Suatu ketika, Wahab bin Munabbih pernah ditanya oleh beberapa penduduk daerah Zhirar, “wahai Abu Abdillah, apakah engkau pernah mendengar suatu musibah yang lebih besar dari yang kami alami saat ini?”
Dia lalu menjawab, “jika kalian melihat kondisi kalian saat ini dibandingkan cobaan yang telah dialami oleh umat terdahulu, niscaya kalian dapati cobaan yang kalian rasakan itu hanyalah seperti asap di atas api.” Yaitu biasa-biasa saja dan wajar.
Wahab bin Munabbih lalu menjelaskan sebagaimana terdapat dalam ‘Uyun al-Hikayat min Qashash ash-Shalihin wa Nawadir az-Zahidin Karya Ibnul Jauzi, bahwa pada masa dahulu ada seorang perempuan dari Bani Israil yang bernama Sarah, bersama ketujuh anaknya dibawa menghadap seorang raja.
Raja tersebut adalah seorang raja yang memaksa manusia untuk makan daging babi. Setelah dibawa menghadap ke istana, Raja lalu memanggil anak tertua dari perempuan tersebut dan memberikannya daging babi.
Sang Raja seketika memerintahkan, “makanlah.” Namun, anak tertua perempuan tersebut menjawab, “saya tidak mau makan yang diharamkan oleh Allah selamanya.”
Karena menolak melakukan hal tersebut, Raja akhirnya memerintahkan tentaranya untuk memotong kedua tangannya dan kedua kakinya. Kemudian memotong satu-satu bagian tubuhnya hingga mati.
Raja kemudian memanggil anak yang kedua, dan berkata kepadanya, “makanlah.” Dan anak itu menjawab, “saya tidak mau makan sesuatu yang diharamkan Allah.” Mendengar jawaban tersebut, sang raja segera memerintahkan agar menyiapkan ceret tembaga, di dalamnya dimasukkan aspal, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Dan selanjutnya dituangkan ke tubuh anak tersebut.
Raja pun kembali memanggil sang anak, kali ini adalah yang nomor tiga. Kepada anak tersebut, raja juga menyuruhnya untuk makan daging babi dengan berkata, “makanlah.” Dan ternyata, anak itu menjawab, “engkau lebih hina dan lebih buruk, serta lebih rendah di hadapan Allah dibandingkan jika saya memakan sesuatu yang diharamkan Allah kepadaku.”
Mendengar jawaban seperti itu, raja pun tertawa dan berkata, “apakah kalian tahu mengapa dia mencelaku? Dia ingin membuatku marah, sehingga saya mempercepat kematiannya. Dan dugaan dia salah.”
Raja akhirnya memerintahkan tentaranya untuk menyiksanya terlebih dahulu, mengupas kulit lehernya, kemudian mengupas kulit kepalanya dan wajahnya. Hal itu pun dilakukan dengan sigap oleh bawahannya.
Raja pun terus-menerus membunuh satu-persatu anak perempuan itu, dengan berbagai cara penyiksaan dan pembunuhan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hingga tersisa yang terkecil dari mereka. Raja lalu menengok ke anak itu dan ibunya, lalu berkata “saya telah menyakitimu dengan memperlihatkan kepadamu penyiksaan, dan pembunuhan terhadap anak-anakmu tadi. Sekarang bawalah anakmu ini, dan berdiamlah berdua bersamanya. Kemudian bujuklah dia agar mau makan daging babi itu. Cukup satu suapan. Maka dia boleh hidup seterusnya, bersamamu.”
Mendengar perkataan tersebut, sang Ibu hanya menjawab, “Ya.”
Sang Ibu itu pun membawa anaknya yang terkecil ke tempat yang sepi, dan duduk berdua. Sang Ibu lalu berkata kepada sang anak, “anakku, apakah engkau tahu bahwa aku mempunyai hak pada setiap saudara-saudaramu yang telah dibunuh raja? Sementara padamu aku mempunyai dua hak? Hal itu karena aku menyusui mereka masing-masing selama dua tahun. Kemudian ayahmu meninggal, aku susui dirimu empat tahun karena kelemahan tubuhmu, dan karena kasih sayangku kepadamu. Maka aku meminta kepadamu atas nama Allah, dengan hakku atasmu saat engkau telah besar nanti, agar engkau tidak memakan sesuatu yang diharamkan Allah bagimu, dan agar engkau menjaga jangan sampai engkau nanti bertemu dengan saudara-saudaramu di hari kiamat. Sementara engkau tidak menjadi bagian dari mereka.”
Sang anak lalu menjawab, “aku tidak akan memakan sesuatu yang diharamkan Allah kepadaku.” Karena sang anak terakhir juga mempunyai jawaban yang sama seperti saudara-saudara sebelumnya, maka anak tersebut juga dibunuh oleh raja, sehingga dia mati seperti saudaranya.
Raja lalu berkata kepada sang ibu, “saya merasa sedih melihat dirimu menyaksikan itu hari ini. Celaka engkau! Makanlah sesuap, niscaya saya akan kabulkan apa saja yang engkau mau, dan saya akan berikan apa saja yang engkau kehendaki dalam hidup ini.”
Dengan teguh, perempuan tersebut menjawab, “tidak mungkin saya menyatukan antara kehilangan anak-anakku dengan kemaksiatan kepada Allah, jika saya hidup setelah mereka maka saya tidak mau terjadi kepadaku. Dan saya tidak akan makan sesuatu yang diharamkan Allah. Bagiku sama sekali.”
Mendengar jawaban tersebut, raja langsung membunuhnya dan menyatukannya bersama anak anaknya.
Dalam menjaga agamanya, satu keluarga tersebut rela dihukum mati. Walaupun mendapatkan tawaran jika makan daging babi semua keinginannya akan dipenuhi, namun hal tersebut tidak membuat keimanan dan keteguhannya dalam menjaga agama goyah. Karena orang yang mempunyai iman kuat, tidak akan dengan mudah menggadaikan agamanya. Apalagi untuk kepentingan-kepentingan duniawi yang sifatnya sesaat.