Kisah Imam as-Syibli Mengakali Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir

Kisah Imam as-Syibli Mengakali Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir

Jika manusia biasa takut saat menghadapi pertanyaan kubur oleh Munkar dan Nakir, beda halnya dengan Imam as-Syibli

Kisah Imam as-Syibli Mengakali Pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir

Selalu saja ada kisah unik dari para ulama ketika sedang berhadapan dengan duo malaikat spesialis introgasi keimanan yakni, Munkar dan Nakir.

Sebagaimana yang jamak kita ketahui bagaimana Imam Sibawaih dengan santainya justru balik bertanya ketika ia ditanya siapa tuhanmu oleh munkar dan Nakir.

“Man disitu, man isim maushul atau istifham?”

Ada juga Abu Nawas yang justru mengakali kedua malaikat tadi dengan menyamar menjadi mayat yang sudah usang.

Begitu pula hal serupa dialami oleh Imam Abu bakar as-Syibli seorang Sufi kenamaan murid dari Imam juanid al-Baghdadi. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Dulaf bin Ja’far bin Yunus As-Syibli lahir di Samara’ pada tahun 247 H atau bertepatan dengan tahun 861 M.

Dalam Tadzkiratul Auliya karya Fariduddin al-Athor diceritakan bahwa suatu ketika salah seorang sufi bertemu dengan Imam Syibli dalam mimpinya.

Pada saat itu ia bertanya pada Imam Syibli, “Bagaimana reaksimu ketika bertemu dengan malaikat Munkar Nakir?”

Kemudian Imam Syibli bercerita, “Ketika Malaikat Munkar Nakir menemuiku ia bertanya, “Siapa tuhanmu?”

“Tuhanku, adalah Tuhan yang sama dengan tuhan yang memerintahkanmu dan seluruh malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam, kakekku.” Jawab Imam Syibli.

“Nah, pada saat itu saya kebetulan berada di barisan belakang Nabi Adam melihat kalian berdua bersujud kepadaku. Masak gitu aja gak tahu”

“Gimana mau nanya apa lagi?”

Keduanya hanya diam kebingungan, saling berpandangan. Keduanya saling sikut untuk melanjutkan introgasi. Namun akhirnya mereka berdua pun kembali dengan perasaan sedikit malu diwajahnya.

Imam Syibli ini memang terkenal sebagai seorang wali yang nyentrik. Bukan hanya ketika ditanya oleh malaikat Munkar Nakir saja ia berulah.

Sebelumnya ketika ia hendak meninggal ia meminta sahabatnya untuk diambilkan air wudhu. Setelah itu ia justru berdendang menyanyikan sebuah syair

إن بيتا أنت ساكنه … غير محتاج إلى السرج

وجهك المأمول حجتنا … يوم يأتي الناس بالحجج

Sungguh rumah yang Engkau diami, tak butuh pada penjaga.

Wajah-Mu yang selalu kuimpikan adalah pembelaku. Pada hari dimana manusia membutuhkan pembela.

Tak cukup sampai di situ, setelah itu para sahabatnya yang setia mendampingi di sisinya pun berinisiatif untuk membisikkan kalimat syahadat di telinganya.

Namun apa reaksi dari Imam Syibli? Ia langsung menolak bisikan itu. Ia bersikeras tidak ingin ditalqin .

“Sudah, tidak usah ditalqin. Seseorang yang sudah mencapai puncak maqom mahabbah pasti menolak untuk disuap.”

Wallahu A’lam