Kisah Ali bin Abi Thalib Bentak Mubalig yang Suka Bawa-bawa Neraka

Kisah Ali bin Abi Thalib Bentak Mubalig yang Suka Bawa-bawa Neraka

Kisah Ali bin Abi Thalib Bentak Mubalig yang Suka Bawa-bawa Neraka

Sayyidina Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai sahabat Rasulullah SAW yang luas ilmu dan bijaksana. Begitu beliau melihat mubalig yang berceramah dengan keras dan menakut-nakuti, beliau tak segan menegur si mubalig untuk turun mimbar.

Kisah ini disampaikan oleh KH. Bahaudin Nursalim (Gus Baha) dalam sebuah video pengajiannya. Pada suatu hari, Sayyidina Ali bin Abi Thalib sedang melintas di sebuah masjid. Di dalam masjid tersebut, beliau melihat seorang mubalig yang sedang berceramah di atas mimbar di dalam masjid.

Mubalig itu bersemangat sekali dalam menyampaikan ceramahnya dengan berapi-api. Sambil menceritakan tentang bagaimana dahsyatnya siksa api neraka. Menggambarkan segala macam sifat neraka,dan menakut-nakuti panasnya api neraka berlipat mencapai 700 derajat yang mampu untuk membakar manusia-manusia.

Sampai kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib lewat di depan pengajian tersebut. Geram dengan kelakuan si mubalig yang berkoar-koar tentang siksa api neraka, Sayyidina Ali membentak si mubalig. Bahkan menurut redaksi dari Gus Baha, Sayyidina Ali sampai memaki-maki si mubalig tersebut.

“Hei mubalig! Turun dari mimbar, dan pulanglah!” Teriak Sayyidina Ali kepada si mubalig. “Kamu ini kok berani menggambarkan neraka dengan begitu dahsyatnya! Seakan-akan neraka itu sesuatu yang akbar (maha besar).”

Sayyidina Ali mengingatkan, “Penciptanya neraka lah yang lebih besar! wa khaaliquhaa akbar!”

Lantas Sayyidina Ali bin Abi Thalib bertanya kepada si mubalig: “Menurutmu, apa neraka berani kepada penciptanya?”

“Tidak berani, wahai Sahabat Ali.” Jawab si mubalig ketakutan, setelah dibentak oleh sahabat Rasulullah SAW.

“Ya sudah, kalau begitu. Sifati/gambarkan saja Allah, sang penciptanya. Jelaskan di tiap pengajian bahwa Allah Maha Besar, kenapa kamu malah menggambarkan neraka seolah-olah itu maha besar? Sementara neraka itu makhluk, dan makhluk pasti memiliki sifat dhaif (kelemahan)!”

Dari sekelumit kisah ini setidaknya kita bisa belajar dua hal. Pertama, bahwa dalam berceramah atau berdakwah, hendaknya dilakukan dengan cara yang baik dan tidak menakut-nakuti audiens yang kita hadapi. Kedua, bahwasanya neraka itu memang dijanjikan bagi mereka yang kufur dan berbuat dosa. Meski demikian, tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi sampai jadi alat menakut-nakuti masyarakat yang mungkin masih awam. Selain itu, hendaknya kita selalu optimistis dan yakin bahwa kasih sayang dan ampunan Allah itu sangat sangat luas terbentang.

Mengakhiri kisah Sahabat Ali bin Abi Thalib ini, Gus Baha berpesan: “Saya yakinkan kalian supaya tidak takut kepada neraka. Paham?”

Sejurus kemudian, Gus Baha melanjutkan: “Tapi saya juga nggak tahu kalau ternyata neraka lebih semangat melihat kalian!” ujar beliau disertai gelak tawa para santrinya.