Suatu hari, di hadapan para santri dan para mahasiswa sebuah perguruan tinggi, di Cirebon, aku pernah mengatakan : “Kemarahan, amok, kebencian, kecemasan, kegalauan dan frustasi yang tengah berlangsung pada bangsa ini boleh jadi merupakan “ayat”, tanda, symbol dari jiwa-jiwa yang dilanda situasi yang bisa disebut skizofrenia. Sebuah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang memengaruhi fungsi otak manusia, mengusik fungsi normal kognitif, emosional dan perilaku.
Nah, jika begitu keadaan kita hari-hari ini, maka kita harus bisa dengan segera membebaskan situasi kejiwaan yang akut ini. Jika tidak, masa depan kita adalah kengerian-kengerian yang mungkin tak tertanggungkan. Kita memerlukan cahaya, pencerahan intelektual dan kebeningan spiritual. Lalu aku menekankan : “Kita makin membutuhkan cinta”.
Dan aku mengutip kata-kata indah Maulana Jalaluddin Rumi :
ان الحب هو الذى يحول المر حلوا والتراب تبرا والكدر صفاء والالم شفاء والسجن روضة وهو الذى يلين الحديد ويذيب الحجر ويبعث الميت وينفخ فيه الحياة
Cintalah yang mengubah pahit menjadi manis, tanah menjadi butir-butir permata, yang keruh menjadi bening, yang sakit menjadi sehat, penjara menjadi taman bunga.
Cintalah yang mampu melenturkan besi, menghancurkan bebatuan, menghidupkan yang mati dan mengembuskan ruh kehidupan.
(Rumi)
Aku juga mengingat kembali kata-kata Martin Luther King Jr. :
علينا أن نتعلم العيش معاً كإخوة، أو الفناء معاً كأغبياء
“Kita harus belajar hidup berdampingan bagai saudara
Atau (jika tidak), kita akan hancur bersama sebagai manusia-manusia dungu”.