Abu Hasan Khair an-Nassaj merupakan penduduk Samir yang menetap di Baghdad, beliau adalah satu di antara para waliyullah yang mempunyai banyak karomah. Akan tetapi, walaupun seorang kekasih Allah Swt, jika melanggar sumpah atau janji yang pernah diucapkan tentu Allah Swt akan murka. Sebagaimana yang terjadi pada diri Khair an-Nassaj.
Sebagaimana diceritakan oleh Abu Nu’aim al-Ashfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, bahwasanya suatu ketika Ja’far bin Muhammad bin Nushair pernah bertanya kepada Khair an-Nassaj kenapa beliau memiliki nama an-Nassaj yang berarti tukang tenun.
“Apakah engkau berprofesi sebagai seorang tukang tenun?” tanya Muhammad bin Nushair. “Tidak.” Jawab Khair an-Nassaj. “Lalu, kenapa engkau dipanggil dengan panggilan an-Nassaj (tukang tenun)?” Tanya Muhammad bin Nushair dengan rasa penuh penasaran.
Alkisah suatu ketika Khair an-Nassaj pernah berjanji kepada Allah Swt untuk berpantang menikmati ruthab (kurma muda) selama hidupnya. Akan tetapi, suatu hari beliau sangat ingin memakan buah tersebut, sehingga beliau pun mengambil sebanyak setengah rithl.
Ketika baru makan satu butir ruthob, ada seseorang yang melihat Khair an-Nassaj. Orang tersebut sontak berkata, “Wahai engkau Khair, orang yang kabur, kenapa kau melarikan diri dariku?” orang yang berbicara kepadanya ternyata adalah seseorang yang mempunyai pelayan atau budak yang kabur, dan namanya mirip dengan dirinya.
Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun sontak menatap Khair dan berkerumun di sekitarnya. Mereka lantas berucap, “Demi Allah, orang ini adalah pelayanmu yang bernama Khair!” Khair an-Nassaj yang tiba-tiba didatangi oleh orang tersebut dan dilihat oleh banyak orang merasa kebingungan, apalagi beliau dianggap sebagai pelayan yang melarikan diri.
Orang-orang lalu meringkus dan membawa Khair an-Nassaj ke toko orang yang merasa kehilangan budak, di mana toko tersebut menjadi tempat menenun para pelayannya. “Wahai budak kurang ajar, kamu telah kabur dari majikanmu. Masuklah dan kerjakan pekerjaanmu yang biasanya kau kerjakan!”
Orang-orang lalu menyuruh Khair an-Nassaj menenun pakaian yang kasar. Beliau lalu melakukan hal itu, dan bisa. Seolah-olah tangannya telah melakukan pekerjaan tersebut bertahun-tahun, padahal baru pertama kalinya. Beliau akhirnya pun melakukan pekerjaan sebagai tukang tenun selama satu bulan.
Hingga pada suatu malam, beliau bangun lalu berwudlu dan melakukan shalat. Dalam sujud-sujudnya, Khair an-Nassaj berkata, “Ya Tuhanku, aku tidak akan mengulangi apa yang telah aku lakukan.”
Setelah bertaubat kepada Allah Swt, pagi harinya kemiripan budak penenun yang ada dalam diri an-Nassaj hilang. Beliaupun pergi, namun embel-embel nama an-Nassaj masih membekas di namanya.
Akibat menuruti hawa nafsu dan syahwatnya, yang mana sebelumnya telah berjanji kepada Allah Swt, untuk tidak memakan ruthab selamanya membuat Allah Swt murka kepadanya. Allah Swt pun menghukumnya dengan menjadikannya budak, yang telah diterimanya tersebut.
Dalam sebuah riwayat, Khair an-Nassaj suatu ketika juga pernah berkata, “Tidak ada sebuah nasab yang lebih mulia, daripada nasabnya seseorang yang diciptakan langsung oleh Allah Swt dengan kekuasaan-Nya. Tidak ada ilmu yang lebih tinggi, daripada ilmu seseorang yang mana Allah Swt mengajarkan kepadanya seluruh nama-nama-Nya, namun ia tidak bermanfaat baginya pada saat berjalannya ketentuan atasnya. Tidak ada ibadah yang lebih sempurna dan banyak daripada ibadah iblis, namun ibadah tersebut tidak bisa menyelamatkannya, karena ketentuan allah lebih dahulu untuknya.”
Dalam hidup ini, kitalah yang membutuhkan Allah Swt bukan Allah Swt yang membutuhkan kita. Maka selalu merasa butuhlah kepada-Nya, agar Allah Swt memberikan karunia-karunia-Nya kepada kita semua. Serta jangan sekali-kali mengingkari janji atau sumpah atas nama Allah Swt, karena melanggar sumpah atau janji apalagi atas nama Allah Swt tidaklah diperbolehkan dalam ajaran agama.