Sebagai seorang akademisi dan ulama tafsir, sangat wajar jika Quraish Shihab sering diundang untuk mengisi seminar dan acara diskusi di berbagai daerah di Indonesia. Keilmuannya yang mumpuni dalam bidang tafsir perlu ditularkan ke seluruh penjuru Nusantara.
Namun, itu bukanlah hal yang mudah. Quraish Shihab pernah menghadapi situasi ketika ia dipaksa turun dari mimbar seminar di salah satu universitas yang berlabel Islam hanya karena adzan dhuhur sedang berkumandang.
Saat itu, ayah Najwa Shihab ini sedang menjelaskan makalah yang ia tulis untuk seminar itu. Adzan shalat Dhuhur pun berkumandang dan ia menghentikan paparannya sejenak untuk menjawab kumandang panggilan adzan. Setelah adzan selesai, mantan menteri agama ini pun kembali melanjutkan penjelasannya. Hingga datang seorang yang memprotesnya dan memintanya turun dari mimbar seminar.
Orang yang memaksanya turun berpendapat bahwa saat ada panggilan shalat, semua muslim harus menghentikan semua kegiatannya dan bergegas menuju tempat shalat. Apalagi bagi seorang ulama tafsir macam penulis tafsir al-Misbah ini.
Saat itu, Quraish Shihab memohon izin untuk terus melanjutkan seminarnya sebentar karena ia akan segera bertolak ke Jakarta. Bagi mufassir Indonesia ini, keiinginan orang tersebut untuk meninggalkan forum demi melaksanakan shalat tentu adalah haknya, walaupun secara etika, ia perlu izin (memberi isyarat) kepada pimpinan forum saat meninggalkan ruangan. Namun jika hal itu dilakukan sembari mengancam orang lain dan mencaci saat ajakannya tidak digubris maka hal itu tentu merupakan tindakan yang kurang tepat.
Dalam kisahnya yang lain, salah satu cucunya bercerita bahwa temannya diperintahkan orang tuanya untuk meninggalkan segala kegiatan yang ia lakukan saat adzan tiba. Menantu Quraish Shihab pun pernah mengalami hal yang sama. Ia pernah dimarahi pimpinan di kantornya hanya karena ia masih melanjutkan pekerjaannya saat adzan berkumandang.
Kisah-kisah tersebut membuat Quraish Shihab berfikir panjang terkait orang-orang yang dengan mudah menganggap keislaman orang lain kurang sempurna jika tidak menghentikan kegiatannya saat adzan berkumandang dan bergegas shalat.
Padahal bisa jadi, orang yang menyelesaikan pekerjaannya berniat agar saat menunaikan shalat nanti ia bisa lebih khusyu’, fokus dan tidak kepikiran lagi dengan pekerjaannya. Tentunya dengan tetap ingat untuk mengerjakan shalat pada waktu yang telah dituntukan.
Dengan latar belakang kisah-kisah di atas, serta pertanyaan besar yang ada di kepala penulis buku Membumikan Al-Quran ini, ia pun menulis buku yang berjudul Khilafah: Peran Manusia di Bumi. Buku ini ditulis pada masa-masa pandemi Covid-19 dan telah diterbitkan pada bulan Juli 2020.
Menurut Quraish Shihab dalam bukunya Khilafah, Allah SWT telah memberikan kemudahan. Namun beberapa orang yang semangat keagamaannya meluap-luap tanpa disertai dengan pengetahuan dan keilmuan yang memadai malah menolak dan meninggalkan kemudahan itu.
Dalam Surat al-Hajj ayat 78 Allah SWT berfirman,
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
Bagi Quraish Shihab, dalam kasus shalat, Allah SWT sebenarnya telah memberikan waktu-waktu khusus terkait shalat dalam jam yang cukup panjang. Hal ini menunjukkan bahwa Allah SWT mengetahui bahwa manusia memiliki kegiatan lain. Sebatas kegiatan atau pekerjaan tersebut memang dibolehkan secara agama dan juga tetap memperhatikan waktu shalat yang telah ditentukan.
Penjelasan panjang terkait hal ini dapat ditemukan dan dibaca secara langsung dalam buku Quraish Shihab, Khilafah; Peran Manusia di Bumi. Di buku ini, Quraish juga menjelaskan panjang lebar terkait tujuan Allah SWT menciptakan jin dan manusia, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Secara panjang lebar dan mendetail juga telah dijelaskan dalam buku tersebut.
Dari kisah ini, kita perlu memperbaiki diri. Jangan sampai merasa bahwa kita lebih baik dari orang lain hanya karena kita lebih dahulu melakukan shalat dan meninggalkan kegiatan kita. Apalagi sampai mencaci dan menghardik orang-orang yang menolak ajakan untuk segera melakukan shalat, hanya karena mereka masih memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. (AN)
Wallahu a’lam.