Saya masygul. Kerusuhan kemarin itu memakan delapan nyawa. Tujuh ratus lebih orang terluka. Ratusan milyar atau mungkin trilyunan kerugian yang diderita kalangan bisnis. Padahal merekalah yang menggerakkan ekonomi.
Pedagang-pedagang kecil yang berharap mereka bisa mendapatkan rejeki lebih untuk berlebaran harus terpotong penghasilannya. Itu pun kalau mereka tidak sial. Kios mereka tidak dibakar seperti seorang pedagang Indomie, atau warung sate kegemaran banyak orang.
Sejak kemarin, saya berharap bahwa mereka menggerakkan massa ini ditangkap, diadili, dan dipenjarakan. Saya tidak menerima argumen bahwa mereka yang berdemo siang berbeda dengan para perusuh malam (yang berlanjut seharian pada 22 Mei). Apa sulitnya melepas baju?
Bukan di situ persoalannya. Narasi yang dimiliki para penggerak demo ini sudah terbangun sejak beberapa minggu lalu. Semua orang tahu bahwa mereka sudah memprovokasi massa bahkan sejak hari pencoblosan ketika hasil hitung cepat keluar dan hasilnya menunjukkan mereka kalah.
Jika Anda melakukan ada provokasi, memobilisasi massa besar-besaran, dan kemudian Anda tidak bisa mengendalikannya, kemudian Anda boleh lepas tanggung jawab?
Yang lebih menyedihkan untuk saya adalah para pengambil kebijakan di negeri ini menerima narasi itu: bahwa massa yang demo damai itu berbeda dengan para perusuh. Saya tidak pernah melihat polisi dan TNI demikian sabar menghadapi para demonstran yang brutal. Mereka benar-benar ‘play by the book’ dan menerapkan prosedur yang benar.
Dalam hal ini, saya menghargai. Begitulah seharusnya polisi dan TNI bertindak. Saya tidak mau terlalu jauh membandingkan perlakuan berbeda yang mereka perlihatkan untuk demo-demo yang tidak mendapat beking dari partai politik dan sebagian oligarkh negeri ini.
Hingga hari ini, saya melihat tidak ada reaksi dari pemerintahan Jokowi yang meminta tanggungjawab dari mereka yang menggerakkan demo yang berakhir dengan kerusuhan ini. Tidak ada prosedur hukum yang dilakukan terhadap mereka. Bahkan pemerintahan ini tidak berani menyebut siapa yang terlibat. Organisasi mana yang terlibat. Siapa yang mengerahkan massa yang brutal, di wilayah-wilayah mana kerusuhan ini terjadi. Sesungguhnya semua sudah sangat jelas.
Setelah menunggu seharian kemarin, nyatalah demonstrasi dengan kekerasan yang sangat merugikan bangsa ini telah mereda. Mungkin akan berakhir.
Ya, berakhir begitu saja. Semua akan menjadi normal. Tanggung jawab dari yang menggerakkan? Jangan mimpi. Mereka sudah biasa lepas bebas sesudah membantai dan mengadu domba sana sini. Kita sudah mengalami ini berkali-kali.
Satu-satunya yang disalahkan adalah para cecunguk massa rakyat yang kere. Merekalah yang brutal. Merekalah ‘massa bayaran.’ Merekalah yang menyebabkan kekacauan ini.
Saudara, semua ini adalah soal politik. Kerusuhan ini hanyalah alat politik. Semuanya nanti akan diselesaikan dibawah meja lewat negosiasi para elit. Pihak yang berkuasa tidak akan berani membawa elit yang menggerakkan semua ini untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mereka menjadikan kerusuhan sebagai alat negosiasi. Bukan tidak mungkin nantinya mereka akan diganjar satu dua posisi penting dalam pemerintahn, ada kontrak dan konsesi yang akan diberikan, ada mega kredit dari bank dikucurkan, dan lain sebagainya.
Pihak yang berkuasa dengan senang hati akan memenuhi semua ini. Bukankah mereka yang bermain pada Kerusuhan Mei 1998 juga bermain dalam Kerusuhan Mei 2019?
Akan halnya para perusuh itu? Sodara sekalian dengan enteng hati mengutuki mereka semua. Sodara dengan gembira bersorak bahwa polisi dan TNI ‘menangani’ mereka dengan baik. Sodara semua memaklumi. Memang, para elit penguasa itu menghendaki ‘complacency’ dari sodara-sodara semua. Mereka ingin Sodara menimpakan kesalahan sebesar-besarnya pada para kerewan-kerewati kriminal ini.
Saya terus terang muak dengan permainan ini. Mungkin Anda tidak tahu. Hal-hal seperti inilah sesungguhnya yang menyebabkan saya tidak memilih dalam pemilihan presiden kemarin. Kedua calon berasal dari spesies yang sama.