Alkisah ada seorang pedagang yang hidup dengan memelihara seekor kera. Sehari-hari, ia menjual khamr, Dan si kera selalu ikut dengan pedagang tersebut kemanapun ia pergi, termasuk ketika sedang berdagang menjual khamr di atas perahu maupun ketika mempersiapkan barang dagangannya. Sehingga kera tersebut mengerti semua tentang apa yang dilakukan oleh pedagang dan barang dagangannya.
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Musnad Imam Ahmad, Rasulullah Saw pernah bersabda; bahwasanya ada seorang laki-laki yang menjual khamr di sebuah perahu. Laki-laki penjual khamr tersebut, selalu diikuti oleh kera yang dipeliharanya termasuk ketika sedang berada di perahu.
Hingga suatu ketika, terjadi peristiwa yang tidak seperti biasanya. Kera yang selalu mengikuti pedagang tersebut, tiba-tiba mengambil harta yang merupakan hasil jualan khamr majikannya selama ini. Si kera membawa harta hasil jualan ke atas tiang perahu, kemudian membaginya menjadi dua. Sebagian ia lempar ke laut, dan sebagian ia berikan kepada majikannya.
Ternyata kera tersebut tidak suka dengan cara jualan yang dilakukan oleh majikannya. Sebab selama mengikuti majikannya jualan khamr, majikannya sering mencampur khamr dengan air kemudian baru dijual. Ia juga menjualnya dengan harga yang sama, seperti khamr asli tanpa campuran. Kera tersebut tahu bahwa majikannya berbuat curang dalam berdagang, sehingga ia geram dan memberikan harta hasil jualan kepada yang berhak yaitu air laut, karena airnya ikut dijadikan campuran dan dijual. Sedangkan harta yang separohnya lagi, diberikan kepada majikannya karena itu adalah haknya selama berdagang.
Perlu diketahui bahwa pengharaman khamr dalam Islam dilakukan secara bertahap. Pada awalnya, khamr sendiri tidaklah diharamkan, sampai turun sebuah wahyu dari Allah swt tentang pengharamannya. Bahkan di awal kehidupan Islam di Madinah, khamr belum juga diharamkan. Tetapi barang tersebut dicela atau termasuk dalam barang yang tidak baik namun tidak diharamkan, kemudian khamr diharamkan ketika orang-orang akan melaksanakan shalat. Bahkan menjualnyapun tidak diharamkan, sehingga banyak yang memperjual belikannya secara terbuka. Tetapi yang dilarang pada waktu itu adalah berbuat curang dalam melaksanakan jual beli. Hingga kemudian turun wahyu tentang pengharaman khamr.
Jual beli merupakan sebuah pekerjaan yang riskan dengan kecurangan, yang bukan hanya bisa merugikan manusia di dunia tetapi juga merugikan kelak di akhirat. Kecurangan dalam jual beli tentu sangat merugikan, karena mencampur barang yang berkualitas baik dengan yang berkualitas buruk. Atau misalnya mencampur sesuatu yang berharga tinggi, dengan sesuatu yang mempunyai harga rendah. Misalnya mencampur susu dengan air, sehingga hal tersebut bisa merugikan pembeli.
Padahal orang-orang yang berbuat curang, sama saja memakan harta orang lain yang bukan haknya dengan cara yang batil. Sedangkan harta seperti itu adalah harta haram, yang bisa menjadi tambahan timbangan amal jelek ketika ditimbang kelak di hari kiamat.
Di sisi lain, hewan-hewan yang hidup di sekitar kita juga akan menjadi saksi di akhirat nanti terkait dengan perbuatan yang kita buat selama hidup di dunia. Oleh karena itulah, Allah Swt melarang perusakan terhadap ciptaan-ciptaan-Nya yang ada di dunia, dan supaya saling mengasihi. Termasuk kepada tumbuhan dan binatang, sebab mereka adalah ciptaan-ciptaan Allah Swt yang kelak bisa jadi membantu melapangkan jalan manusia menuju surga begitu juga sebaliknya.
Sebagaimana seekor kera yang membuang harta pedagang khamr, ia menegur majikannya dengan membuang separuh hartanya ke laut. Di saat-saat tertentu, kera juga bisa menjadi ajaib dan berguna bahkan bisa mengingatkan manusia, sebagaimana yang terjadi dalam kisah di atas. Sebab setiap makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt, pasti mempunyai kegunaan dan hikmah dalam kehidupan di dunia ini.
Wallahu a’lam bisshawab. [rf]