mam, kita harus bisa jadi orang yang berfikir merdeka, ini kedewasaan murni. Bukan karena kata orang atau dogma-dogma yang ditelan mentah-mentah, Mam”.

Pada saat pulang Imam senang hari ini, ia mendapat ilmu. Dia merasa sebagai seorang manusia merdeka, lepas dari kerangkeng dogma tentang dosa. Dan teringat Ahmad, Imam geli, karena sobatnya mendapat ilmu, tetapi setelah babak belur. Ternyata, dosa itu memang benar adanya ya…. [DP]