Kuda Raja Persia Mati, Hidup Lagi Karena Syahadat yang Dituntun Pembantu Nabi Isa

Kuda Raja Persia Mati, Hidup Lagi Karena Syahadat yang Dituntun Pembantu Nabi Isa

ini kisah sufi yang mungkin jarang kamu dengar

Kuda Raja Persia Mati, Hidup Lagi Karena Syahadat yang Dituntun Pembantu Nabi Isa

Suatu hari pembantu Nabi Isa bernama Nauf pergi ke Persia. Ketika masuk pintu gerbang, ia melihat beberapa penjaga  yang bertubuh tegap terlihat sedang asyik bermain adu kekuatan dengan hadiah 40 dirham. Nauf yang umurnya sudah uzur tertarik untuk mengikutinya.

Nauf pun kemudian ikut bertarung dan menang. Salah sorang peserta yang kebetulan anak seorang menteri menjadi terkesima. Ia kemudian bermaksud mengundang Nauf ke rumahnya.

“Bolehkan tuan mampir ke rumahku,” ujar anak tersebut.

Nauf kemudian menjawab, ”Minta izin kepada orang tuamu dulu.”

Anak itu kemudian pergi ke rumah dan bercerita kepada orang tuanya dan diizinkan Nauf bertamu di rumahnya. Ketika akan masuk rumah, Nauf membaca Bismillah. Maka seluruh setan yang ada dalam rumah itu lari lintang pukang. Hal yang sama juga terjadi ketika Nauf disuguhi makanan.

Apa yang terjadi membuat menteri itu keheranan dan kemudian bertanya,” Siapakah tuan ini sebenarnya? Dari mana Anda berasal? Saya melihat beberapa keajaiban yang tuan punya . Tak seorang pun yang  masuk rumah ini, bisa membuat setan lari lintang pukang. Begitu pual makanan yang saya hidangkan, setan yang akan makan bersama lari terbirit-birit. Katakan apa rahasianya dan jangan dipendam.”

“Baiklah, saya akan mengatakan yang sebenarnya. Hanya saja saya mempunyai satu permintaan, jangan ceritakan kepada orang lain sebelum ada izin dari saya,” ungkap Nauf.

Syarat itu disetujui oleh menteri. Kemudian Nauf bertutur bahwa sebenarnya kedatangannya ke Persia adalah perintah Nabi Isa.

“ Nabi Isa menyuruh raja dan tuan-tuan di sini agar mengakui Allah. Tuan-tuan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya,” tuturnya.

Jawaban itu membuat  menteri itu tercengang. Kemudian ia bertanya,” Tuhan saya adalah Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, yang menciptakan Tuan, memberi rezeki, menghidupkan Tuan dan mematikan Tuan.”

Menteri itu pun kemudian beriman. Hanya saja ia masih menyembunyikan imannya.

Pada suatu hari menteri tampak gundah gulana.

“Apa yang membuat tuan merasa gundah gulana?” tanya Nauf. Kemudian ia bercerita perihal kuda kesayangan rajanya mati. “Kuda itu adalah kuda kesayangan melebihi kekayaan lainnya,” tambahnya.

Nauf kemudian berkata, ”Baiklah kalau begitu. Sampaikan kepada rajamu  apabila berkenan mengikuti apa yang saya katakan kuda itu akan hidup kembali.”

Menteri itu sangat gembira lantas menghadap rajanya,”Yang mulia  saya punya tamu yang memiliki banyak keistimewaan. Dia mengatakan jika Baginda berkenan mengikuti kehendaknya, ia akan menghidupkan kembali kuda baginda atas izin Tuhan.”

Raja pun menerima tawaran menterinya itu. Kemudian Nauf dipanggil menghadap raja. Seperti biasa selalu mengucapkan Bismillah ketika memasuki istana.

Raja menyongsongnya dan berkata kepada Nauf,”Tuan. Saya dengar tuan bisa menghidupkan mahluk yang sudah mati. Tolong hidupkan kuda saya.”

“Baik. Jika yang Mulia berkenan mengikuti apa yang hamba ucapkan. Hamba akan menghidupkan kembali kuda Paduka dengan kehendak Allah,” ucap Nauf.

“Ya aku akan mengikuti perintahmu,” jawab Raja.

“Apakah baginda punya putra?” tanya Nauf.

“Aku hanya punya ayah dan permaisuri tak ada yang lain,” jawab Raja.

Nauf kemudian berkata,” Silakan panggil rakyat tuan.” Dalam waktu singkat rakyat berkumpul di halaman istana. Nauf lalu meraba salah satu kaki kuda milik raja itu lalu membaca Laa illaha Illa Allah. Dan ajaib kaki itu bergerak.

Nauf berkata lagi, “Kini raja silakan melakukan hal yang sama. Baginda pegang salah satu kaki kuda ini. Baginda panggil pula dua anggota keluarga untuk memegangi yang lain. Silakan ucap Laa ilaaha illa Allah.  Ketiga kaki kuda itu bergerak.

“Silakan Baginda menyuruh rakyat mengucapkan Laa ilaaha illa Allah. Maka atas izin Allah kuda itu kemudian berdiri kembali seperti sedia kala.

Kisah ini dituturkan oleh Wahb Ibnu Munabbih dalam kitab Usfuriyah