Keutamaan dan Anjuran Puasa Hari Tarwiyah

Keutamaan dan Anjuran Puasa Hari Tarwiyah

Keutamaan dan Anjuran Puasa Hari Tarwiyah
Ka’bah dan Makkah al-Mukarramah

Menjelang hari raya Idhul Adha masyarakat di sebagian daerah mentradisikan untuk melakukan puasa dua hari berturut-turut yaitu pada hari Tarwiyah dan hari Arafah. Ada juga yang hanya melakukan puasa pada hari Arafah. Sebagian lagi terutama generasi tua malah telah memulai puasa sejak tanggal satu bulan Dzulhijjah.

Hari Tarwiyah adalah tanggal 8 Dzulhijjah atau dua hari sebelum hari raya Idhul Adha. Dinamakan hari tarwiyah karena di masa lalu Arafah termasuk daerah sedikit air. Akhirnya para jamaah haji pada tanggal 8 Dzulhijjah membawa dan menyimpan air guna persiapan melaksanakan wukuf di Arafah pada hari berikutnya ( 9 Dzulhijjah). Dengan demikian tarwiyah bermakna membawa air.  Dalam satu keterangan nama Tarwiyah sebenarnya untuk mengenang peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim As. Disebutkan pada malam 8 Dzulhijjah Beliau bermimpi diperintah untuk menyembelih putranya. Pagi harinya Beliau bertanya-tanya dalam hati, benarkah mimpi ini dari Allah ? Mungkinkah mimpi ini bisikan dari Setan ? Karena peristiwa ini tanggal 8 Dzulhijjah disebut dengan Tarwiyah yang berarti memikirkan sesuatu. Di malam selanjutnya Nabi Ibrahim As. Bermimpi kembali. Dari perulangan mimpi ini Beliau tahu bahwa mimpi tersebut betul-betul dari Allah Swt. Karena itu tanggal 9 Dzulhijjah disebut hari Arafah yang bermakna mengerti.

Hari Tarwiyah masuk dalam sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah di mana Rasulullah Saw. sangat menganjurkan untuk memperbanyak amal ibadah pada hari-hari tersebut. Ibadah tersebut bisa berupa apa saja terutama dzikir, doa,dan puasa. Para ulama sepakat bahwa puasa pada tanggal  satu hingga sembilan Dzulhijjah sangat dianjurkan. Rasulullah Saw.bersabda, Tiada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicinta Allah daripada hari-hari ini yakni sepuluh awal dzulhijjah.” (HR. Bukhari dan lainnya). Dalam hadits disebutkan, “Tidak ada hari yang lebih dicintai Allah untuk digunakan ibadah kepada-Nya di dalamnya melebihi sepuluh hari bulan Dzulhijjah. Puasa tiap hari sebanding dengan puasa setahun. Ibadah malam hari tiap malam sebanding dengan ibadah malam lailatul qadar. “ (HR. Tirmidzi,Ibn Majah,Baihaqi).

Terkait kedudukan hari Tarwiyah sendiri, ulama Hanabilah menegaskan bahwa hari itu merupakan hari paling mulia untuk digunakan berpuasa setelah hari Arafah dalam rangkaian sepuluh hari awal Dzulhijjah. Keterangan ini disebutkan diantaranya oleh Syekh Ibn Muflih dalam kitab Al-Furû’ dan Syekh Al-Buhûtiy dalam Kasyâful Qinâ’. Sementara ulama madzhab Maliki menyatakan puasa di hari Tarwiyah dapat menghapus dosa setahun yang telah lewat. Imam as-Suyûthiy yang bermadzhab Syafii dalam kitab al-Jâmi’us shoghîr mencantumkan hadits riwayat Abu Syeikh dan Ibn Najjar dari Ibnu Abbas berikut :

 

صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ وَصَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ

 

 Puasa hari Tarwiyah menghapus dosa satu tahun dan puasa hari Arafah menghapus dosa dua tahun.

Hadits tersebut oleh Imam Suyuthi diberi status dlaif. Walau demikian tidak mengapa digunakan karena para ulama menyatakan hadits dlaif bisa digunakan sebagai dasar untuk fadlailul a’mal (amal-amal utama yang tak terkait halal haram). Disamping itu, kesunnahan puasa di hari Tarwiyah tercakup dalam hadits riwayat Imam Bukhari, Imam Tirmidzi, Imam Ibnu Majah di atas. Adanya tambahan keterangan dalam hadits Ibn Abbas ini semata menambah semangat dan kemantapan hati untuk melaksanakan.

Imam Suyuthi tak hanya menampilkan tentang puasa dalam kaitannya dengan hari Tarwiyah. Di bagian lain dari Al-Jamius shaghir tersebut Beliau juga menuliskan hadits :

 

مَنْ أَحْيَا اللَّيَالِيَ الأَرْبَعَ وَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ لَيْلَةَ التَّرْوِيَةِ وَلَيْلَةَ عَرَفَةَ وَلَيْلَةَ النَّحْرِ وَلَيْلَةَ الْفِطْرِ

 

Barang siapa menghidupkan empat malam maka baginya surga; malam Tarwiyah, malam Arafah, malam Idul Adha, malam Idul Fitri.

Hadits diriwayatkan Imam Ibnu Asakir dari sahabat Muad bin Jabal dan diberi status shahih oleh Imam Suyuthi.

Belum ada keterangan pasti yang penulis temukan tentang cara menghidupkan malam Tarwiyah. Namun mengacu pada keterangan para ulama terkait menghidupkan malam hari raya maka setidak-tidaknya melaksanakan shalat Isya dengan berjamaah dan berazam untuk juga melaksanakan shalat Shubuh dengan berjamaah. Tentunya akan lebih baik bila ditambah dengan ibadah-ibadah yang lain. Wallahu a’lam.