Khutbah Jumat: Sucinya Hati Tergantung pada Lingkungan yang Bersih

Khutbah Jumat: Sucinya Hati Tergantung pada Lingkungan yang Bersih

Kali ini, kami sajikan contoh khutbah Jumat yang mengangkat tema “Sucinya Hati Tergantung pada Lingkungan yang Bersih”.

Khutbah Jumat: Sucinya Hati Tergantung pada Lingkungan yang Bersih
Ilustrasi hati.

Menjaga kebersihan lingkungan ternyata sama pentingnya dengan menjaga kesucian hati. Karena, kesucian hati itu juga bergantung pada kualitas lingkungan yang bersih.

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لله الوَاحِدِ القَهَّارِ, العَزِيْزِ الغَفَّارِ, مُكَوِّرِ الَّليْلِ عَلَى النَّهَارِ, تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالأَبْصَارِ, وَتَبْصِرَةً لِذَوِى الْأَلْبَابِ وَالْإعْتِبَارِ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ابْنِ عَبْدِ الله, الهَادِيْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ, وَالدَّاعِي إِلَى دِيْنٍ قَوِيْمٍ. وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ

فَيآ أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ, أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى الله, فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ, أعُوْذُ بِاللّه مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ: يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin sidang Jumat yang dirahmati oleh Allah,

Dikisahkan bahwa pada masa Nabi Muhammad Saw, terdapat seseorang dari golongan Anshar yang disebut oleh Nabi sebagai calon penghuni surga. Bahkan Nabi menyebut berulang-ulang hingga tiga kali di hadapan para sahabatnya. Hal ini membuat salah seorang sahabat bernama Abdullah bin Amr bin Ash penasaran akan amal ibadah yang dilakukan oleh orang tersebut, sehingga membuat dirinya dijamin masuk surga.

Akhirnya, pada suatu kesempatan, Abdullah bin Amr bin Ash mencoba membuntuti orang dari golongan Anshor itu hingga ke rumahnya. Ia bermaksud untuk bermalam di rumah orang tersebut. Harapannya, ia dapat melihat langsung amalan rutinnya. Setelah diizinkan, Abdullah bin Amr bermalam di sana kurang lebih tiga malam.

Selama bermalam, Abdullah bin Amr mendapati bahwa orang Anshor itu ‘hanya’ berzikir sebelum tidur, berwudlu menjelang subuh, dan tidak berkata kecuali hal-hal baik. Ia tidak mendapatinya bangun untuk beribadah sepanjang malam. Mengetahui hal ini, Abdullah bin Amr hampir saja menganggap remeh amalan itu, hingga pada saat ia berpamitan ia bertanya,

“Jadi, apa sebenarnya yang menjadikanmu ahli surga hingga Rasulullah Saw. memberitakannya kepada para sahabat?” Orang Anshor itu menjawab, “Tidaklah aku melakukan amal ibadah kecuali yang telah engkau lihat.” Setelah mendapat jawaban itu, Abdullah bin Amr pergi.

Namun, belum jauh ia melangkah, Orang Anshor itu memanggilnya kembali, lalu berkata kepadanya, “Wahai Abdullah, tidak ada amal ibadah yang aku lakukan kecuali yang telah engkau lihat. Hanya saja, aku tidak mendapati dendam dan kedengkian kepada sesama muslim di dalam diriku. Aku juga tidak menyimpan hasad atas segala sesuatu yang dikaruniakan oleh Allah kepada mereka.”

Mendengar pernyataan itu, Abdullah bin Amr langsung menimpali, “ternyata inilah amal baik yang membuatmu mencapai derajat ahli surga. Amal yang berat bagi kami.” Kisah ini diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik dan dapat ditemukan dalam kitab-kitab hadis seperti al-Muwatta`, Sunan an-Nasa`i, dan Musnad Ahmad.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Dendam dan dengki merupakan contoh penyakit yang menjangkiti hati. Di samping itu, ada pula tamak, rakus, sombong dan ‘ujub atau berbangga diri. Penyakit-penyakit itu bisa menjangkiti hati siapapun, termasuk kita yang ada di sini. Maka tak heran orang Anshor yang mengaku tidak mendapati penyakit-penyakit itu di dalam hatinya memiliki kedudukan tinggi dan mencapai derajat ahli surga. Lalu, bagaimana cara menyucikan hati kita dari penyakit-penyakit itu?

Menurut Said Hawwa, seorang ulama kontemporer asal Syria, penyucian hati dapat dilakukan dengan cara mengerjakan amal ibadah dengan sempurna. Sholat yang dilakukan dengan khusyuk dan penuh ketundukan, bisa menjadi wasilah atau sarana untuk menyucikan hati. Demikian juga puasa, jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, tidak hanya menahan lapar dan haus saja, maka itu dapat menjadi sarana untuk menyucikan hati.

Orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah, memerhatikan kesempurnaan ibadahnya, akan menampakkan sifat-sifat yang mulia. Sifat-sifat yang tak lain berasal dari hati yang bersih dan suci. Allah Swt. Berfirman dalam Qs. Al-‘Ankabut: 45,

اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ

Artinya: “Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.”

Dalam tafsir Kementerian Agama RI, dikatakan bahwa shalat yang mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang dikerjakan dengan sempurna. Seperti apa shalat yang sempurna? Yaitu shalat yang dikerjakan sesuai dengan rukun dan syaratnya serta dijalankan dengan penuh kekhusyukan.

