Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad Pernah bersabda,: “Siapa saja yang melaksanakan haji seraya menjauhkan diri dari Rafats dan Fusuq maka ia akan kembali kedalam keadaan seperti ia dilahirkan oleh ibunya” (Bukhari dan Muslim)
Haji bukan hanya berbicara soal manusia sebagai sebuah komunitas, haji juga membicarakan manusia sebagai individu. Jika haji dipandang sebagi sebuah kegiatan yang dilakukan bersama, di mana di antara manusia tak memiliki sekat yang berbeda, maka haji adalah sebuah amalan pemersatu umat Islam dalam sebuah kondisi dan keadaan yang sama.
Namun jika haji dipandang sebagai sesuatu yang individual, artinya haji bermaksud agar umat Islam melatih dirinya melakukan perbuatan yang menjauhi Rafats (perkataan atau perbuatan keji) dan Fusuq (perbuatan dosa yang dilakukan secara sengaja).
Dalam haji kita dilatih agar tidak banyak kontak dengan sesuatu yang bersifat material. Misalnya, secara fiqh seseorang dikatakan batal hajinya jika melakukan hubungan suami istri ketika dalam keadaan ihram. Ini adalah suatu pertanda bahwa dalam haji semangat yang dibawa adalah meminimalisir kontak dengan sesuatu yang bernuansa materi. Sehingga kita dapat fokus untuk meraih kecintaan dan keridhaan Allah Swt.
Mengutip hadis di atas, ibadah haji yang diterima secara menyeluruh (mabrur) dapat menjauhkan diri dari tindakan yang berdosa. Baik setelah haji maupun disaat melaksanakan haji. Haji mabrur juga berarti terjadi perubahan dari diri sendiri. Itulah mengapa haji merupakan momen puncak dari ibadah yang kita lakukan. Haji bukan hanya ibadah yang memiliki dampak bagi kita sebagai individu namun juga memiliki dampak bagi umat islam lainya.
Disarikan dari buku “Panduan Lengkap Ibadah Menurut Al-Qur’an, Al- Sunnah dan Pendapat Para Ulama” karya Muhmmad Bagir