Pandemi bukan baru pertama kali terjadi di dunia. Sebelumnya sudah ada banyak macam wabah yang membunuh manusia. Bahkan, di masa generasi salaf pun penyakit menular sudah ada. Hanya saja, penyebaran dan tingkat penularannya mungkin tidak separah sekarang.
Penyakit dan marahabaya harus dihindari. Menghindar dari penyakit adalah sebuah kewajiban. Dalam situasi pandemic Covid 19, patuhilah aturan dan protokol kesehatan yang sudah disosialisasikan pemerintah. Hindari kerumunan dan keramaian untuk sementara waktu.
Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Imam Hisyam al-Dastuwa’i. Ulama hadis asal Basrah, Irak. Wafat kisaran tahun 154 H. Beliau adalah tabiin yang lebih senior dari Imam Abu Hanifah. Ustadz Ahong dalam cuitannnya mengatakan, Imam Hisyam pernah memutuskan berdiam diri di rumah dan behenti belajar hadis sementara waktu untuk menghindari kerumunan dan keramaian. Karena belajar hadis dengan banyak orang berpotensi penularan wabah.
“Beliau ini seorang tabiin yang lahir di masa sahabat junior. Setiap damar atau lampu rumahnya dimatikan saat hendak tidur, ia selalu ingat gelapnya alam kubur. Tabiin senior ini selalu ingat kematian. “Kalau tak berbuat baik hari ini, aku khawatir mungkin besok aku meninggal,” Kisah Ustadz Ahong.
Bagi Imam Hisyam, shalat dua rakaat (di rumah) lebih baik bagiku daripada berkeliling belajar hadis. Apa yang diputuskan Imam Hisyam ini sangat tepat dalam pandangan agama. Sebab menhindari kemudaratan lebih didahulukan daripada mengambil kemanfaatan.
Kisah seperti ini sangat banyak dalam khazanah keislaman. Ulama dahulu sudah memberi contoh kepada kita bagaimana menghadapi wabah. Agama menyuruh kita untuk berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjerumus pada bahaya dan kehancuran.