Ketika Ragu dan Bimbang, Ini yang Dianjurkan Rasulullah

Ketika Ragu dan Bimbang, Ini yang Dianjurkan Rasulullah

Ketika Ragu dan Bimbang, Ini yang Dianjurkan Rasulullah

Semua orang pernah ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Entah itu yang sifatnya ringan seperti hendak makan apa atau hendak rekreasi kemana? Atau, yang sifatnya serius. Seperti hendak memilih pasangan hidup, atau memilih jalan hidup. Islam pun memberi tuntunan kepada pemeluknya dalam menghadapi permasalahan seperti tersebut.

Tuntunan Islam dalam menghadapi hal yang meragukan termaktub dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dan an-Nasa’i, dan oleh Imam at-Tirmidzi dinyatakan sebagai hadis hasan dan sahih:

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- دَعْ مَا يُرِيْبُكَ إلَى مَا لَا يُرِيْبُكَ

“Diriwayatkan dari Abi Muhammad al-Hasan ibn ‘Ali ibn Abi Thalib –semoga Allah menridhai mereka berdua- ia berkata: aku hafal dari Rasulullah salallahualaihi wasallam, ‘Tinggalkan apa meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.'” 

Hadis di atas mendorong umat muslim agar saat ragu-ragu mengambil keputusan, semuanya hendaknya dikembalikan pada pertimbangan dalam hukum Islam. Ragu-ragu memang banyak sumbernya. Ada ragu-ragu hendak memakan sesuatu sebab belum tahu apa hukum memakan sesuatu tersebut. Seperti memakan daging anjing laut yang kadang masih ada yang kebingungan. Ada ragu-ragu hendak memakan sesuatu sebab tidak jelas asal-usul sesuatu tersebut. Sampai, ragu-ragu antara memilih dua makanan yang keduanya jelas kehalalannya.

Menurut para ulama, hadis di atas sebenarnya berkaitan dengan hadis yang menyatakan bahwa sebenarnya Islam sudah jelas mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Tapi, memang kadang ada hal-hal yang seakan tidak begitu jelas status boleh tidaknya. Hal ini disebabkan salah satunya seperti karena si pelaku belum mengetahui hukum apa yang hendak dilakukannya. Nabi Muhammad bersabda:

إنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ، وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنْ اِتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقْد اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ، أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلَّا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

 “Sesungguhnya halal itu jelas dan haram itu jelas. Dan di antara keduanya ada beberapa hal samar yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Maka siapa yang menjahui hal samar, ia telah berusaha menjaga agama dan wibawanya. Dan siapa yang jatuh pada hal samar, maka ia lekas jatuh pada hal haram. Sama seperti pengembala yang mengembala sekitar area terlarang, ia lekas makan di area terlarang. Ingatlah, setiap raja memiliki area terlarang. Ingatlah, area terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.” (HR: Bukhari dan Muslim)

Dua hadis di atas bila dipadukan akan menghasilkan kesimpulan, bahwa saat ragu-ragu memilih sesuatu agar menimbangnya dari sisi agama. Bila ragu-ragu akan sesuatu sebab tidak tahu bagaimana pandangan syariatnya tentangnya, maka terlebih dahulu carilah tahu tentang sesuatu tersebut. Ibarat ragu ketika  mengkonsumsi daging anjing laut, maka terlebih dahulu carilah tahu tentang hukum mengkonsumsi anjing laut. Kalau ternyata belum menemukan keterangan yang jelas, maka sebaiknya jangan mengkonsumsinya. Sebab dengan tidak mengkonsumsinya, maka berarti kita telah meninggalkan hal yang meragukan kepada yang tidak meragukan, yaitu bebas dari kemungkinan mengkonsumsi hal haram.

Bila ragu-ragu hendak memakan sesuatu sebab tidak tahu asal-usulnya, maka sebaiknya dihindari. Hal ini meski tidak wajib, tapi lebih dapat menghindarkan dari kemungkinan mengkonsumsi makanan yang diharamkan. Atau, setidaknya bila hendak makan di sebuah warung, pilihlah warung yang tampaknya lebih menjaga kesucian makanan olahannya. Tidak sekedar bersih dan nyaman menjadi tempat makan.

Bila ragu-ragu tentang hal ringan seperti memilih makanan dan tempat rekreasi, maka kembalikan ketujuan makan dan rekreasi dalam pandangan agama. Yaitu agar tubuh kuat serta kembali semangat beribadah. Sehingga tidak seyogyanya berlarut-larut dalam kebingungan memilih hal-hal remeh semacam makanan dan tempat rekreasi.