Syuja’ bin Aslam, salah seorang pakar ilmu Matematika pernah mengatakan pada Abu Ja’far Ahmad bin Yusuf al-Baghdadi al-Mishri yang terekam dalam kitabnya al-Mukafa’ah. Bahwasanya Syuja’ bin Aslam pernah bertanya kepada Sanad bin Ali, tentang apa yang menjadikannya kenal dengan Khalifah al-Ma’mun dan menjadi teman dekatnya, bahkan menjadi ilmuwan kepercayaannya.
Sanad bin Ali lalu menceritakan bahwa ayahnya adalah seorang yang bekerja dengan membuat hukum-hukum ilmu astronomi bersama orang-orang yang menjadi pembantu khalifah. Mereka sangat menyukai dan mencintai sang ayah.
Sebagai seorang anak dari ahli ilmu Astronomi, Sanad bin Ali berusaha mengikuti jejak ayahnya dengan membaca kitab-kitab tentang ilmu tersebut, seperti kitab Uqlidis. Sebuah kitab tentang dasar-dasar Geometri dan perhitungan. Setelah membaca kitab tersebut, ia juga tertarik membaca kitab Astronomi lainnya yaitu al-Mijasthi. Sebuah kitab kuno tentang Geometri dan Falak, yang ditulis oleh Bathlimus. Pada masa Khalifah al-Ma’mun, kitab tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pada masa al-Ma’mun inilah, terdapat seorang laki-laki yang berada di pasar kertas yang biasa menyiapkan kertas kitab tersebut dan menulisnya, ia bernama Ma’ruf. Setelah menulisnya dengan lengkap, kitab tersebut dijual dengan harga 20 Dinar.
Suatu ketika, Sanad bin Ali meminta kepada ayahnya agar dibelikan kitab tersebut. Namun, ayahnya hanya menjawab, “Wahai anakku, beri aku waktu sampai aku mempunyai sesuatu yang bisa aku ambil, mungkin gaji atau sisa uang. Lalu, aku akan membelikan kitab itu untukmu.”
Waktu terus berjalan, namun sang ayah tidak kunjung membelikan kitab yang diinginkan oleh putranya. Hingga pada suatu waktu, Sanad bin Ali ikut bersama ayahnya mengunjungi teman-temannya untuk berdiskusi di rumah sang khalifah dengan menunggangi hewan tunggangan yang dimilikinya. Pada waktu itu, Sanad masih berusia 17 tahun.
Sesampai di tempat tujuan, para pelayan yang melayani ayahnya bilang kepada Sanad bin Ali bahwa dirinya disuruh untuk pulang terlebih dahulu, karena ayahnya agak lama di rumah sang raja. Akhirnya, Sanad bin Ali pun pergi dari tempat tersebut dengan mengendarai hewan tunggangannya. Di perjalanan, ia kemudian menjual hewan tersebut, termasuk pelana dan tali kekangnya dengan harga 30 Dinar.
Setelah menjual hewan tunggangan ayahnya tersebut, Sanad bin Ali menemui Ma’ruf untuk membeli kitab yang ia inginkan. Dan sesampainya di rumah, ia berkata kepada ibunya, “Aku telah melakukan sebuah dosa kepada kalian.” Ia kemudian lanjut bercerita kepada ibunya bahwa ia menjual kendaraan ayahnya, dan bersumpah di hadapan ibunya jika ayah marah dan melarangnya untuk membaca kitab yang telah ia beli, ia akan pergi ke tempat yang jauh.
Sambil mengembalikan uang yang tersisa 10 dinar, Sanad bin Ali kemudian berkata kepada ibunya, “Aku akan mengunci pintu kamar ini. Dan aku rela diberi sepotong roti oleh kalian, sebagaimana yang diberikan kepada orang yang dipenjara, hingga aku khatam membaca buku ini.” Mendengar ucapan anaknya, sang ibu berusaha membantunya jika sang suami datang dan memarahi putranya tersebut.
Ternyata saudara Sanad bin Ali mendengar cerita tersebut, ia lantas bergegas pergi menyusul ayahnya. Ia kemudian membisikkan kepada sang ayah, tentang apa yang sedang terjadi di rumah. Mendengar apa yang diucapkan oleh putranya tersebut, ayah Sanad bin Ali menjadi pucat dan bicaranya pun tersendat-sendat.
