Qutaylah tak bisa menahan diri untuk tidak menyapa Abdullah. Saudara perempuan pendeta Waraqah itu terang-terangan meminta Abdullah agar menjadikan dirinya sebagai istri, ketika pada suatu pagi, Abdullah yang digandeng oleh ayahnya, Abdul Muthallib berjalan terburu-buru melintas di jalan di depan halaman rumahnya.
Wajah Abdullah memerah oleh lamaran spontan Qutaylah, dan dengan tersipu dia menjawab dirinya akan menikahi Aminah, perempuan dari Bani Zuhra. Qutaylah sudah menduga Abdullah akan menolaknya tapi dia tak mengira Abdullah akan menikahi Aminah.
Pagi itu memang hari yang membahagiakan bagi Muththalib dan Bani Hasyim. Dia akan menikahkan Abdullah, salah satu anak dari 13 anaknya.
Mengenakan pakaian terbaik, dia menggandeng Abdullah, anak lelakinya yang berusia 25 tahun menyusuri pinggiran kota Mekkah menuju rumah Aminah. Tapi sebelum tiba di kediaman mempelai perempuan, mereka harus melewati permukiman Bani Asad, salah satu puak dari Suku Quraisy yang mempertahankan kepercayaan Nabi Ibrahim AS di tengah masyarakat yang pagan.
Pada saat itulah, mereka bertemu dengan Qutaylah yang tampaknya sengaja menunggu di pintu rumahnya yang terbuka separuh. Dialah perempuan yang di kalangan masyarakat Quraisy, bukan saja terkenal karena kecantikan wajah dan perilakunya, melainkan juga karena puaknya, Bani Asad, adalah puak para alim, ahli kitab. Selain Qutaylah, nama-nama tersohor dari puak itu antara lain Khadijah ra. dan Waraqah.
Maka mendengar jawaban Abdullah, Qutaylah tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya terus berdiri di pintu rumahnya. Abdullah memang menarik perhatiannya. Pemuda dari Bani Hasyim itu juga terkenal di masyarakat Mekkah sebagai pemuda tampan meskipun bukan soal itu yang menarik perhatian Qutaylah. Muhammad ibn Ishaq di buku “Sirah Rasul Allah, Kehidupan Nabi” edisi Wustendfeld menggambarkan, pagi itu, Qutaylah melihat cahaya pada wajah Abdullah yang seolah memancar dari luar dunia.
Dan mata Qutaylah tak berhenti melihat Abdullah bahkan ketika lelaki dan bapaknya itu sudah berjalan menjauh dari halaman rumahnya. Dia kembali berjumpa dengan Abdullah sehari setelah Abdullah menikahi Aminah, ketika laki-laki itu kembali melewati jalan di depan rumahnya, tapi Qutaylah tak mau lagi menyapa kendati matanya tetap menatap tajam.
Abdullah keheranan dengan perubahan sikap Qutaylah, dan ketika dia bertanya penyebabnya, Qutaylah menjawab: “Cahaya yang ada padamu kemarin telah hilang. Hari ini engkau tak lagi bisa memenuhi harapanku.” Abdullah bertambah heran.
Pernikahan Abdullah dan Aminah terjadi pada tahun 569 Masehi. Dan setahun setelah itu dikenal sebagai Tahun Gajah, tahun ketika Muhammad [anak mereka] dilahirkan. Anak mereka itulah, yang diimani oleh kaum Muslim sebagai utusan Allah yang terakhir.
Manusia yang tak sekali pun pernah mengajarkan kebencian. Nabi yang mengajarkan agar manusia berbakti kepada ibu mereka. Manusia yang mengajarkan agar manusia memelihara amanat. Nabi yang memiliki kekuasaan besar tapi rumahnya hanya cukup untuk menampungnya tidur. Manusia yang tak pernah berhenti berdoa untuk kebaikan manusia lain.
Innallaha wa malaikatahu yusalluna ‘alannabi ya ayyuhalladina amanu shallu alaihi wasallimu taslima.