Biografi Abdullah, Ayah Rasulullah SAW

Biografi Abdullah, Ayah Rasulullah SAW

Abdullah, Ayah Nabi Muhammad SAW adalah seorang putra Abdul Muthalib yang meninggal saat Muhammad masih kecil.

Biografi Abdullah, Ayah Rasulullah SAW
Ilustrasi dialog antara seorang laki-laki dan seorang anak.

Mutiara akan terlihat menjadi lebih indah apabila sendiri, begitupun Nabi Muhammad saw yang terlahir dalam kedaan yatim. Ayah Rasul, Abdullah meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan Ibunya, Siti Aminah.

Pada saat itu ayah Rasulullah SAW bersama rombongan Quraisy pergi menuju Syam untuk berdagang. Pada perjalanan pulang, Abdul Muthalib menyuruh Abdullah untuk melewati kota Yatsrib untuk berperang, namun pada saat itu Abdullah dalam kedaan sakit, sehingga beliau meninggal dan dimakamkan juga di Yatsrib.

Nabi Muhammad SAW sendiri pernah berziarah ke makam Ayahnya di kota Yatsrib. Saat itu Nabi Muhammad berumur enam tahun dan ditemani oleh Ibunya, Halimah dan Ummu Aiman. Namun dalam perjalanan pulang menuju kota Makkah, Aminah Ibunda Nabi Muhammad SAW wafat. Sebelum wafat, Aminah menatap Nabi Muhammad SAW dan membacakan syair:

بارك الله فيك من غلام

يابن الذي من حومة الحمام

نجا بعون المالك العلام

فودي غداة الضرب بالسهام

بمائة من إبل سوام

            Engkau adalah seorang anak yang diberkahi Allah SWT

            Wahai anak yang ayahnya selamat karena sejumlah unta

            Yang selamat karena pertolongan sang Penguasa

            Dengan tebusan sejumlah seratus ekor unta

Makna dari syair Aminah di atas adalah bahwa Abdullah, Ayah Nabi Muhammad SAW merupakan anak laki-laki kedua yang dijadikan kurban setelah Nabi Ismail, atas perintah Allah SWT. Sedangkan Abdullah pernah akan dijadikan korban dikarenakan nadzar dari ayahnya. Abdul Muthalib saat itu bernadzar apabila berhasil menggali sumur zam-zam dan memiliki sepuluh anak, maka ia harus memilih satu anak untuk dikurbankan.

Allah SWT pun mengaruniainya sepuluh orang anak. Ia pun harus menebus nadzarnya dengan memilih salah satu dari sepuluh anak tersebut untuk dijadikan kurban dengan sistem undian.

Proses pengundianpun berlangsung, namun tak disangka nama Abdullah yang keluar. Semua orang menentang dan menghalangi Abdul Muthalib untuk menyembelih Abdullah. Selain dikarenakan Abdullah sosok yang sangat mereka kagumi di Makkah, mereka juga mengkhawatirkan apabila hal tersebut menjadi rujukan kaumnya dalam bernadzar.

Abdul Muthalib pun mencari jalan keluar dengan cara mendatangi seseorang yang bijaksana di Syam. Kemudian Abdul Muthalib disarankan untuk melakukan undian lagi dengan mencantumkan nama Abdullah dan sepuluh unta. Namun nama Abdullah tetap saja keluar hingga setelah mencapai 100 ekor unta dalam undian tersebut, barulah keluar nama unta.

Akhirnya Abdul Muthalib menyembelih 100 ekor unta yang kemudian dibagikan kepada warga. Dari sinilah berlaku ketetapan diyat (tebusan) bagi seorang pembunuh yang tidak diqishas maka di wajibkan untuk membayar diyat yang berjumlah atau senilai dengan 100 ekor unta.

Al-Mubarakfuri dalam al-Rahiqul Makhtum menyebut bahwa hikmah dari keadaan yatim Rasulullah adalah agar Allah SWT langsung yang mendidik Nabi Muhammad SAW, yang dalam salah satu hadis disebut: Laqad addabani rabby, fa ahsana ta’diby. (AN)