Abah, panggilan akrab santri-santri KH. Hasyim Muzadi. Tahun 2010 adalah awal aku menjadi santri resminya dan tahun 2017 terakhir bertemu dengannya. Menjadi santrinya merupakan sebuah kebanggaan, apalagi kalau menjadi anaknya. Anak-anak abah, pastinya bangga punya bapak tokoh bangsa. Ia dikagumi siapa saja, baik skala nasional maupun internasional. Sampai-sampai julukan dunia kepadanya: “Sang Pemadam Kebakaran”.
Sejak kecilnya hidup dan menghidupkan NU, sampai akhir hayatnya ia tetap mempertahankan eksistensi NU. Sekalipun keinginan kakaknya, KH. Mucith Muzadi belum terlaksana secara utuh dan bersemayam di NU. Sebelum kepergian sang kakak, amanah yang paling berat ditaruh dipundaknya adalah menitipkan NU. Keduanya menganggap, manhaj dan metodologi berpikir NU yang orisinil mampu memberesi persoalan pelik bangsa ini.
Sejak mendengar kabar wafatnya, yang terlintas dalam pikiranku adalah siapa pengganti dirinya. Sosok Habib Rizieq yang menjadi sorotan dunia, patuh jika mendapat instruksi darinya. Ia pergi disaat bangsa sedang mengalami pelbagai penyakit. Ia konsisten dalam berjuang mempertahankan agama dan negara di saat sekelilingnya sibuk mencari kesalahan satu sama lain.
Bangsa Indonesia, tentunya membutuhkan sosok sepertinya. Ikhlas berjuang dan mau merelakan apapun yang dimilikinya. Saat dirinya sakit, seandainya dokter membolehkan dirawat di pondok dan rumah dekat santri-santrinya, ia memilih bersama santri-santrinya. Di saat sakit pun ia masih terus memberikan kajian Kitab Al-Hikam bersama angkatan III Al-Hikam Depok. Sedikit darah yang keluar tak menyurutkan gairah mengajarnya kepada santri-santri kesayangannya.
Ia selalu berpesan kepada santri-santrinya: “Jangan selalu GR dan malas. Dua sifat itu segera jauhi”. Gaya bahasa kitab Al-Hikam mampu ia implementasikan dengan baik dan benar. Sampai-sampai nama pesantrennya Al-Hikam, yang beliau artikan “lubbu al-syai” atau “inti fenomena”. Agar santri-santrinya mampu mengambil inti dan pesan tersirat dari setiap fenomena, mampu menyingkap tabir di dasar lautan.
Sejakpertama mengaji dengan beliau, saya sungguh terkesima dengan pelbagai penjelasannya. Itulah sebabnya, hingga kini setiap tulisan saya, baik artikel maupun buku selalu mengutip pemikirannya. Bagiku, beliau sosok dan teladan yang baik. Banyak berorasi namun ia iringi dengan tindakan. Orasinya membuat arsy bergetar, bahkan ada guyonan: “Kalau abah sedang capek, dikasih mix maka akan sembuh”. Begitu semangatnya beliau memberikan gambaran-gambaran yang sedang terjadi. []
Makmun Rasyid adalah penulis buku HTI Gagal Paham Khilafah. Santri dari KH Hasyim Muzadi di PP Al Hikam.