Melihat hal tersebut, seorang laki-laki yang ada di samping sang ayah sontak bertanya, “Kamu telah menyibukkan hatiku dan orang yang hadir di sini dengan apa yang nampak darimu. Maka, dengan hakku atas dirimu, katakanlah kepada kami, apa yang sebenarnya telah terjadi?”
Mendengar ucapan tersebut, ayah Sanad bin Ali lalu bercerita tentang kelakuan putranya yang menjual hewan tunggangannya untuk membeli kitab. Mendengar cerita tersebut, sang laki-laki sontak berkata, “Demi Allah, apa yang dilakukan oleh anakmu sungguh membahagiakan kami, maka berharaplah kebaikan kepadanya.”
Sang laki-laki tersebut kemudian mendatangkan bighal dari kandangnya, yang lebih bagus dari yang dijual oleh Sanad bin Ali, lengkap dengan pelananya. Sang laki-laki tersebut kemudian berkata, “Kendarailah bighal ini, dan jangan marahi anakmu dengan sepatah kata apapun.”
Setelah tiga tahun di dalam kamar dan merampungkan kitab al-Mijasthi dan meringkas berbagai isinya, Sanad bin Ali akhirnya keluar dari kamarnya. Ia lalu bertanya-tanya, “Apakah para ahli geometri dan perhitungan ada jadwal berkumpul dalam sebuah majelis sekarang?”
Akhirnya, ada yang memberi tahu bahwa ada perkumpulan yang diadakan di rumah Abbas bin Said al-Jauhari, yang merupakan teman dekat Khalifah al-Ma’mun. Sanad bin Ali kemudian bergegas untuk pergi ke sana. Ketika sampai di tempat tujuan, ternyata yang hadir adalah orang-orang tua dan dirinya adalah yang paling muda karena masih berusia 20 tahun.
Melihat kedatangan Sanad bin Ali yang masih bocah, Abbas bin Said al-Jauhari lalu bertanya, “Siapa kamu dan ilmu apa yang telah kamu kuasai?” Sanad menjawab, “Seorang anak muda yang menyukai ilmu geometri dan astromi.”
Lalu, Abbas kembali bertanya, “Apa kitab yang telah kau baca?”
“Kitab Uqlidis dan al-Mijasthi.”, jawab Sanad.
Abbas kembali bertanya dengan detail, “Membaca sekaligus menguasainya?”. “Ya”, jawab Sanad dengan singkat.
Abbas masih penasaran dan kembali bertanya tentang sesuatu yang sulit dalam kitab al-Mijasthi, yang penjelasan dari semua pertanyaan Abbas ternyata jawabannya ada di kertas-kertas hasil ringkasan Sanad ketika membaca kitab tersebut.
Karena Sanad bisa menjawab, Abbas pun kaget dan kembali bertanya, “Dari siapa kamu mendapat jawaban ini semua?” “Jawaban ini, semuanya aku simpulkan dari kemampuanku dan aku tidak pernah mendengarnya dari orang lain. Jawaban ini dan yang lainnya, semuanya ada di kertas yang kubawa.” mendengar jawaban tersebut, Abbas lalu meminta kertas yang dibawa oleh Sanad.
Melihat coretan-coretan dalam kertas tersebut, Abbas sontak marah. Karena mirip dengan yang ia tulis selama mempelajari kitab tersebut dan mengira Sanad mencuri kertas tersebut darinya. Ia kemudian menyuruh seseorang mengambilkan sebuah kotak yang isinya adalah catatan-catatannya, namun kotak tersebut masih rapi dengan gemboknya. Ia lalu membukanya dan mengeluarkan catatannya, ternyata segalanya masih utuh. Abbas juga membandingkan apa yang ditulis oleh Sanad dengan dirinya.
Setelah itu, Abbas lalu berbicara kepada Sanad, “Ini adalah penjelasan yang aku kuasai dari kitab al-Mijasthi. Maka, ketika kamu mengemukakan jawaban senada kepadaku, aku mengira ia dicuri hingga aku mengetahui perbedaan lafazh antara keduanya, walaupun maknanya sama.”
Abbas lalu memerintahkan supaya Sanad bin Ali diberi jubah kebesaran dan ikat pinggang keemasan. Ia kemudian dibawa menghadap Khalifah al-Ma’mun. dan sang khalifah justru menyuruh Abbas supaya menyertai Sanad dan menggajinya.
Sebuah perbuatan memang tergantung pada niatnya, jika niat awalnya adalah baik maka perbuatan tersebut akan berakhir dengan sebuah kebaikan. Walaupun di awal perbuatan tersebut, bisa dianggap tidak baik sama sekali.