Tsauban merupakan budak Rasulullah yang di kemudian hari ia dimerdekakan. Karena setiap hari ia melihat perilaku dan adab Nabi, cintanya kepada Nabi semakin tumbuh lebat. Bahkan kecintaannya melebihi cintanya kepada keluarga Tsauban sendiri.
Habib Muhammad bin Husain Anis mengisahkan bahwa suatu saat Tsauban didatangi Rasulullah SAW. Namun Baginda Nabi mendapati kulit Tsauban yang telah berubah, tubuhnya menjadi kurus, di wajahnya tampak menyimpan raut muka kesedihan. Ia seperti orang yang sedang menderita sakit.
Nabi menyapanya, “Hai Tsauban, ada apa gerangan yang menjadikanmu berubah seperti demikian?”
“Ya Rasulallah, aku tidak sedang punya masalah dan tidak sedang mengalami sakit atau kelaparan. Hanya saja, ketika aku tidak melihat engkau, rinduku ini bergejolak hebat tiada tara. Pergolakan rindu batinku tidak akan lepas hingga aku bertemu engkau. Nah, aku berpikir, iya, kalau di dunia aku masih bisa menemuimu wahai Nabi, namun jika di akhirat kelak, apa mungkin aku bisa mengobati rinduku padamu, aku tidak akan lagi bisa melihatmu di sana.”
Kemudian Tsauban memberikan sebuah alasan mendasar, “Engkau adalah Nabi, aku manusia biasa. Engkau pasti akan diangkat Allah di surga pada level yang sama dengan nabi-nabi lain, sedangkan aku, andai saja aku masuk surga, toh surga kita tidak akan sama. Derajatku pasti akan berada di bawah derajatmu. Itu kalau aku masuk surga. Kalau tidak, niscaya akau tidak akan melihatmu selama-lamanya.”
Mendengar aduan Tsauban yang seperti demikian Rasulullah diam hingga kemudian malaikat Jibril datang membawakan kabar gembira berupa wahyu berikut:
Artinya: “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya, maka mereka akan bersama dengan orang-orang yang diberi kenikmatan Allah.”
Selengkapnya, klik NU Online