Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (KTT LB OKI) ke-5 baru saja digelar di Jakarta. Pertemuan yang diikuti 47 negara anggota ini fokus membahas isu konflik Palestina-Israel. Dalam pidato pembukaan KTT LB OKI Presiden RI Joko Widodo bahkan mengawalinya dengan mengutip kata-kata Bung Karno “… Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.”
Jokowi ingin menunjukkan bahwa Indonesia tetap konsisten dengan janjinya mendukung perjuangan Palestina meraih kemerdekaan. Bukan kali ini saja Jokowi mengingatkan dunia Internasional tentang isu kemerdekaan bangsa Palestina, hal ini juga terjadi ketika Jokowi membuka sidang Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada 22 April 2015 silam, dalam pidatonya di hadapan 21 kepala negara dan pemerintahan, Jokowi menyinggung dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina. Sebelumnya pada 14 Desember 2015 Indonesia juga pernah menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Yerussalem untuk menegaskan dukungannya atas kemerdekaan Palestina
.KTT LB OKI menghasilkan dua dokumen pentinga. Pertama adalah Resolusi yang menegaskan kembali posisi prinsip dan komitmen OKI terhadap Palestina dan Al Quds (Yerussalem). Kedua, Deklarasi Jakarta, sebagai inisiatif Indonesia yang memuat rencana aksi konkret para pemimpin OKI untuk menyelesaikan isu Palestina dan Al Quds.
Meski dua dokumen penting hasil dari KTT LB OKI ini dinilai hanya bermanfaat sebagai dukungan tambahan bagi Palestina, sejumlah kalangan meragukan bahwa ini akan berpengaruh signifikan untuk menekan Israel lebih jauh, misalnya sanksi PBB.
Hal itu sebenarnya juga disadari oleh internal OKI, dalam butir ke 6 resolusi KTT OKI menyebutkan, “Mengakui bahwa kegagalan negosiasi selama lebih 20 thun ini adalah karena kurangnya kemauan politik dan kuatnya okupasi Israel. Menekankan bahwa kesuksesan negoisasi dalam proses perdamaian Timur Tengah harus didasarkan pada resolusi PBB yang relevan untuk mencapai solusi dua negara. Serta, melakukan upaya menghentikan tindakan ilegal Israel.”
Dalam resolusi tersebut juga disebutkan “solusi dua negara” (two-state solution), artinya negara Palestina dan Israel hidup damai berdampingansebagaimana sikap Indonesia selama ini, two-state solution sebelumnya juga disinggung dalam pidato Presiden Joko Widodo ketika membuka KTT LB OKI. Ini adalah sebuah kemajuan, sebelumnya dalam internal OKI ada perbedaan sikap mengenai two-state solution atau one-state solution dalam isu kemerdekaan Palestina.
Konferensi ini adalah sebuah ikhtiar mengembalikan isu Palestina menjadi perhatian dunia, kita akui saat ini dunia Islam berada dalam situasi terburuk, negara-negara besar terlibat konflik serius, Arab Saudi dan sekutunya memutus hubungan diplomatik dengan Iran, keterlibatan Turki dalam konflik Suriah, Libya yang jatuh dalam perang saudara, konflik Yaman yang melibatkan Arab Saudi belum ada tanda-tanda akan berakhir, kemudian dewan negara-negara teluk baru-baru ini memutuskan organisasi Hizbullah Lebanon sebagai kelompok teroris, juga menguatnya aksi terorisme yang mengatasnamakan Islam di beberapa negara khususnya negara anggota OKI.
Dalam dinamika politik internasional khususnya Timur Tengah, pengaruh Indonesia memang belum signifikan. Namun upaya Indonesia untuk meredakan ketegangan Iran dan Arab Saudi, dan kontribusi dalam menyelesaikan konflik Palestina Israel patut dipuji. Sebab, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia justru “berdosa” jika memilih berpangku tangan dan tak berbuat apa-apa.
Rencana mewujudkan membuka Konsulat Kehormatan RI di Ramallah, Palestina, yang sudah terlupakan selama 10 tahun juga patut diapresiasi, sekalipun ada kalangan yang mempertanyakan urgensinya. Justru dengan adanya konsulat kehormatan RI di sana, konsulat ini akan berfungsi meningkatkan hubungan antar kedua negara di bidang perekenomian, perdagangan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak hanya itu, Konsulat ini juga berfungsi melaksanakan pengamatan, penilaian dan pelaporan.
Terakhir, saya menilai Indonesia juga perlu mempertimbangkan membuka komunikasi dengan Israel, sebab solusi dua negara mustahil akan tercapai tanpa ada kesepakatan dari pihak Israel. Hal ini pernah dikeluhkan Dubes Palestina di RI, bahwa ganjalan solusi dua negara berasal dari pihak Israel. []
Iqbal Kholidi adalah Pemerhati Timur Tengah. Bisa ditemui di @iqbal__kholidi