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,

Salah satu aspek yang penting untuk meraih kesempurnaan ibadah, yang dapat melahirkan hati yang bersih, atau rohani yang bersih, adalah kebersihan dan kesucian jasmani atau lahiriah. Misalnya, untuk melaksanakan shalat, kita perlu berwudhu terlebih dahulu jika berhadats kecil, dan mandi wajib jika berhadats besar. Pakaian yang kita kenakan saat shalat harus bersih dan suci. Dan Tempat shalat juga harus bersih dan suci.

Ada satu kebersihan yang tidak terkait secara langsung tapi juga turut mempengaruhi kesempurnaan ibadah, yaitu kebersihan lingkungan. Air suci dan mensucikan yang digunakan berwudhu, akan sulit didapatkan jika lingkungan tidak bersih. Shalat pun menjadi tidak sempurna. Berdzikir menjadi tidak khusyuk jika kebersihan lingkungan sekitar tidak terjaga akibat sampah yang berserakan dan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Udara yang penuh polusi dapat mengancam kesehatan yang selanjutnya dapat mengganggu keseluruhan aktivitas, termasuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga yang juga bernilai ibadah.

Keterkaitan antara kesucian hati dengan lingkungan yang bersih ini tersirat dalam Sabda Nabi Muhammad Saw. yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim yang berbunyi, at-thahūru syathrul īmān, kesucian atau kebersihan itu merupakan sebagian dari Iman. Orang yang menjaga kebersihan, dan tentunya termasuk kebersihan lingkungan, berarti ia sedang menyempurnakan keimanannya. Orang yang menjaga kebersihan lingkungan, di saat yang sama juga menjaga kebersihan hatinya.

Begitu eratnya keterkaitan antara kesucian hati dengan lingkungan yang bersih, hingga membuat seorang ulama kontemporer bernama Sayyed Hossein Nasr, menyimpulkan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan akibat dari kondisi spiritual atau hati manusia yang rusak. Hati manusia yang rusak karena dipenuhi penyakit hati yang berupa tamak dan rakus dinilainya menjadi penyebab kerusakan lingkungan.

Jamaah sidang Jumat yang dirahmati oleh Allah,

Imam Besar Masjid Istiqlal, K.H. Nasaruddin Umar, pernah berpesan: Ketika kita membasuh anggota tubuh saat berwudhu, lakukanlah seolah-olah sedang membersihkan hati. Ketika membasuh wajah, niatkan pula membasuh wajah hati. Ketika membasuh tangan, niatkan pula membasuh tangan hati. Demikian pula ketika membasuh kaki, kita niatkan juga membasuh kaki hati.

Demikian pula ketika kita menjaga kebersihan lingkungan. Kita niatkan juga untuk menjaga kebersihan lingkungan hati kita dari berbagai sampah, kotoran, dan penyakit yang bersarang di dalamnya. Sampah yang berupa kesombongan kita buang. Kotoran yang berupa kedengkian kita sapu. Dan penyakit yang berupa kerakusan dan ketamakan kita tumpas.

Mari kita semua selalu berusaha untuk menjaga kebersihan jasmani maupun rohani, menjaga kebersihan lingkungan hati kita sekaligus lingkungan di sekitar kita. Mari kita lakukan semua itu sebagai bentuk syukur dan ketaatan kita kepada Allah Swt, sehingga kita bisa meraih Ridha-Nya dan kelak diizinkan untuk merasakan nikmat tertinggi, yaitu surga.

أَعُوْذُ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللّه الرّحمنِ الرّحِيْمِ. وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

بَارَكَ اللّه لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلْ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ, إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ, وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّحِمِيْنَ

Khutbah Kedua

الحَمْدُ لِلّهِ الّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ بِقُدْرَتِهِ, وَدَلّهُمْ عَلَى مَعْرِفَتِهِ بِآثَارِ صَنْعَتِهِ وَشَوَاهِدَ رُبُوْبِيَّتِهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ مَنْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ لِيُبَيِّنَ لِلنّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ فَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الجَهَالَةِ الْجُهَلَاءِ, سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ ابْنِ عَبْدِ اللّهِ, وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَمَسّكَ بِسُنّتِهِ. أما بعد

فَيَآ أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ, أُصِيْكُمْ وَإِيّايَ بِتَقْوَى اللّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَاتّقُوْا اللّهَ الّذِيْ أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُوْنَ. قَالَ اللّه تَعَالى  فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللّهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرّجِيْمِ, بِسْمِ اللّهِ الرّحْمنِ الرّحِيْمِ, اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا وَّالَّذِيْنَ هُمْ مُّحْسِنُوْنَ. وقال أيضا: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا, ُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

أَعُوْذُ بِاللّه مِنَ الشّيْطَانِ الرّجِيْمِ. بِسْمِ اللّه الرّحمن الرّحِيْمِ. إِنَّ اللّه وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ آمَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا. اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى آلِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى آلِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ ذُنُوْبَ وَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. ولجميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيم. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. رَبَنَا آتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. سُبْحَانَ رَبّكَ رَبّ العِزّةِ عَمّا يَصِفُوْنَ, وَسَلَامٌ عَلىَ المُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للّه رَبّ العَالَمِيْنَ
عِبَادَ اللّه، إِنّ اللّه يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ القُرْبىَ وَيَنْهَي عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, يَعِظُكُمْ لَعَلّكُمْ تَذَكّرُوْنَ, فَاذْكُرُوْا اللّهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ, وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ, وَلَذِكْرُ اللّهِ أَكْبَرْ. أَقِمِ الصّلَاةَ