Menurut Syaikh Abdul Halim Mahmud, sedikitnya ada tiga tokoh sufi utama di abad kedua hijriah; Sufyan al-Tsauri, Fudhail bin Iyadh, dan Abdullah bin Mubarak. Membaca kisah-kisah tiga tokoh ini dan tokoh lainnya adalah agar menjadi teladan bagi kaum muslim. Kisah-kisah para ulama besar masa lalu bisa menjadi inspirasi untuk menumbuhkan semangat keberagamaan yang benar. Terlebih mereka adalah para sufi besar di masanya.
Di antara ketiga sufi besar ini, Abdullah bin Mubarak adalah sufi yang dianugerahi harta kekayaan berlimpah. Berbeda dengan dua sufi lainnya. Konon Abdullah bin Mubarak adalah seorang pedagang kaya raya yang dermawan.
Ihwal kekayaan yang dimiliki Abdullah bin Mubarak yang di sisi lain sebagai seorang sufi ini sempat membuat ayahanda Fudhail bin Iyadh merasa muskyil. Ia bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, “Engkau menyuruh kami semua untuk berperilaku zuhud, tidak berlebih-lebihan, sementara dirimu sendiri bergelimang harta kekayaan. Bagaimana ini?” Abdullah bin Mubarak menjawab pertanyaan ini dengan baik dan sangat bijak. Ia berkata, “Wahai Abu Ali, aku bekerja ini (menjadi pedagang) agar aku mampu menjaga harga diriku. Harta yang aku miliki aku gunakan untuk taat dan beribadah kepada-Nya.”
Kisah Kedermawanan Abdullah bin Mubarak
Mengenai sifat kedermawanan Abdullah bin Mubarak telah banyak diceritakan dengan baik oleh sahabat-sahabatnya. Kedermawanannya mendapat pujian dari banyak koleganya. Ismail bin ‘Ayyas mengatakan, “Sepengetahuanku tidak ada orang lain di muka bumi ini yang menyamai Abdullah bin Mubarak. Allah telah menjadikan sifat dermawan itu benar-benar melekat dalam dirinya. Teman-teman karibku telah menceritakan kepadaku bahwa suatu ketika mereka menemani Abdullah bin Mubarak dari Mesir menuju Makkah. Mereka disuguhi makanan-makanan yang lezat oleh Abdullah bin Mubarak. Sementara si pemberi sendiri malah terus berpuasa sepanjang tahun.”
Ibnu Katsir meriwayatkan sebuah kisah mengenai kedermawanan Abdullah bin Mubarak. Suatu ketika Abdullah bin Mubarak telah bertekad untuk menunaikan ibadah haji dan telah menyiapkan biaya yang cukup. Ketika ia telah sampai di satu daerah ia melihat seekor burung mati tergeletak di jalan. Ia kemudian menyuruh sahabat-sahabat yang menemaninya untuk membuangnya ke tempat sampah beberapa meter di depannya. Para sahabatnya bergegas menuruti perintahnya dan mereka mendahului Abdullah bin Mubarak dan membuang bangkai burung tersebut ke tempat sampah. Saat Abdullah bin Mubarak sampai di tempat sampah di mana bangkai burung tersebut dibuang, ia melihat seorang perempuan keluar dari sebuah rumah dekat tempat sampah. Lalu perempuan tersebut mengambil bangkai burung yang ada dalam tempat sampah tersebut. Setelah diambilnya burung tersebut perempuan itu kembali ke rumahnya. Abdullah bin Mubarak terdiam di hadapannya dan bertanya tentangnya dan ihwal mengambil bangkai burung yang telah dibuang oleh sahabatnya, “Menjauhlah dariku.” Pinta perempuan itu. Kemudian Abdullah bin Mubarak terus bertanya kepadanya, hingga perempuan itu menjawab, “Sesungguhnya aku punya anak-anak lelaki yang kelaparan dan menangis sejak tiga hari lalu. Dalam kondisi seperti ini aku pikir bahwa bangkai ini halal.” Abdullah berkata, “Aku kemudian melepaskan ikat pinggangku dan kupenuhi dengan uang yang sedianya akan kugunakan untuk biaya haji.” Aku berkata kepada perempuan yang lapar itu, “Ini sebagai ganti hajiku.” Kemudian aku berlalu. Saat orang-orang menunaikan haji kembali mereka mengucapkan selamat kepadaku. Aku berkata, “ Aku tidak meninggalkan negaraku. Ada berita apakah gerangan?” Saat aku kembali ke rumah, aku tertidur dan melihat Rasulullah Saw dalam tidurku bersabda kepadaku, “Ketika engkau menyerahkan dinarmu, dan melepaskan kesulitan perempuan dan anak-anak yatimnya, maka Allah mengutus malaikat yang menunaikan haji setiap tahun dalam rupamu sampai hari kiamat dan menjadikan pahala haji itu untukmu.”
Semoga kisah ini memberikan teladan bagi kita semua untuk rajin berderma dan bersedekah. Terlebih di bulan yang penuh dengan keberkahan ini.