Kisah Pencuri yang Tobat dan Pengikut Nabi yang Sombong

Kisah Pencuri yang Tobat dan Pengikut Nabi yang Sombong

Ini kisah dua orang di masa Nabi Isa AS. Pertama, pencuri dan pendosa yang ingin tobat, serta Hawariy, pengikut Nabi Isa yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain.

Kisah Pencuri yang Tobat dan Pengikut Nabi yang Sombong

Setiap manusia pasti memiliki kesalahan, entah itu kesalahan kecil maupun besar. Hanya orang yang maksum seperti Nabi dan Rasul yang bebas dari kesalahan. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh hamba yang mempunyai kesalahan adalah dengan tobat, walaupun dia seorang pencuri dan pendosa. Karena bertaubat adalah ajaran dan anjuran Rasulullah SAW.

Seperti disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi berkata:

يَا أَيُهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ ، فَإِنِّي أَتُوبُ في الْيَوْمِ مَائَةَ مَرَّةٍ

Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan meminta ampunan-Nya. Sesungguhnya aku bertaubat seratus kali dalam sehari.

Dalam Al-Qur’an, Allah pun menerima taubat hamba-Nya jika hamba tersebut sudah benar-benar bertaubat. Allah berfirman:

وَهُوَ ٱلَّذِى يَقْبَلُ ٱلتَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِۦ وَيَعْفُوا۟ عَنِ ٱلسَّيِّـَٔاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

Dia (Allah) adalah zat yang menerima taubat dari hambanya, mengampuni kesalahan-kesalahan, dan mengetahui apa yang hamba-Nya lakukan. (Asy-Syura Ayat 25)

Mengenai taubat, ada cerita menarik pada zaman Nabi Isa AS, tentang penjahat yang suka membegal di jalanan, kemudian tiba-tiba hatinya tersentuh ingin bertaubat saat melihat Nabi Isa dan salah satu pengikutnya (Hawariy). Cerita ini dimuat di dalam kitab Hilyatul Auliya wa Thabaqat al-Ashfiya’ karya Abu Nu’aim al-Ashfihani dan juga Kitab at-Tawwabin karya Ibnu Qudamah.

Kisah ini diceritakan oleh Wahib bin al-Ward. Wahib berkata:

بلغنا أن عيسى ” عليه السلام ” مرَّ هو ورجل من بني إسرائيل من حواريه بلصٍ في قلعة له . فلما رأهما اللص ، ألقى الله في قلبه التوبة .

Telah sampai kepdaku cerita tentang Nabi Isa AS berjalan melewati seorang pencuri di benteng perbatasan. Kala itu Nabi Isa ditemani oleh seorang Hawariy. Ketika pencuri tersebut melihat mereka, kemudian Allah membuka hatinya untuk bertaubat.

Betapa beruntungnya pencuri tersebut yang hanya melihat orang baik, hatinya bisa tersentuh. Lantas bagaimana dengan kita?

Pencuri tersebut berkata dalam hati, “Dia adalah Isa bin Maryam Alaihissalam ‘Ruh Allah’ dan ‘Kalimatuallah’, dan yang satunya adalah pengikut Nabi Isa dari kaum Hawariyyin. Lantas siapalah aku, wahai si celaka?”

Pencuri ini berdialog dengan dirinya sendiri, bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri. Sang pencuri pun menjawab pertanyaannya sendiri, “Kamu itu hanyalah si pencuri kaum Bani Israil, yang telah membegal di jalanan, mencuri uang, hingga mengalirkan darah”

Kemudian pencuri tersebut berjalan mendekat kepada Nabi Isa AS dan Hawariy dengan rasa ingin bertaubat dan menyesal terhadap hal-hal yang telah ia perbuat.

Ketika sudah menyusulnya, si pencuri kembali berkata dalam hati, “Kamu ingin berjalan bersama mereka? Kamu tak sama dengan mereka, berjalanlah di belakangnya seperti jalannya para pendosa.”

Dari sini kita bisa melihat, pencuri tersebut merasa bahwa dia tidak pantas disejajarkan dengan orang yang baik. Dia merasa hina karena melihat perbuatan masa lalunya.

Si Hawariy menoleh ketika pencuri mendekat, Hawariy pun mengenalnya. Dia berkata dalam hati, “Lihatlah orang jahat dan celaka itu yang berjalan di belakang.”

Allah pun melihat isi hati pencuri tersebut, yaitu penyesalan dan pertaubatan. Sementara dari hati Hawariy berisi penghinaan kepada si pencuri dan perasaan lebih mulia darinya.

Maka Allah Ta’ala memberi wahyu kepada Nabi Isa berupa perintah kepada Hawariy dan pencuri untuk memulai amalnya dari nol. Bagi pencuri, sudah terampuni dosa-dosa yang sudah berlalu karena penyesalan dan taubatnya. Bagi Hawariy, telah terhapuskan semua amalnya karena bangga terhadap dirinya sendiri, dan penghinaannya terhadap pencuri yang sedang bertaubat.

Dari cerita pencuri yang tobat tersebut dapat diambil pelajaran, bahwa sebesar apa pun dosa yang kita perbuat, pintu taubat Allah selalu terbuka untuk kita. Dengan catatan, kita harus merasa harus menyesal dengan perbuatan yang telah kita lakukan, dan mempunyai i’tikad untuk kembali kepada Jalan Allah Ta’ala.

Pun, kita juga tidak boleh meremehkan orang yang memiliki masa lalu kurang baik. Apalagi orang tersebut sudah bertaubat kepada Allah. Pencuri yang tobat lebih baik dari pada orang yang setiap hari berbuat baik namun sombong. Rasanya percuma amal ibadah yang kita lakukan selama ini, jika masih meremehkan orang lain. (AN)

Wallahu A’lam