Cinta memang penuh misteri, ia bisa membuat seseorang menjadi lebih baik namun juga bisa menjadi sebaliknya. Bukti cinta sejati seseorang kepada yang dicintainya, juga bisa terlihat dari sikapnya yang rela untuk melakukan apa saja untuk orang yang dicintai. Sebagaimana sebuah kisah yang terdapat dalam kitab Uqud al-Lujain, karya Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani atau yang dikenal dengan Syekh Nawawi Banten.
Dalam kitab tersebut, dikisahkan bahwa suatu ketika pada masa Rasulullah SAW ada seorang perempuan yang keluar dari rumah untuk mendengarkan petuah Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Di tengah jalan, perempuan tersebut berpapasan dengan seorang pemuda. Pemuda tersebut lalu bertanya kepada perempuan tersebut, “Wahai perempuan yang mulia. Kamu mau pergi ke mana?”
Mendengar pertanyaan tersebut, sang perempuan lalu menjawab, “Aku ingin mendatangi Nabi SAW, dan duduk di sisinya serta mendengarkan sabdanya yang indah.”
Mendengar jawaban tersebut, si pemuda tidak langsung diam. Dia kembali bertanya, “Apakah kamu mencintai Nabi SAW?” “Ya. Aku mencintainya,” jawab sang perempuan kepada pemuda tersebut. Lalu sang pemuda kembali berkata kepada perempuan itu, “Demi kebenaran cintamu kepadanya, singkaplah kerudungmu sampai aku dapat melihat wajahmu.”
Ketika mendengar perkataan pemuda yang menyuruhnya untuk membuka kerudung, sebagai bukti cinta sejati kepada Nabi SAW. Sang perempuan pun menurutinya, sehingga pemuda itu benar-benar dapat melihat wajahnya.
Setelah kejadian tersebut, si perempuan pun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ia menceritakan kejadian yang baru dialaminya kepada sang suami. Mendengar cerita sang istri, hati sang suami pun goyah bahkan hampir tidak percaya.
Sang suami lalu berkata, “Aku harus bisa membuktikan kebenaranya supaya aku lega. Dan aku juga harus mengujinya.”
Sang suami lalu menyalakan tungku, dan pada tungku tersebut terdapat sebuah lubang untuk meletakkan wajan yang biasa digunakan untuk memasak roti. Dengan sabar, sang suami menunggui tungku sampai menyala penuh dengan api. Setelah api menyala semua, ia berkata kepada sang istri, “Demi Nabi SAW, masuklah ke dalam tungku itu.”
Ketika disumpah atas nama Nabi SAW, seketika itu sang istri langsung menceburkan diri ke dalam lubang tungku tanpa mempedulikan nyawanya, karena ia benar-benar mencintai Nabi SAW.
Melihat sang istri yang benar-benar menceburkan diri ke dalam tungku yang besar itu, dan tenggelam di dalam api. Sang suami pun sangat menyesal, dan sadar akan kebenaran ucapan sang istri. Ia lantas pergi menghadap kepada Rasulullah SAW, dan menceritakan perihal kejadian yang terjadi terhadap sang istri serta keadaannya saat itu. Setelah mendengar cerita tersebut, Rasulullah SAW lalu bersabda; “Pulanglah dan keluarkan ia dari tungku itu.”
Sang suami akhirnya pulang. Sesampainya di rumah, ia langsung mengeluarkan sang istri dari kepungan api yang ada di tungku. Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Setelah berhasil mengeluarkan sang istri dari kepungan api di tungku tersebut. Justru yang didapatinya adalah keadaan sang istri yang tidak kenapa-kenapa, badannya hanya basah penuh dengan keringat.
Cinta sejati memang mampu menggerakkan hati seseorang, hingga ia rela melakukan hal apa pun demi membuktikan cintanya terhadap sesuatu yang ia cintai. Namun perihal pembuktian cinta sejati, seharusnya tidak perlu menunggu momentum tertentu. Karena cinta sejati tidak melihat waktu kapan harus dibuktikan, tapi ia benar-benar muncul setiap saat sebagai pembuktian ketulusan hati. Karena cinta sejati ada di setiap waktu dan setiap tarikan nafas manusia.
Sebab, kebenaran cinta terletak pada tiga hal: memilih ucapan kekasih daripada ucapan orang lain, memilih duduk bersama kekasih daripada duduk bersama orang lain, dan memilih kerelaan kekasih daripada kerelaan orang lain.
Karena cinta adalah tentang kerelaan, sebagaimana salah satu definisi cinta itu sendiri yaitu;
المحبة إثار ما تحب لمن تحب
Cinta adalah mendahulukan sesuatu yang dicintainya untuk seseorang yang dia cintai.
Cinta sejati memang butuh bukti, namun untuk membuktikannya tidak semuanya harus kita relakan. Apalagi merelakan kehormatan kita atas nama cinta. Namun, jika hadirnya seseorang yang kita cinta bisa menuntun kita kepada hal-hal yang baik dan positif. Hal tersebut adalah sebuah anugerah besar. Karena bisa menuntun manusia semakin mencintai Tuhannya, Nabinya dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Tentunya akan mengajarkan arti tentang ikhlas dan merelakan.