Paska ditetapkannya perjanjian damai di Hudaibiyyah antara kaum Quraisy dan umat Islam di tahun keenam Hijriyyah, kondisi umat Islam kini semakin aman dari gangguan orang Quraisy. Oleh karena itu, Rasulullah SAW memanfaatkan waktu itu untuk memperluas Islam dengan jalur korespondensi, yakni dengan meyurati para raja seluruh dunia dengan mengutus para sahabat untuk langsung memberikan surat ajakan Islam tersebut.
Salah satu sahabat yang diutus Rasulullah SAW adalah Hathib bin Abi Balta’ah. Ia ditugasi membawa surat kepada Muqauqis, raja Mesir, yang diangkat oleh Kaisar Romawi. Surat ini berbunyi:
Dengan menyebut nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, ditujukan kepada Muqauqis pembesar orang-orang Mesir (Qibth). Kesejahteraan atas orang yang mau mengikuti petun juk.
Amma Ba’du: Sesungguhnya aku mengajak engkau dengan ajakan Islam; masuk islamlah engkau niscaya engkau akan selamat, Allah akan memberikan pahala kepada engkau dua kali lipat. Bilamana engkau berpaling, maka sesungguhnya di atas pundak engkau terpikul beban semua dosa orang Mesir.
Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.(Ali Imran 64)
Kemudian surat itu disampaikan oleh Hathib kepada Muqauqis di Iskandariah. Setelah Muqauqis membacanya, ia berkata, “Apakah gerangan yang mencegahnya untuk berdoa supaya orang-orang yang menentangnya dan yang telah mengusirnya dari tanah tumpah darahnya dihancurkan dan dibinasakan?”
Hathib menjawab “Tidakkah engkau percaya bahwa Nabi Isa bin Maryam adalah utusan Allah, ketika kaumnya menangkap dirinya dan bermaksud hendak membunuhnya? Mengapa dia tidak berdoa saja kepada Allah supaya membinasakan mereka? Mengapa ia menunggu sampai Allah mengangkat dirinya ke sisi Nya?”
Muqauqis berkata, “Jawaban engkau sangat bagus engkau memang bijaksana dan datang dari seorang yang bijaksana pula.“ Selanjutnya Muqauqis berkata “Sesungguhnya aku telah memperlihatkan prihal nabi ini, ternyata aku menjumpainya bahwa dia tidak memerintahkan kepada hal yang tidak disukai dan dia juga tidak melarang hal yang disukai. Aku menemukannya bukan seorang penyihir yang sesat, dan bukan pula seorang juru ramal lagi pendusta. Aku menemukan pada dirinya tanda kenabian, yaitu dapat mengetahui hal yang ghaib yang tersembunyi, dan dapat menceritakan tentang apa yang terbetik dalam hati. Aku akan mempertimbangkannya lebih dahulu.”
Selanjutnya ia menulis surat balasan sebagai berikut:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi maha penyayang. Ditujukan kepada Muhammad ibnu abdillah dari Muqauqis penguasa bangsa Mesir. Semoga kesejahteraan terlimpahkan atas diri engkau.
“Amma Ba’du, amku telah membaca surat engkau dan telah mengerti apa yang engkau serukan, serta aku telah mengetahui bahwa masih ada seorang nabi yang aku duga keluar dari negeri Syam. Aku telah memuliakan utusan engkau serta aku kirimkan bersamanya dua orang jariyah yang keduanya mempunyai keududukan terhormat di kalangan kami, dan kami kirimkan pula pakaian pakaian, serta aku hadiahkan khusus untuk engkau seeokor bughlah (keledai) sebagai kendaraan engkau. Wassalam.
Salah seorang di antara kedua jariyah tersebut bernama Mariah, yang kemudian dinikah oleh Nabi SAW dan kemudian memiliki anak lelaki bernama Ibrahim. sedangkan jariyah yang satu bernama Sirin diberikan kepada Hissan bin Tsabit. Menurut riwayat lain Nabi SAW diberikan bughlah berwarna kelabu bernama duldul dan himar kelabu dan baju koptik mesir dan madu. Namun sangat disayangkan Muqauqis tidak mau masuk Islam.
Kisah pemberian hadiah dari Raja Muqauqis kepada Nabi SAW dan iapun menerima hadiahnya adalah cerita yang sangat masyhur di kalangan ahli sejarah. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa Nabi SAW sangat terbuka dengan siapapun, dengan non muslim sekalipun. Meskipun Raja Muqauqis tidak sampai masuk Islam, namun Nabi SAW tetap mau menerima hadiah darinya.
Selain Muqauqis, Nabi SAW juga pernah diberi hadiah oleh raja Ailah (raja musyrik) berupa baghlah (keledai) berwarna putih dan burdah/ selimut. Dan kemudian Nabi SAW mengirim surat (ucapan terimakasih) kepadanya. Kisah ini disampaikan oleh Abu Humaid di dalam Shahih al Bukhari.
Bahkan imam al Bukhari sendiri memberikan judul Bab Qabulil Hadiyyah Minal Musyrikin. Selain diberikan pakaian dan keledai, Nabi SAW juga pernah diberikan hadiah dari seorang wanita Yahudi berupa makanan, yakni daging kambing. Dan Nabi SAW menerimanya lalu memakannya, meskipun setelah itu diketahui bahwa makanan itu beracun dan Nabi SAW seketika melepehnya, dan prempuan itu pun disidang atas percobaan pembunuhan Nabi SAW Namun ia justru ingin mengetes bahwa Nabi SAW adalah benar-benar seorang Nabi SAW yang pasti akan dilindungi oleh Allah Swt.