Imam Bukhari adalah nama besar dalam khazanah keulamaan Islam. Bahkan pada masanya, tidak ada ulama yang bisa menandingi kehebatannya. Beliau selalu menjadi rujukan para ulama dalam meriwayatkan hadis. Karena kehebatannya dalam bidang hadis tersebut, beliau dijuluki dengan gelar Amirul Mukminin dalam bidang hadis.
Bahkan ketika banyak ulama ingin menjatuhkan beliau, tidak ada satupun yang mampu. Hal ini terjadi ketika sang imam menyambangi kota Samarkand, kemudian berkumpullah sekitar 400 ulama hadis mengelilinginya yang bermaksud untuk menjatuhkan beliau. Mereka mengeluarkan matan-matan hadis dengan sanad yang tidak tepat, dan mecampuradukkan dalam penetapan sanad. Seperti memasukkan sanad orang-orang Syam ke dalam sanad Irak.
Kemudian mereka juga membacakan hadis-hadis kepada beliau dengan tujuan mengujinya. Akan tetapi semua hadis itu disanggah oleh Imam Bukhari, kecuali hadis yang didasarkan pada sanadnya. Lalu beliau meluruskan hadis, dan sanad seluruhnya. Hingga mereka tidak bisa menjatuhkan beliau dalam aspek sanad maupun matan, dan mengakui kapasitas keilmuan beliau. Hal tersebut juga pernah terjadi di Baghdad, sebagaimana dijelaskan oleh Abu Zahrah dalam karyanya al-Hadis wal Muhaditsun.
Salah satu sebab Imam Bukhari berkonfrontasi dengan pemerintah pada waktu itu seperti yang dijelaskan oleh Abdul Aziz al-Badri dalam karyanya Al-Islam baina al-Ulama wa al-Hukkam yaitu ketika pemimpin Khurasan yang bernama Khalid bin Ahmad adz-Dzahili meminta Imam Bukhari yang berada di negerinya Bukhara untuk hadir ke istana. Tujuan Khalid bin Ahmad mengundang Imam Bukhari agar datang ke istana adalah supaya anak-anak sang pemimpin bisa belajar ilmu kepadanya dan juga memberikan ceramah di istana.
Akan tetapi, sang ulama besar hadis tersebut menolak permintaan itu dan berkata, “Ilmu diajarkan di rumahku!” Setelah Imam Bukhari menolak permintaan sang pemimpin Khurasan tersebut, Khalid pun menginginkan supaya orang-orang tidak mendengarkan kembali pelajaran-pelajaran Imam Bukhari di majelisnya. Namun banyak orang yang mengabaikan perintah tersebut. Banyaknya orang yang menolak permintaan tersebut, membuat penguasa memberi perintah agar Imam Bukhari dibuang dari negerinya ke negeri Khartand yang jauh dari Samarkand. Â Hingga akhirnya Imam Bukhari menetap di negeri pengasingannya tersebut dan meninggal di sana.