Khutbah Jumat berikut ini menjelaskan beberapa contoh toleransi sederhana yang sering kita lupa
Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللُّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَقَالَ أيضًا: لَا يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Setiap manusia dibekali akal dan kecerdasan yang luar biasa sehingga mampu mengalahkan makhluk yang lain. Nikmat ini bertujuan agar ia mampu merespon, mengarahkan dirinya untuk memilih sesuatu yang menjadi pilihan hidupnya terutama dalam menyikapi perbedaan pemahaman, bahkan perbedaan keyakinan.
Hal penting yang harus dikedepankan adalah menjunjung tinggi rasa saling menghargai satu dengan yang lainnya. Umat islam dilarang mencela agama yang lain. Begitu juga agama lain tak boleh mencampuri urusan umat Islam.
Di dalam Surat al-An’am: 108 yang berbunyi:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُون
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya mengutip pendapat Imam Qatadah yang mengkisahkan bahwa orang muslim awal-awal Islam mencela berhala orang non muslim, kemudian mereka berbalik mencela kepada Allah sebagai bentuk permusuhan, perlawanan tanpa didasari ilmu tentang ketuhanan.
Sedangkan menurut Syeh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid menjelaskan bahwa Ayat ini melarang keras mencela berhala atau sesembahan apapun karena pada hakikatnya kita malah mencela Allah sebagai Tuhan manusia sendiri karena hal itu sebagai sebab mereka mencela Tuhan kita.
Dalam Ayat ini Allah SWT melarang kepada Umat Islam untuk tidak mencela sesembahan non Muslim karena akan berdampak negatif yang akan ditimbulkan yaitu mereka akan mencela balik kepada Allah sebagau Tuhan Umat Islam.
Dalam ayat tersebut ada dua hal yang saling bertentangan yaitu ada kebaikan (Maslahah) yang berdampak positif juga ada dampak negatifnya (Mafsadat), namun setelah dikaji secara mendalam dampak negatifnya lebih dominan daripada dampak positifnya maka mencegah hal buruk (negatif) tersebut harus dikedepankan daripada mengambil manfaatnya.
Jadi larangan mencela kepada sesembahan non muslim harus didahulukan agar tak saling mencela satu dan yang lainnya terutama untuk menjaga toleransi Umat beragama seperti di Negara Indonesia.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Ada sebuah kaidah yang berbunyi:
الطَّاعَةُ إِذَا أَدَّتْ إِلَى مَعْصِيَةٍ رَاجِحَةٍ وُجِبَ تَرْكُهَا فَإِنَّ مَا يُؤَدِّي إِلى الشَّرِّ شَرٌّّ
Sebuah ketaatan bila sampai mendatangkan kemaksiatan yang nyata maka wajib ditinggalkan, karena sesuatu yang mengarah kepada hal negatif atau kejahatan, maka dilarang.
Maka dari itu setiap pemeluk agama apapun harus menjaga toleransi dengan tidak mencela bahkan menghina pemeluk agama lain, terutama pada saat menjelang Pilkada, Pilpres isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) masih sering digunakan.
Jangan sampai perbedaan keyakinan, pilihan menjadikan hubungan sesama manusia kurang harmonis, misalnya bila terjadi kecelakaan dijalan, lantas keinginan menolong korban ditanggalkan cuma gara-gara beda keyakinan, sungguh keterlaluan.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah
Pada prinsipnya, Allah tak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada siapapun terutama kepada orang yang berbeda keyakinan bahkan Allah mengedepankan sifat rahman (pengasih) kepada semua makhluknya daripada sifat rahim (penyayang) yang khusus kepada orang mukmin saja.
Dalam hal ini, Allah berfirman
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah: 8)
Ajaran Islam mengajarkan kebaikan kepada siapapun, bahkan dengan orang nonmuslim sekaligus. Dalam hubungan muamalah, Islam tak membatasi umatnya untuk bergaul dengan siapapun walau yang berbeda keyakinan, berbeda suku, ras dan warna kulit.
Nabi Muhammad sebagai panutan umat Islam mengajarkan akhlak yang mulia kepada orang lain. Dalam sebuah hadis, Nabi menjenguk orang nonmuslim yang sedang sakit, berikut bunyi Hadistnya:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ غُلَامٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ أَسْلِمْ فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْلَمَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya: Diriwayatkan dari Anas RA berkata: Ada seorang anak Yahudi yang melayani Nabi. Ketika ia sakit, Nabi mendatanginya untuk menjenguk, Kemudian Nabi duduk didekat kepalanya dan menasehatinya: Masuk Islamlah. Lantas sang anak memandang Ayahnya yang ada didekatnya. Ayahnya berkata: “Ikutilah Abal Qasim. Kemudian sang anak masuk Islam, lantas Nabi keluar dan berkata; Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka. (HR. Al-Bukhari).
Dalam Fatawa Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah dijelaskan bahwa tak ada larangan menjenguk orang non-muslim yang sedang sakit seperti tetangganya ataupun orang tuanya sendiri, karena berbuat baik kepada orang tua wajib hukumnya walau berbeda keyakinan dalam hal yang tak bertentangan dengan ajaran agama atau mengarah kepada kemaksiatan.
Dari sini dapat dipahami bahwa menjenguk orang non-muslim yang sakit diperbolehkan bahkan sebagai prilaku orang Islam harus baik kepada orang lain walau yang berbeda keyakinan terutama orang tuanya sendiri.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، فَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ اَلْوَاحِدُ الْقَهَّاُر، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلأَبْرَارِ. فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