Keyakinan dan Sikap Para Sahabat Nabi ketika Terjadi Wabah Penyakit

Keyakinan dan Sikap Para Sahabat Nabi ketika Terjadi Wabah Penyakit

Keyakinan dan Sikap Para Sahabat Nabi ketika Terjadi Wabah Penyakit

Menurut Ahlussunah Wal Jama’ah, siapapun yang memasrahkan segala urusan pada-Nya, dan siapapun yang yakin bahwa apa yang menjadi ketentuan-Nya pasti terjadi, jika ia melakukan ikhtiar dan usaha-usaha, maka upayanya itu tidak mencederai arti tawakkal. Jika usaha itu dilakukan semata-mata karena termotivasi mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Pada tahun ke-18 (delapan belas) Hijriah, Sayyidina Umar bin Al-Khatthab –radliyallahu anhu– hendak melakukan lawatan ke Syam. Di tengah perjalanan beliau bersua Abu Ubaydah bin Al-Jarrah –radliyallahu anhu– dan sahabat lainnya. Mereka mengabarkan sedang terjadinya wabah (pandemi) di negeri Syam.

Lalu Umar dan yang mengiringinya memutar haluan, tidak meneruskan perjalanan ke Syam.

Sejurus kemudian sahabat Abu Ubaidah berkata:

” Apakah tindakanmu itu karena menghindar dari qadar (ketentuan) Allah?”

” Ya. Kalaulah kita memang menghindari ketentuan-Nya -yang terjadi di Syam-. Namun kita juga menuju pada ketentuan Allah yang lain.” Jawab Sayyidina Umar.

Kemudian ada sahabat Nabi lain yang menyela keduanya sembari berkata:

” Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إذا سمعتم به في أرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه– متفق عليه–

Jika kalian mendengar adanya wabah di suatu negeri maka janganlah kalian masuk ke daerah itu. Dan jika terdapat wabah sementara kalian ada berada di daerah itu, maka janganlah kalian pergi dari negeri itu karena lari wabah itu. ( HR. Al Bukhari dan Muslim)

Hal ini sama dengan kejadian di masa Rasulullah yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwa dulu ada seseorang yang mengendarai unta datang pada Rasulullah. Ia turun begitu saja, membiarkan untanya sembari berkata:

” Wahai Rasulullah…. Aku biarkan unta-ku. Dan aku bertawakkal nya pada Nya.”
Rasulullah SAW menimpalinya:

اعقلها وتوكل رواه الترمذي وابن حبان والبيهقي واللفظ له

” Ikatlah untamu. Dan bertawakal-lah!”

Rasulullah memberikan pelajaran berharga bahwa mengikat unta (melakukan usaha/sabab; tasabbub) tidaklah menafikan makna tawakkal. Menjaga diri, harta dan lain-lain bahkan sesuatu yang dianjurkan oleh syariat.

Menyikapi musibah merebaknya virus Corona, sebagai orang yang beriman layak kiranya kita mencermati atsar yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khatthab, ia berkata:

ما أصبت بمصيبة الا ورأيت لله علي فيها ثلاث نعم

الأولى أن الله هونها علي فلم يصبني بأعظم منها وهو قادر على ذلك
الثانية أن الله جعلها في دنياي ولم يجعلها في ديني وهو قادر على ذلك
والثالثة أن الله يؤجرني يوم القيامة

” Tidak lah aku mendapati musibah, kecuali aku meyakini bahwa Allah menganugerahkan padaku tiga nikmat.

1. Ia meringankan musibah padaku dengan tidak menimpakan musibah yang lebih besar. Padahal Dia kuasa melakukannya.
2. Allah menjadikan musibah itu berkaitan duniaku tidak berkaitan agamaku. Padahal Dia kuasa menimpakannya padaku.
3. Dia pasti memberikan pahala atas musibah yang aku alami kelak di hari kiamat –jika diiringi kesabaran–.”

 

*) Disarikan dari berbagai sumber