Dalam buku Sunnah Nabawiyyah Baina Ahlil Fiqh wa Ahlil Hadits, Syekh Muhammad al-Ghazali memaparkan beberapa pandangan dan dalil yang membolehkan bernyanyi dan mendengarkan musik, selama lirik dan nadanya positif, dan tidak melanggar syariat. Beliau mengutip sebuah riwayat yang disebut al-Syatibi dalam al-I’thisham di mana ada sekelompok orang mendatangi Umar bin Khatab dan berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, kami mempunyai seorang imam, setiap kali melakukan shalat, dia bernyanyi.” Umar bertanya, “Siapa dia?” Mereka pun menyebut nama orang itu, lalu Umar berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Mari kita pergi kepadanya, kalau kita menyuruh orang lain menghadirkannya, nanti dia menyangka kita telah memata-matainya.”
Segera Umar pergi bersama sejumlah sahabat Nabi SAW. Dan mereka menjumpai orang itu sedang duduk di masjid. Ketika melihat rombongan, dia bangkit menyambut kedatangan mereka, seraya berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apa keperluanmu, dan apa yang menyebabkan kedatanganmu? Jika kami yang memerlukan sesuatu darimu, Kamilah yang seharusnya datang. Dan jika anda yang mempunyai keperluan, maka Anda, khalifah Rasulullah yang paling layak kami hormati.”
“Aku telah mendengar sesuatu yang tidak baik tentang dirimu,”Kata Umar.
“Apa itu wahai Amirul Mukminin,” Tanya orang itu.
“Apakah engkau bermain-main dalam ibadahmu?”
“Tidak ya Amirul Mukminin, saya hanya menyanyikan syair sebagai nasihat ketujukan kepada diriku”
“Biarkan kami mendengarnya. Jika ucapan itu baik, aku pun ikut mengucapkannya. Tetapi jika itu buruk, aku akan melarangmu.”
Maka orang itu membacakan syair sambil melagukannya.
Mendengar hal itu, Umar bin Khattab berkata, “Begitulah hendaknya siapa yang ingin bernyanyi”.
Syekh Muhammad al-Ghazali menambahkan, tindakan Amirul Mukminin ini, terdapat teladan yang baik bagi kita, setiap lagu yang mendorong ke arah kemuliaan, ketekunan, dan istiqamah, adalah nyanyian yang baik. Tidak semua nyanyian haram. Hukum bernyanyi tergantung pada kandungan lirik dan dampak yang dihasilkannya.